Di Era GPS, Seharusnya Mustahil AirAsia Bisa Lenyap Misterius
A
A
A
WASHINGTON - Otoritas Penerbangan Global mengkritik hilangnya pesawat AirAsia QZ8501. Sebab, menurut mereka, lenyapnya pesawat modern di era Global Positioning System (GPS) seharunya menjadi hal mustahil.
Alasannya, di era GPS, satelit dipastikan memantau setiap benda bergerak di masyarakat, termasuk pesawat terbang.
”Seharusnya tidak mungkin bagi sebuah pesawat untuk melesat dan lenyap, di zaman ketika orang dapat melacak telepon dan mobil mereka dalam beberapa meter,” kritik Paul Hudson, Presiden Flyersrights.org dan anggota dari US Federal Aviation Authority atau Otoritas Penerbangan Federal Amerika Serikat (AS), seperti dikutip Reuters, Selasa (30/12/2014).
Tak hanya itu, Otoritas Penerbangan Global juga mengkritik tidak diterapkannya pemantauan real-time, yang telah direkomendasikan sejak tragedi Malaysia Airlines MH370.
Selama dua hari terakhir, tim pencari dan penyelamat belum berhasil menemukan pesawat AirAsia QZ8501 tipe Airbus A320 itu. Pesawat pembawa 162 orang itu hilang kontak beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya menuju Singapura pada hari Minggu pagi.
Kemarin, pesawat Australia menemukan sebuah objek di laut, namun hal itu telah dikonfirmasi Wakil Presiden Jusuf Kalla, bahwa temuan itu tidak terkait AirAsia QZ8501. Begitu juga dengan temuan tumpahan minyak di laut Indonesia yang belum terbukti berasal dari pesawat itu.
Hudson mengeluh bahwa banyaknya rekomendasi tidak membawa perubahan dalam cara memantau pesawat. Menurutnya, sudah saatnya butuh regulator untuk melakukan pelacakan sebuah pesawat yang lebih baik, yang salah satunya sistem pemantauan real-time.
Kevin Mitchell, pendiri dan Ketua Koalisi Bisnis Travel, juga mendesak diterapkannya regulator itu. ”Kami mendesak untuk membuat regulator pelacakan prioritas yang lebih tinggi,” katanya. “Setidaknya untuk satu dekade.”
Desakan penerapan sistem pelacakan yang lebih baik dan pemantauan real-time sejatinya menjadi isu penting setelah tragedi Malaysia Airlines MH370. Pesawat pembawa 239 orang yang hilang sejak 8 Maret 2014 itu diyakini terbang berjam-jam dengan sistem autopilot atau dikenal dengan “pesawat hantu” sampai bahan bakarnya habis. Malaysia menyimpulkan perjalanan pesawat MH370 berakhir di Samudera Hindia.
Alasannya, di era GPS, satelit dipastikan memantau setiap benda bergerak di masyarakat, termasuk pesawat terbang.
”Seharusnya tidak mungkin bagi sebuah pesawat untuk melesat dan lenyap, di zaman ketika orang dapat melacak telepon dan mobil mereka dalam beberapa meter,” kritik Paul Hudson, Presiden Flyersrights.org dan anggota dari US Federal Aviation Authority atau Otoritas Penerbangan Federal Amerika Serikat (AS), seperti dikutip Reuters, Selasa (30/12/2014).
Tak hanya itu, Otoritas Penerbangan Global juga mengkritik tidak diterapkannya pemantauan real-time, yang telah direkomendasikan sejak tragedi Malaysia Airlines MH370.
Selama dua hari terakhir, tim pencari dan penyelamat belum berhasil menemukan pesawat AirAsia QZ8501 tipe Airbus A320 itu. Pesawat pembawa 162 orang itu hilang kontak beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya menuju Singapura pada hari Minggu pagi.
Kemarin, pesawat Australia menemukan sebuah objek di laut, namun hal itu telah dikonfirmasi Wakil Presiden Jusuf Kalla, bahwa temuan itu tidak terkait AirAsia QZ8501. Begitu juga dengan temuan tumpahan minyak di laut Indonesia yang belum terbukti berasal dari pesawat itu.
Hudson mengeluh bahwa banyaknya rekomendasi tidak membawa perubahan dalam cara memantau pesawat. Menurutnya, sudah saatnya butuh regulator untuk melakukan pelacakan sebuah pesawat yang lebih baik, yang salah satunya sistem pemantauan real-time.
Kevin Mitchell, pendiri dan Ketua Koalisi Bisnis Travel, juga mendesak diterapkannya regulator itu. ”Kami mendesak untuk membuat regulator pelacakan prioritas yang lebih tinggi,” katanya. “Setidaknya untuk satu dekade.”
Desakan penerapan sistem pelacakan yang lebih baik dan pemantauan real-time sejatinya menjadi isu penting setelah tragedi Malaysia Airlines MH370. Pesawat pembawa 239 orang yang hilang sejak 8 Maret 2014 itu diyakini terbang berjam-jam dengan sistem autopilot atau dikenal dengan “pesawat hantu” sampai bahan bakarnya habis. Malaysia menyimpulkan perjalanan pesawat MH370 berakhir di Samudera Hindia.
(mas)