Kebijakan Bikin Anak Banyak di Iran Diprotes Kaum Reformis
A
A
A
TEHERAN - Kebijakan dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei agar para perempuan di Iran memiliki banyak anak untuk membuat Iran menjadi negara besar dan kuat diprotes kalangan reformis. Kebijakan itu dikhawatirkan merampas hak-hak perempuan, seperti hak bekerja dan hak layanan kesehatan reproduksi.
Kebijakan pemimpin tertinggi Iran itu muncul dalam sebuah dekrit. Salah satu isinya membatasi akses penggunaan alat kontrasepsi. Ada sekitar 14 point dekrit yang dikeluarkan Khamenei dengan tujuan meningkatkan populasi penduduk Iran.”Memperkuat identitas nasional dan melawan aspek yang tidak diinginkan dari gaya hidup Barat,” bunyi dekrit itu.
“Mengingat pentingnya ukuran populasi dalam kekuatan berdaulat dan kemajuan ekonomi negara, langkah cepat dan efisien harus diambil untuk mengimbangi penurunan tajam dalam tingkat kelahiran beberapa tahun terakhir,” lanjut bunyi dekrit yang dipublikasikan di situs Khamenei.
Perintah Khamenei itu sekaligus menggantikan motto “Sedikit Anak, Kehidupan Lebih Baik’. Motto itu diadopsi akhir 1980-an ketika alat kontrasepsi beredar luas. Menurut CIA World Factbook, sejak motto itu menyebar, tingkat kelahiran di Iran turun dari 3,2 persen menjadi 1,22 persen pada tahun 1986. Sejak itu pula Khamenei berpikir untuk merombaknya dengan membuat dekrit agar para perempuan Iran memiliki banyak anak.
Kebijakan Khamenei itu juga didukung mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. Hasilnya, jumlah penduduk Iran melonjak 120 juta di era Ahmadinejad. Imbasnya, banyak perempuan Iran harus tinggal di rumah untuk fokus membesarkan anak-anak mereka.
Kesehatan Reproduksi Terancam
Kini, kaum reformis Iran memprotes kebijakan itu. Sebab, menurut Biro Pusat Statistik Iran, 60 persen mahasiswa perempuan setelah lulus hanya 12,4 persen yang bekerja. Sisanya menjadi ibu rumah tangga dan memiliki banyak anak, sesuai kebijakan pemerintah Iran.
Kaum reformis juga mengkhawatirkan kesehatan reproduksi perempuan Iran, jika kebijakan itu terus diberlakukan. ”Dalam rangka untuk melawan AIDS, langkah kami hanya mendistribusikan dan mengajarkan orang untuk menggunakan kondom,” kata Minoo Moharez, Kepala Pusat Penelitian AIDS di Universitas Teheran yang dikenal bagian dari kaum reformis Iran. Dia khawatir pembatasan penggunaan alat kontrasepsi akan memicu penyebaran AIDS.
Farzaneh Roudi, warga perempuan Iran yang bekerja di Washington, prihatin dengan kondisi perempuan Iran yang menghabiskan waktu di rumah. ”Pemerintah bisa memanfaatkan tenaga kerja wanita, banyak dari mereka tidak bekerja di sektor formal,” kritiknya. ”Sulit bagi saya untuk membayangkan bahwa orang akan memiliki anak lagi karena Khamenei menginginkannya,” lanjut Roudi, seperti dikutip Reuters, Rabu (28/5/2014).
Kebijakan pemimpin tertinggi Iran itu muncul dalam sebuah dekrit. Salah satu isinya membatasi akses penggunaan alat kontrasepsi. Ada sekitar 14 point dekrit yang dikeluarkan Khamenei dengan tujuan meningkatkan populasi penduduk Iran.”Memperkuat identitas nasional dan melawan aspek yang tidak diinginkan dari gaya hidup Barat,” bunyi dekrit itu.
“Mengingat pentingnya ukuran populasi dalam kekuatan berdaulat dan kemajuan ekonomi negara, langkah cepat dan efisien harus diambil untuk mengimbangi penurunan tajam dalam tingkat kelahiran beberapa tahun terakhir,” lanjut bunyi dekrit yang dipublikasikan di situs Khamenei.
Perintah Khamenei itu sekaligus menggantikan motto “Sedikit Anak, Kehidupan Lebih Baik’. Motto itu diadopsi akhir 1980-an ketika alat kontrasepsi beredar luas. Menurut CIA World Factbook, sejak motto itu menyebar, tingkat kelahiran di Iran turun dari 3,2 persen menjadi 1,22 persen pada tahun 1986. Sejak itu pula Khamenei berpikir untuk merombaknya dengan membuat dekrit agar para perempuan Iran memiliki banyak anak.
Kebijakan Khamenei itu juga didukung mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. Hasilnya, jumlah penduduk Iran melonjak 120 juta di era Ahmadinejad. Imbasnya, banyak perempuan Iran harus tinggal di rumah untuk fokus membesarkan anak-anak mereka.
Kesehatan Reproduksi Terancam
Kini, kaum reformis Iran memprotes kebijakan itu. Sebab, menurut Biro Pusat Statistik Iran, 60 persen mahasiswa perempuan setelah lulus hanya 12,4 persen yang bekerja. Sisanya menjadi ibu rumah tangga dan memiliki banyak anak, sesuai kebijakan pemerintah Iran.
Kaum reformis juga mengkhawatirkan kesehatan reproduksi perempuan Iran, jika kebijakan itu terus diberlakukan. ”Dalam rangka untuk melawan AIDS, langkah kami hanya mendistribusikan dan mengajarkan orang untuk menggunakan kondom,” kata Minoo Moharez, Kepala Pusat Penelitian AIDS di Universitas Teheran yang dikenal bagian dari kaum reformis Iran. Dia khawatir pembatasan penggunaan alat kontrasepsi akan memicu penyebaran AIDS.
Farzaneh Roudi, warga perempuan Iran yang bekerja di Washington, prihatin dengan kondisi perempuan Iran yang menghabiskan waktu di rumah. ”Pemerintah bisa memanfaatkan tenaga kerja wanita, banyak dari mereka tidak bekerja di sektor formal,” kritiknya. ”Sulit bagi saya untuk membayangkan bahwa orang akan memiliki anak lagi karena Khamenei menginginkannya,” lanjut Roudi, seperti dikutip Reuters, Rabu (28/5/2014).
(mas)