Soal Pengungsi dan Isu Perbatasan, Australia Bikin Kesal RI
A
A
A
CANBERRA-Indonesia kembali dibuat kesal oleh Australia yang tidak berkomunikasi soal isu perbatasan, dan masalah pencari suaka. Australia justru membuat kesepakatan dengan Kamboja, di mana para pengungsi atau pencari suaka yang hendak ke Australia akan dialihkan ke negara itu.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mengatakan, Indonesia belum diberi penjelasan soal “pengusiran” para pencari suaka dari Australia ke wilayah Indonesia dan soal pelanggaran wilayah perairan Indonesia oleh Angkatan Laut Australia beberapa waktu lalu. Hal itu sensitif karena menyangkut perbatasan sebuah negara.
Indonesia mempertanyakan itikad baik Australia yang tidak berbicara dengan Indonesia, namun justru membuat kesepakatan dengan Kamboja.” Hal ini tentunya bukan sesuatu yang menghargai kami,” kata Marty kepada SBS TV, semalam.
Tidak adanya komunikasi dari Australia membuat Indonesia mempertanyakan niat kerjasama Australia dalam kebijakan penanganan para pencari suaka. Marty juga berharap isu perbatasan juga dibicarakan oleh kedua pihak.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada kesalahpahaman dan isu tersebut tidak keluar dari tanggungjawab (Australia),” lanjut dia. Hubungan Indonesia dan Australia hampir enam bulan terakhir mengalami keretakan. Pemicunya, selain masalah pelanggaran wilayah Indonesia oleh Australia dalam penanganan pencari suaka juga masalah penyadapan ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh intelijen Australia.
Sikap pemerintah Australia pimpinan Perdana Menteri Tony Abbott itu menuai kecaman dari kubu oposisi Australia. Wakil pemimpin oposisi, Tanya Plibersek, mengatakan partainya itu belum melihat rincian kesepakatan Australia dengan Kamboja. Namun, dia mengkritik kesepakatan itu karena kondisi Kemboja masih memprihatinkan. ”Kami sangat prihatin tentang beberapa hal yang terjadi di Kamboja,” katanya kepada radio ABC, Rabu (21/5/2014).
“Kamboja adalah salah satu negara termiskin di Asia, masih memiliki kesulitan untuk memberi makan rakyatnya sendiri. Dan pengunjuk rasa telah ditembak di jalan,” ujarnya menggambarkan kondisi Kamboja. Pilbersek menyebut pemerintah Abbott menerapkan standar ganda.
“Saya pikir pertanyaan bagi pemerintah adalah mengapa mereka berpikir Kamboja adalah tempat yang lebih baik untuk mengirim pencari suaka dari Malaysia,” kata Plibersek. Kepala Dewan Pengungsi Australia, Paul Power mengatakan sikap pemerintah itu sangat sinis, sebab Kamboja sendiri telah terang-terangan melanggar konvensi pengungsi.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mengatakan, Indonesia belum diberi penjelasan soal “pengusiran” para pencari suaka dari Australia ke wilayah Indonesia dan soal pelanggaran wilayah perairan Indonesia oleh Angkatan Laut Australia beberapa waktu lalu. Hal itu sensitif karena menyangkut perbatasan sebuah negara.
Indonesia mempertanyakan itikad baik Australia yang tidak berbicara dengan Indonesia, namun justru membuat kesepakatan dengan Kamboja.” Hal ini tentunya bukan sesuatu yang menghargai kami,” kata Marty kepada SBS TV, semalam.
Tidak adanya komunikasi dari Australia membuat Indonesia mempertanyakan niat kerjasama Australia dalam kebijakan penanganan para pencari suaka. Marty juga berharap isu perbatasan juga dibicarakan oleh kedua pihak.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada kesalahpahaman dan isu tersebut tidak keluar dari tanggungjawab (Australia),” lanjut dia. Hubungan Indonesia dan Australia hampir enam bulan terakhir mengalami keretakan. Pemicunya, selain masalah pelanggaran wilayah Indonesia oleh Australia dalam penanganan pencari suaka juga masalah penyadapan ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh intelijen Australia.
Sikap pemerintah Australia pimpinan Perdana Menteri Tony Abbott itu menuai kecaman dari kubu oposisi Australia. Wakil pemimpin oposisi, Tanya Plibersek, mengatakan partainya itu belum melihat rincian kesepakatan Australia dengan Kamboja. Namun, dia mengkritik kesepakatan itu karena kondisi Kemboja masih memprihatinkan. ”Kami sangat prihatin tentang beberapa hal yang terjadi di Kamboja,” katanya kepada radio ABC, Rabu (21/5/2014).
“Kamboja adalah salah satu negara termiskin di Asia, masih memiliki kesulitan untuk memberi makan rakyatnya sendiri. Dan pengunjuk rasa telah ditembak di jalan,” ujarnya menggambarkan kondisi Kamboja. Pilbersek menyebut pemerintah Abbott menerapkan standar ganda.
“Saya pikir pertanyaan bagi pemerintah adalah mengapa mereka berpikir Kamboja adalah tempat yang lebih baik untuk mengirim pencari suaka dari Malaysia,” kata Plibersek. Kepala Dewan Pengungsi Australia, Paul Power mengatakan sikap pemerintah itu sangat sinis, sebab Kamboja sendiri telah terang-terangan melanggar konvensi pengungsi.
(mas)