Ancam bunuh Pangeran Harry, pria Inggris dipenjara 3 tahun
A
A
A
Sindonews.com – Seorang pria Inggris, Ashraf Islam (31), pada Senin (10/2/2014), dijatuhi hukuman penjara tiga tahun karena berencana untuk membunuh Pangeran Harry, adik kandung dari pewaris takhta Kerajaan Inggris, Pangeran William.
Ashraf, yang seorang mualaf, mengaku bersalah pada Mei tahun lalu karena telah membuat ancaman untuk membunuh Pangeran Harry. “Dia secara sukarela menyerahkan diri ke polisi dan memberikan informasi tentang rencana itu,” kata pengacara Islam, Roxanne Morrell, seperti dikutip dari AFP.
Ashraf mengaku, ia memiliki "hak moral untuk menilai" kerajaan, karena pada dasarnya ia tidak setuju dengan kebijakan militer Inggris, di mana Pangeran Harry tercatat sebagai salah satu anggotanya dan telah dua kali menjalani penugasan di Afghanistan.
Hakim di Pengdailan London, Richard McGregor-Johnson, menegaskan, rencana Islam tak akan berhasil. Tapi, ia tetap menimbulkan risiko bagi masyarakat.
"Alasan di balik (rencana) itu adalah, bahwa Anda pikir dia (Pangeran Harry) dan petugas lainnya memiliki beberapa kesalahan moral. Dan, Anda pikir Anda memiliki hak moral untuk menghakimi,” kata Johnson.
Ashraf, yang seorang mualaf, mengaku bersalah pada Mei tahun lalu karena telah membuat ancaman untuk membunuh Pangeran Harry. “Dia secara sukarela menyerahkan diri ke polisi dan memberikan informasi tentang rencana itu,” kata pengacara Islam, Roxanne Morrell, seperti dikutip dari AFP.
Ashraf mengaku, ia memiliki "hak moral untuk menilai" kerajaan, karena pada dasarnya ia tidak setuju dengan kebijakan militer Inggris, di mana Pangeran Harry tercatat sebagai salah satu anggotanya dan telah dua kali menjalani penugasan di Afghanistan.
Hakim di Pengdailan London, Richard McGregor-Johnson, menegaskan, rencana Islam tak akan berhasil. Tapi, ia tetap menimbulkan risiko bagi masyarakat.
"Alasan di balik (rencana) itu adalah, bahwa Anda pikir dia (Pangeran Harry) dan petugas lainnya memiliki beberapa kesalahan moral. Dan, Anda pikir Anda memiliki hak moral untuk menghakimi,” kata Johnson.
(esn)