Mufti Saudi: Larangan wanita nyetir, lindungi publik dari kejahatan
A
A
A
Sindonews.com – Mufti Arab Saudi, Sheikh Abdul Aziz al - Sheikh mendesak warga Saudi untuk tidak memperdebatkan larangan perempuan mengemudikan mobil di jalanan. Dia mengatakan, larangan itu sebagai cara untuk melindungi masyarakat dari kejahatan.
Laman al-Arabiya, pada Jumat (29/11/2013) menyatakan, pernyataan al - Sheikh yang multitafsir itu muncul dalam pidato Rabu lalu, di Universitas Taibah, di Kota Madinah barat. Dia juga memperingatkan mahasiswa yang rawan dimanfaatkan sebagai “media kejahatan”, yang katanya menargetkan negara.
Al-Sheikh mendesak para mahasiswa untuk bersatu dan membela agama dan masyarakat Saudi, yang kini menghadapi “pandangan yang saling bertentangan dan masalah besar”.
Isu larangan perempuan mengemudi di Saudi sejatinya, sudah lama menjadi bahan perdebatan. Namun, beberapa bulan terakhir isu itu mendapat sorotan dari sejumlah media internasional.
Pada bulan Oktober 2013 lalu, sekelompok aktivis perempuan membatalkan kampanye mengemudi sebagai bentuk protes para perempuan atas larangan tersebut. Pembatalan kampanye itu, menyusul adanya ancaman yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri Saudi.
Kepala Polisi Syariah Kerajaan Arab Saudi pada September 2013 lalu, mengeluarkan pernyataan yang bernada kritik terhadap aturan itu. ”Syariat Islam tidak memiliki teks yang melarang perempuan untuk mengemudi,” bunyi pernyataan tersebut.
Sebelum muncul pernyataan Mufti Saudi yang multitafsir itu, pernah juga muncul pernyataan dari Saad al-Luhaydan, konsultan hukum dan psikologi pada Psychological Association Teluk. Katanya, wanita dilarang mengemudi karena hal itu dapat mempengaruhi indung telur dan tulang pinggul mereka.
”Mengemudi bisa memiliki dampak fisiologis terbalik. Ilmu fisiologi dan kedokteran fungsional mempelajari sisi ini (dan menemukan) bahwa wanita mengemudi secara otomatis mempengaruhi indung telur dan tulang pinggul. Inilah sebabnya mengapa kita menemukan wanita yang terus mengendarai mobil, anak-anak yang mereka lahirkan mengalami kelainan klinis,” kata al - Luhaydan.
Laman al-Arabiya, pada Jumat (29/11/2013) menyatakan, pernyataan al - Sheikh yang multitafsir itu muncul dalam pidato Rabu lalu, di Universitas Taibah, di Kota Madinah barat. Dia juga memperingatkan mahasiswa yang rawan dimanfaatkan sebagai “media kejahatan”, yang katanya menargetkan negara.
Al-Sheikh mendesak para mahasiswa untuk bersatu dan membela agama dan masyarakat Saudi, yang kini menghadapi “pandangan yang saling bertentangan dan masalah besar”.
Isu larangan perempuan mengemudi di Saudi sejatinya, sudah lama menjadi bahan perdebatan. Namun, beberapa bulan terakhir isu itu mendapat sorotan dari sejumlah media internasional.
Pada bulan Oktober 2013 lalu, sekelompok aktivis perempuan membatalkan kampanye mengemudi sebagai bentuk protes para perempuan atas larangan tersebut. Pembatalan kampanye itu, menyusul adanya ancaman yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri Saudi.
Kepala Polisi Syariah Kerajaan Arab Saudi pada September 2013 lalu, mengeluarkan pernyataan yang bernada kritik terhadap aturan itu. ”Syariat Islam tidak memiliki teks yang melarang perempuan untuk mengemudi,” bunyi pernyataan tersebut.
Sebelum muncul pernyataan Mufti Saudi yang multitafsir itu, pernah juga muncul pernyataan dari Saad al-Luhaydan, konsultan hukum dan psikologi pada Psychological Association Teluk. Katanya, wanita dilarang mengemudi karena hal itu dapat mempengaruhi indung telur dan tulang pinggul mereka.
”Mengemudi bisa memiliki dampak fisiologis terbalik. Ilmu fisiologi dan kedokteran fungsional mempelajari sisi ini (dan menemukan) bahwa wanita mengemudi secara otomatis mempengaruhi indung telur dan tulang pinggul. Inilah sebabnya mengapa kita menemukan wanita yang terus mengendarai mobil, anak-anak yang mereka lahirkan mengalami kelainan klinis,” kata al - Luhaydan.
(mas)