Israel berkelit soal kepemilikan senjata kimia
A
A
A
Sindonews.com – Kasus kepemilikan senjata kimia Suriah merembet ke Israel, setelah para pakar menyebut, negara itu diduga memiliki tok senjata kimia. Namun, Israel berkelit perihal kepemilikan senjata kimianya.
Israel menandatangani perjanjian internasional tentang larangan memproduksi atau menggunakan senjata kimia dua decade lalu. Namun, para ahli percaya memiliki persediaan senjata kimia dan biologi. Para pejabat Israel menolak untuk mengkonfirmasi, atau pun menyangkal dugaan gudang senjata kimia dan biologi.
Para pejabat itu, mengatakan isu utama sekarang adalah Suriah, bukan Israel. Dalam sebuah wawancara, kemarin (16/9/2013), mantan Menteri Pertahanan Israel, Amir Peretz menolak untuk membahas kemampuan negara itu dalam membuat dan menggunakan senjata kimia.
”Ini jelas bagi semua orang bahwa, (Israel) adalah rezim demokratis yang bertanggung jawab,” katanya kepada Radio Israel, seperti dikutip Fox News. ”Saya sangat berharap dan yakin bahwa masyarakat internasional tidak akan membuat pertanyaan ini.”
Munculnya desakan agar Suriah menyerahkan semua senjata kimianya, berimbas juga pada seruan yang sama terhadap Israel. ”Saya percaya bahwa pemerintah Israel harus terbuka tentang masalah ini, harus mengatakan apa gudang (senjata kimia) itu ada atau tidak. Jika itu memang memiliki, harus mematuhi perjanjian internasional,” kritik anggota parlemen Israel dari kubu oposisi, Dov Khenin.
Harian Israel, Haaretz menulis dalam sebuah editorial, kemarin, bahwa, perlucutan senjata kimia Suriah, memberikan kesempatan bagi Israel untuk akhirnya meratifikasi Konvensi Senjata Kimia. ”Ini akan sangat sayang jika di masa depan Israel menemukan dirinya dalam posisi seperti yang dialami Suriah. Dipaksa untuk menandatangani konvensi bawah tekanan internasional,” tulis surat kabar itu .
Paul Hirschson, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, mengatakan Israel tidak bisa meratifikasi perjanjian itu di lingkungan yang tidak pasti. ”Hal-hal yang terjadi di kawasan regional ini (Timur Tengah), membuat kami tidak akan pergi ke sana (ratifikasi perjanjian internasional) yang ditujukan pada kita sendiri,” kata Hirschson.
Israel menandatangani perjanjian internasional tentang larangan memproduksi atau menggunakan senjata kimia dua decade lalu. Namun, para ahli percaya memiliki persediaan senjata kimia dan biologi. Para pejabat Israel menolak untuk mengkonfirmasi, atau pun menyangkal dugaan gudang senjata kimia dan biologi.
Para pejabat itu, mengatakan isu utama sekarang adalah Suriah, bukan Israel. Dalam sebuah wawancara, kemarin (16/9/2013), mantan Menteri Pertahanan Israel, Amir Peretz menolak untuk membahas kemampuan negara itu dalam membuat dan menggunakan senjata kimia.
”Ini jelas bagi semua orang bahwa, (Israel) adalah rezim demokratis yang bertanggung jawab,” katanya kepada Radio Israel, seperti dikutip Fox News. ”Saya sangat berharap dan yakin bahwa masyarakat internasional tidak akan membuat pertanyaan ini.”
Munculnya desakan agar Suriah menyerahkan semua senjata kimianya, berimbas juga pada seruan yang sama terhadap Israel. ”Saya percaya bahwa pemerintah Israel harus terbuka tentang masalah ini, harus mengatakan apa gudang (senjata kimia) itu ada atau tidak. Jika itu memang memiliki, harus mematuhi perjanjian internasional,” kritik anggota parlemen Israel dari kubu oposisi, Dov Khenin.
Harian Israel, Haaretz menulis dalam sebuah editorial, kemarin, bahwa, perlucutan senjata kimia Suriah, memberikan kesempatan bagi Israel untuk akhirnya meratifikasi Konvensi Senjata Kimia. ”Ini akan sangat sayang jika di masa depan Israel menemukan dirinya dalam posisi seperti yang dialami Suriah. Dipaksa untuk menandatangani konvensi bawah tekanan internasional,” tulis surat kabar itu .
Paul Hirschson, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, mengatakan Israel tidak bisa meratifikasi perjanjian itu di lingkungan yang tidak pasti. ”Hal-hal yang terjadi di kawasan regional ini (Timur Tengah), membuat kami tidak akan pergi ke sana (ratifikasi perjanjian internasional) yang ditujukan pada kita sendiri,” kata Hirschson.
(esn)