Banyak buruh konstruksi China mengidap penyakit pernapasan

Selasa, 28 Mei 2013 - 16:24 WIB
Banyak buruh konstruksi...
Banyak buruh konstruksi China mengidap penyakit pernapasan
A A A
Sindonews.com - Sebanyak 200 pria dari Desa Idyll, Shuangxi, yang bekerja membangun infrastruktur dan gedung pencakar langit di China, lebih dari seperempatnya meninggal akibat penyakit paru-paru yang disebabkan oleh debu. Sementara lebih dari 100 lainnya dilaporkan tengah menunggu kematian.

Xu Zuoqing (44), salah satu buruh bangunan itu memutuskan untuk kembali ke rumahnya setelah belasan tahun bekerja di sektorr konnstruksi.

Kondisi tubuhnya tak lagi prima. Tak jarang, sang istri membantu Zuoqing duduk ke bangku, saat dia terbungkuk karena menahan sakit ketika berjalan.

"Sakitnya seperti paru-paru saya tersedak. Dada saya sangat tertekan," ungkap pria yang telah menghabiskan waktu selama 15 tahun di lokasi konstruksi. "Saya hanya berharap dapat mati dengan tenang. Tapi, sebenarnya saya tidak ingin mati," ungkap Zuoqing.

Selama tiga dekade para buruh migran murah dari desa telah memberikan kontribusi untuk pembangunan kota-kota di China. Saat ini jumlah mereka telah mencapai 230 juta jiwa. Sayangnya, menurut para ahli, standar keamanan kerja yang diterapkan sangat rendah.

Saat ini, dilaporkan jutaan buruh pekerja bangunan tersebut menderita pneumoconiosis, penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit yang sama diderita oleh Zuoqing.

Berdasarkan data statistik resmi pemerintah, saat ini sebanyak 676,541 warga China mengidap penyakit ini. Di mana 90 persen pasien mendapatkan penyakit ini karena pekerjaan mereka. Namun, sejumlah aktivis mengatakan, jumlah pasien itu sebenarnya lebih dari 6 juta jiwa, seperlima dari jumlah pasien itu telah meninggal dunia.

Penyakit pneumoconiosis tidak terdeteksi secara cepat, sehingga para pekerja tambang, pabrik dan lokasi konstruksi terus memperpanjang masa kerja mereka sampai mereka benar- benar merasa tersiksa untuk bekerja, berjalan, atau bahkan hanya untuk bernafas.

Setelah kehilangan pekerjaan, para pekerja yang kebanyakan datang dari keluarga miskin ini hanya bisa menahan rasa sakit yang setiap hari terus meningkat. Pemerintah China sejauh ini hanya memberikan perlindungan bagi biaya kesehatan dasar, sementara perusahaan tempat mereka bekerja sebelumnya, jarang sekali memberi kompensasi.

"Anda dapat menunda perkembangan penyakit lewat perawatan dan obat-obatan tertentu. Pada dasarnya penyakit ini adalah vonis mati," ungkap Geoff Crothall, Juru Bicara kelompok perlindungan buletin pekerja China yang berbasis di Hongkong.

"Saat Anda membahas ini, Anda sedang membicarakan tiga sampai empat generasi yang menderita karena hilangnya pencari nafkah utama dalam keluarga mereka. Kasus ini tidak hanya menimpa salah satu anggota keluarga. Kami punya catatan sebuah kasus dimana ayah, saudara, paman, dan sepupu menderita penyakit ini," ungkap Crothall.

Pada 2009 silam, sejumlah pekerja memberanikan diri untuk menuntut kompensasi. Setelah berbulan-bulan melakukan perundingan, beberapa dari mereka mendapatkan biaya kompensasi sebesar 70-130 ribu yuan dari pemerintah, beberapa orang mendapatkan biaya kompensasi sebesar 290 ribu yuan dari asuransi pekerjaan mereka.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0855 seconds (0.1#10.140)