Pemberontak Suriah mengaku tak lagi perlakukan tawanan dengan buruk
A
A
A
Sindonews.com – Tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam perang saudara di Suriah mempengaruhi kaum pemberontak. Mereka mengaku tak lagi memperlakukan tahanan perang dengan kejam.
Sebelumnya, sejumlah lembaga perlindungan HAM menyatakan, kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik di Suriah telah melakukan pelanggaran HAM berat. Komisi HAM PBB bahkan sudah mendata siapa saja pejabat militer di kedua belah pihak yang harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM ini.
Salah seorang komandan pemberontak Suriah, Abu Salam Tabsah mengakui, bahwa di masa lalu ada kemungkinan beberapa tentara Pemerintah Suriah yang tertangkap, akan langsung dieksekusi. Namun sekarang, Tabsah menegaskan, bahwa semua pejuang pemberontak mendapat perintah tegas untuk memperlakukan tawanan dengan baik.
"Di masa lalu kita lakukan hal-hal buruk, seperti mengeksekusi tentara yang ditangkap," kata Tabsah yang berbasis di timur laut Deir Ezzor. “Tapi hal telah berubah dan kita tidak melakukan itu lagi. Siapa pun yang melakukan hal itu, akan dimasukkan ke pengadilan militer," lanjut Tabsah, seperti dikutip dari Channel News Asia.
Pada awal bulan ini, pasukan Tabsah berhasil menawan puluhan loyalis Presiden Bashar al-Assad. Tabsah mengatakan, ketika seorang tentara ditangkap, para pemberontak mencoba untuk memverifikasi apakah ia telah "melakukan sesuatu" yang layak dijatuhi hukuman. Jika tidak, ia diberi tiga pilihan: "Pulanglah, meninggalkan Suriah, atau bergabung bersama kami”.
Pernyataan Tabsah ini didukung oleh Kopral Ala Ibrahim, salah satu tentara Pemerintah Suriah yang ditangkap oleh pemberontak dalam pertempuran di Deir Ezzor. Semula, ia mengaku siap bertempur sampai mati, karena ia yakin hal terburuk akan terjdi padanya jika kaum pemberontak menangkap dirinya.
"Saya pikir mereka akan membunuh saya. Tapi, ternyata tidak ada yang memukul atau menyiksa saya. Saya sangat terkejut, karena saya menyadari kemudian, bahwa segala sesuatu yang mereka telah katakana pada kami tentang Tentara Pembebasan Suriah (FSA) adalah bohong. Mereka bukan teroris. Mereka adalah warga Suriah yang berjuang melawan (Presiden Bashar) al-Assad," tutur Ibrahim.
Sebelumnya, sejumlah lembaga perlindungan HAM menyatakan, kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik di Suriah telah melakukan pelanggaran HAM berat. Komisi HAM PBB bahkan sudah mendata siapa saja pejabat militer di kedua belah pihak yang harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM ini.
Salah seorang komandan pemberontak Suriah, Abu Salam Tabsah mengakui, bahwa di masa lalu ada kemungkinan beberapa tentara Pemerintah Suriah yang tertangkap, akan langsung dieksekusi. Namun sekarang, Tabsah menegaskan, bahwa semua pejuang pemberontak mendapat perintah tegas untuk memperlakukan tawanan dengan baik.
"Di masa lalu kita lakukan hal-hal buruk, seperti mengeksekusi tentara yang ditangkap," kata Tabsah yang berbasis di timur laut Deir Ezzor. “Tapi hal telah berubah dan kita tidak melakukan itu lagi. Siapa pun yang melakukan hal itu, akan dimasukkan ke pengadilan militer," lanjut Tabsah, seperti dikutip dari Channel News Asia.
Pada awal bulan ini, pasukan Tabsah berhasil menawan puluhan loyalis Presiden Bashar al-Assad. Tabsah mengatakan, ketika seorang tentara ditangkap, para pemberontak mencoba untuk memverifikasi apakah ia telah "melakukan sesuatu" yang layak dijatuhi hukuman. Jika tidak, ia diberi tiga pilihan: "Pulanglah, meninggalkan Suriah, atau bergabung bersama kami”.
Pernyataan Tabsah ini didukung oleh Kopral Ala Ibrahim, salah satu tentara Pemerintah Suriah yang ditangkap oleh pemberontak dalam pertempuran di Deir Ezzor. Semula, ia mengaku siap bertempur sampai mati, karena ia yakin hal terburuk akan terjdi padanya jika kaum pemberontak menangkap dirinya.
"Saya pikir mereka akan membunuh saya. Tapi, ternyata tidak ada yang memukul atau menyiksa saya. Saya sangat terkejut, karena saya menyadari kemudian, bahwa segala sesuatu yang mereka telah katakana pada kami tentang Tentara Pembebasan Suriah (FSA) adalah bohong. Mereka bukan teroris. Mereka adalah warga Suriah yang berjuang melawan (Presiden Bashar) al-Assad," tutur Ibrahim.
(esn)