Tentara Sri Lanka dituduh lakukan penyiksaan & perkosaan
A
A
A
Sindonews.com – Pasukan keamanan Sri Lanka dituding telah melakukan penyiksaan dan perkosaan dalam upaya mendapatkan pengakuan dari anggota dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam gerakan separatis Macan Tamil.
Laporan ini dimunculkan oleh Human Rights Watch (HRW), Selasa (26/2/2013), empat tahun setelah pemberontakan yang dilakukan oleh Macan Tamil berakhir. Sejak dimulainya pemberontakan Macan Tamil pada 1983, puluhan ribu warga sipil tewas. Pertikaian sendiri berakhir pada 2009 silam.
HRW mengaku telah berhasil mendokumentasikan 75 kasus yang didominasi oleh pria dan wanita Tamil, yang mengatakan mereka ditahan di penjara Sri Lanka dan berulang kali diperkosa, serta mengalami pelecehan seksual oleh anggota militer, polisi, dan pejabat intelijen Sri Lanka.
Menurut HRW, para korban saat ini hidup sebagai pencari suaka. Sebagian besar dari mereka sedang dalam upaya untuk bisa masuk ke Inggris. “Begitu mereka mengaku sebagai anggota Macan Tamil, pada umumnya aksi pelecehan berhenti. Dan, setelah membayar suap, mereka pun diizinkan melarikan diri,” sebut laporan HRW, seperti dikutip dari Reuters.
"Kami menemukan pemerkosaan yang tak hanya digunakan untuk mengamankan semacam pengakuan, tetapi juga sebagai alat politik untuk menghukum orang," ujar Meenakshi Ganguly, Direktur HRW untuk kawasan Asia Selatan dalam sebuah konferensi pers di New Delhi, India.
"Mereka adalah orang-orang yang punya hubungan dengan Macan Tamil, yang dipaksa untuk menandatangani pengakuan dan kemudian tindakan perkosaan akan berhenti," lanjut Gangguly. Menurutnya, pelecehan seksual hanya salah satu bentuk penyiksaan. "Mereka juga disiksa, disundut dengan rokok dan digantung terbalik," tambahnya.
Laporan HRW ini dibantah oleh Duta Besar Sri Lanka untuk India, Prasad Kariyawasam. Menurutnya, tidak ada bukti kuat yang menunjukan adanya penyiksaan yang disebutkan oleh HRW terjadi pada kurun 2006 hingga 2012 itu.
“Kesaksian 41 perempuan, 31 laki-laki, dan 3 anak laki-laki itu cenderung dibuat oleh kebutuhan ekonomi pengungsi yang butuh cerita bagus untuk mendapatkan suaka. Sampai kita melakukan penyelidikan yang tepat, kita harus percaya bahwa semua cerita ini demi mendapatkan suaka atau status pengungsi di negara maju," kata Kariyawasam pada Reuters.
Laporan ini dimunculkan oleh Human Rights Watch (HRW), Selasa (26/2/2013), empat tahun setelah pemberontakan yang dilakukan oleh Macan Tamil berakhir. Sejak dimulainya pemberontakan Macan Tamil pada 1983, puluhan ribu warga sipil tewas. Pertikaian sendiri berakhir pada 2009 silam.
HRW mengaku telah berhasil mendokumentasikan 75 kasus yang didominasi oleh pria dan wanita Tamil, yang mengatakan mereka ditahan di penjara Sri Lanka dan berulang kali diperkosa, serta mengalami pelecehan seksual oleh anggota militer, polisi, dan pejabat intelijen Sri Lanka.
Menurut HRW, para korban saat ini hidup sebagai pencari suaka. Sebagian besar dari mereka sedang dalam upaya untuk bisa masuk ke Inggris. “Begitu mereka mengaku sebagai anggota Macan Tamil, pada umumnya aksi pelecehan berhenti. Dan, setelah membayar suap, mereka pun diizinkan melarikan diri,” sebut laporan HRW, seperti dikutip dari Reuters.
"Kami menemukan pemerkosaan yang tak hanya digunakan untuk mengamankan semacam pengakuan, tetapi juga sebagai alat politik untuk menghukum orang," ujar Meenakshi Ganguly, Direktur HRW untuk kawasan Asia Selatan dalam sebuah konferensi pers di New Delhi, India.
"Mereka adalah orang-orang yang punya hubungan dengan Macan Tamil, yang dipaksa untuk menandatangani pengakuan dan kemudian tindakan perkosaan akan berhenti," lanjut Gangguly. Menurutnya, pelecehan seksual hanya salah satu bentuk penyiksaan. "Mereka juga disiksa, disundut dengan rokok dan digantung terbalik," tambahnya.
Laporan HRW ini dibantah oleh Duta Besar Sri Lanka untuk India, Prasad Kariyawasam. Menurutnya, tidak ada bukti kuat yang menunjukan adanya penyiksaan yang disebutkan oleh HRW terjadi pada kurun 2006 hingga 2012 itu.
“Kesaksian 41 perempuan, 31 laki-laki, dan 3 anak laki-laki itu cenderung dibuat oleh kebutuhan ekonomi pengungsi yang butuh cerita bagus untuk mendapatkan suaka. Sampai kita melakukan penyelidikan yang tepat, kita harus percaya bahwa semua cerita ini demi mendapatkan suaka atau status pengungsi di negara maju," kata Kariyawasam pada Reuters.
(esn)