Kongres AS sahkan UU Cyber
A
A
A
Sindonews.com - Kongres Amerika Serikat (AS) mengesahkan Undang-Undang (UU) Cyber di tengah ancaman veto Presiden AS, Barack Obama.
Badan intelejen dunia maya AS, The Cyber Intelligence Sharing and Protection Act (Cispa), mengatakan dengan UU Cyber ini pemerintah mampu mengakses data pribadi pengguna web yang diduga mengancam lewat dunia maya. UU itu juga mempermudah sharing informasi badan keamanan dan perusahaan pribadi.
Sebanyak 168 dari 248 orang anggota kongres setuju dengan transparasi data penguna internet. Di samping itu, anggota senat juga sedang mempertimbangkan UU Keamanan Cyber. Namun, Cispa belum belum menjadwalkan rencana voting.
Walaupun UU tersebut telah disahkan oleh kongres, pada Rabu, 25 April lalu. Obama mengatakan jika UU Cyber tersebut sampai di mejanya, maka ia akan memveto UU tersebut. Pemerintah akan mencabut UU Cyber. "Privasi, kerahasiaan, dan perlindungan kebebasan sipil adalah ketentuan penting dari UU Elektronik,"ungkap Obama
Di sisi lain, kelompok pengacara prihatin dengan UU Transparansi Cyber, mereka menilai pertukaran informasi justru rentan akan ancaman hacker. Sejumlah kelompok pribadi juga menolak UU Cyber. , "Seperti yang telah kita lihat sebelumnya, sekali pemerintah mendapatkan otoritas keamanan dalam skala luas, maka hal tersebut tidak dapat diubah," kata Michelle Richardson dari American Civil Liberties Union seperti diberitakan dalam BBC.co.uk, Jumat (27/4/2012). "Karena itu, kami meminta anggota senat agar tidak meloloskan UU mengerikan ini," tegas Richardson.
Namun, ada juga kelompok yang mendukung UU Cyber tersebut. Menurut meraka, UU ini akan membuat membuat dunia maya lebih aman dan perekonomian menjadi lebih aman. Sejumlah indutri teknologi besar, mereka dan sejumlah aktifis telah mengritik UU Pembajakan sebelumnya, Stop Online Piracy Act (Sopa) yang gagal melindungi aksi pembajakan dunia maya.
Facebook, AT&T, Intel, Verizon, dan Microsoft dan 800 perusahaan besar di AS nampaknya akan mendukung UU Cyber ini. ‘’Tidak akan bersifat memaksa Facebook untuk membagikan data pribadi pelanggannya kepada siapa pun," ungkap Wakil Kepala Staf Gedung Putih, Joel Kaplan.
Badan intelejen dunia maya AS, The Cyber Intelligence Sharing and Protection Act (Cispa), mengatakan dengan UU Cyber ini pemerintah mampu mengakses data pribadi pengguna web yang diduga mengancam lewat dunia maya. UU itu juga mempermudah sharing informasi badan keamanan dan perusahaan pribadi.
Sebanyak 168 dari 248 orang anggota kongres setuju dengan transparasi data penguna internet. Di samping itu, anggota senat juga sedang mempertimbangkan UU Keamanan Cyber. Namun, Cispa belum belum menjadwalkan rencana voting.
Walaupun UU tersebut telah disahkan oleh kongres, pada Rabu, 25 April lalu. Obama mengatakan jika UU Cyber tersebut sampai di mejanya, maka ia akan memveto UU tersebut. Pemerintah akan mencabut UU Cyber. "Privasi, kerahasiaan, dan perlindungan kebebasan sipil adalah ketentuan penting dari UU Elektronik,"ungkap Obama
Di sisi lain, kelompok pengacara prihatin dengan UU Transparansi Cyber, mereka menilai pertukaran informasi justru rentan akan ancaman hacker. Sejumlah kelompok pribadi juga menolak UU Cyber. , "Seperti yang telah kita lihat sebelumnya, sekali pemerintah mendapatkan otoritas keamanan dalam skala luas, maka hal tersebut tidak dapat diubah," kata Michelle Richardson dari American Civil Liberties Union seperti diberitakan dalam BBC.co.uk, Jumat (27/4/2012). "Karena itu, kami meminta anggota senat agar tidak meloloskan UU mengerikan ini," tegas Richardson.
Namun, ada juga kelompok yang mendukung UU Cyber tersebut. Menurut meraka, UU ini akan membuat membuat dunia maya lebih aman dan perekonomian menjadi lebih aman. Sejumlah indutri teknologi besar, mereka dan sejumlah aktifis telah mengritik UU Pembajakan sebelumnya, Stop Online Piracy Act (Sopa) yang gagal melindungi aksi pembajakan dunia maya.
Facebook, AT&T, Intel, Verizon, dan Microsoft dan 800 perusahaan besar di AS nampaknya akan mendukung UU Cyber ini. ‘’Tidak akan bersifat memaksa Facebook untuk membagikan data pribadi pelanggannya kepada siapa pun," ungkap Wakil Kepala Staf Gedung Putih, Joel Kaplan.
()