Pemimpin kudeta Mali akan kembalikan kekuasaan
A
A
A
Sindonews.com - Pemimpin kudeta Mali, kapten Amadou Sanogo, berubah pikiran. Ia akan mengembalikan kekuasaan kepada badan transisi. Ia juga akan mengembalikan konstitusi Mali ke bentuk 1992.
Sanogo berubah sikap setelah mendapat tekanan kuat dari internal dan internasional. Sebelumnya, kelompok pemberontak Tuareg menguasai Mali bagian utara, Kidal dan Gao. Minggu 1 April, mereka juga menguasai wilayah Timbuktu tanpa perlawanan dari pihak militer.
Pihak militer memilih bertahan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa dari pihak sipil. Untuk mengatasi pemberontakan meluas, Sanogo telah mengirimkan utusan militer untuk bernegosiasi agar suku pemberontak Tuareg bersedia melakukan gencatan senjata.
Setelah berhasil menguasai beberapa wilayah, kelompok pemberontak mengeluarkan pernyataan bahwa "Pendudukan Mali telah berakhir". Setelah itu, para pemberontak yang tergabung dalam National Movement for the Liberation of Azawad (MNLA) berkeliling dengan menggunakan truk sambil membawa bendera MNLA.
Kelompok ini ingin mendirikan negara Islam Tuareg. Mereka mengatakan demi kebahagiaan rakyat, wilayah Azawad, istilah yang diberikan untuk Mali bagian Utara, harus diamankan dan dipertahankan. Sanogo tidak akan mengembalikan kekuasaan kepada Presiden Mali, Amadou Toumani Toure.
"Ia akan melakukan konsultasi dengan kekuatan politik di tingkat lokal untuk membentuk sebuah badan transisi. Tujuannya untuk mengatur pengalihan kekuasaan secara damai, mengadakan pemilu yang aman dan bebas tanpa keterlibatan pihak militer", ungkap Sanogo seperti diberitakan dalam BBC.co.uk, Senin (2/4/2012)
Namun, ia tidak memberikan waktu kapan kekuasaan akan dialihkan kepada badan transisi. Sanogo telah melampaui batas waktu ultimatum yang disampaikan Organisasi Negara Afrika Barat (ECOWAS). Pada 30 Maret, ECOWAS men-deadline 72 jam kepada pemimpin kudeta Mali untuk melepaskan kekeasaan atau mendapatkan sanksi.
Menutup perbatasan dan juga membekukan sejumlah aset pemerintah Mali. Mereka juga siap menempatkan pasukan perdamaian di Mali. Selain itu, 15 negara anggota ECOWAS akan menolak akses ke masuk ke bandara internasional masing-masing dan menutup akses bank komersial Mali dengan sejumlah negara di kawasan Afrika Barat yang berbasis di Senegal.
Sanogo berubah sikap setelah mendapat tekanan kuat dari internal dan internasional. Sebelumnya, kelompok pemberontak Tuareg menguasai Mali bagian utara, Kidal dan Gao. Minggu 1 April, mereka juga menguasai wilayah Timbuktu tanpa perlawanan dari pihak militer.
Pihak militer memilih bertahan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa dari pihak sipil. Untuk mengatasi pemberontakan meluas, Sanogo telah mengirimkan utusan militer untuk bernegosiasi agar suku pemberontak Tuareg bersedia melakukan gencatan senjata.
Setelah berhasil menguasai beberapa wilayah, kelompok pemberontak mengeluarkan pernyataan bahwa "Pendudukan Mali telah berakhir". Setelah itu, para pemberontak yang tergabung dalam National Movement for the Liberation of Azawad (MNLA) berkeliling dengan menggunakan truk sambil membawa bendera MNLA.
Kelompok ini ingin mendirikan negara Islam Tuareg. Mereka mengatakan demi kebahagiaan rakyat, wilayah Azawad, istilah yang diberikan untuk Mali bagian Utara, harus diamankan dan dipertahankan. Sanogo tidak akan mengembalikan kekuasaan kepada Presiden Mali, Amadou Toumani Toure.
"Ia akan melakukan konsultasi dengan kekuatan politik di tingkat lokal untuk membentuk sebuah badan transisi. Tujuannya untuk mengatur pengalihan kekuasaan secara damai, mengadakan pemilu yang aman dan bebas tanpa keterlibatan pihak militer", ungkap Sanogo seperti diberitakan dalam BBC.co.uk, Senin (2/4/2012)
Namun, ia tidak memberikan waktu kapan kekuasaan akan dialihkan kepada badan transisi. Sanogo telah melampaui batas waktu ultimatum yang disampaikan Organisasi Negara Afrika Barat (ECOWAS). Pada 30 Maret, ECOWAS men-deadline 72 jam kepada pemimpin kudeta Mali untuk melepaskan kekeasaan atau mendapatkan sanksi.
Menutup perbatasan dan juga membekukan sejumlah aset pemerintah Mali. Mereka juga siap menempatkan pasukan perdamaian di Mali. Selain itu, 15 negara anggota ECOWAS akan menolak akses ke masuk ke bandara internasional masing-masing dan menutup akses bank komersial Mali dengan sejumlah negara di kawasan Afrika Barat yang berbasis di Senegal.
()