Amur, Payung Nuklir di Langit Moskow

Senin, 02 Maret 2020 - 05:00 WIB
Amur, Payung Nuklir...
Amur, Payung Nuklir di Langit Moskow
A A A
MOSKOW - Sistem pertahanan rudal Moskow dan Kawasan Industri Pusat, A-135 “Amur”, muncul 25 tahun silam di gudang senjata tentara Rusia. Amur adalah senjata yang unik, baik berdasarkan tugas maupun kemampuannya.

Senjata ini semacam payung nuklir di atas Ibu Kota Rusia. Pertama, karena Amur melindungi Moskow dari hulu ledak rudal balistik, yang biasanya bermuatan nuklir. Kedua, untuk menetralisasi rudal semacam itu, juga menggunakan senjata nuklir, tetapi dengan jenis yang berbeda.

Melansir RBTH, sistem pertahanan rudal Amur adalah salah satu rahasia militer Rusia yang paling dijaga ketat. Tapi, Kementerian Pertahanan Rusia telah mengumumkan secara resmi bahwa sistem itu memang ada, aktif, dan terus dimodernisasi. Sedangkan informasi lainnya dikumpulkan dari sumber-sumber terbuka.

Amur diektahui lahir semasa Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat (AS) pada 1970. Pada saat itu, kedua negara adikuasa telah membuat hulu ledak nuklir yang cukup untuk saling menghancurkan satu sama lain, sekaligus seluruh dunia.

Oleh karena itu, Moskow dan Washington membangun sistem pertahanan untuk melindungi diri dari serangan rudal musuh. Namun, ternyata pertahanan rudal secara paradoks meningkatkan risiko perang nuklir.

Sebuah negara dengan pertahanan nuklir memiliki dorongan untuk melancarkan serangan pendahuluan ke gudang senjata nuklir musuh, karena semakin sedikit rudal yang dapat diluncurkan musuh, semakin tinggi efektivitas pertahanan rudal negara itu. Selain itu, sistem pencegatan rudal telah merusak doktrin jaminan saling menghancurkan, yang menjadi rem utama pecahnya Perang Dunia III.

Hasilnya, kedua negara menandatangani perjanjian untuk membatasi sistem pertahanan rudal. Berdasarkan perjanjian tersebut, setiap negara berhak memasang pertahanan rudal hanya dalam satu wilayah dengan cakupan radius 150 kilometer. Soviet, meliputi Moskow dan AS meliputi posisi awal rudal balistik antarbenua di Dakota Utara.

Perjanjian tersebut menimbulkan masalah besar bagi pencipta sistem Amur, karena proyek dari sistem yang sudah ada harus dibatasi dan disesuaikan dengan perjanjian internasional. Meski pada akhirnya, perjanjian itu ditinggalkan oleh AS setelah 20 tahun berdiri.

Amur tidak hanya digunakan untuk menghancurkan target, tetapi juga untuk mendeteksinya. Setelah melepaskan diri dari rudal balistik, hulu ledaknya segera bersembunyi di awan target palsu. Kamuflase semacam itu tidak berfungsi di atmosfer karena hulu ledak berat segera menyusul reflektor antiradar dipol ringan, dan apa yang disebut "bias ledakan nuklir" digunakan untuk mengidentifikasi target sebenarnya di atas atmosfer.

Sederhananya, bahkan jika rudal pencegat pertama tidak mengenai target, ledakan hulu ledaknya mengubah lintasan semua objek di dekatnya. Target palsu ringan tersebar seperti bulu kucing poplar, dan hulu ledak berat hanya bergeser sedikit.

Muatan nuklir Amur sendiri berbeda dari hulu ledak lainnya, karena memiliki blok tambahan isotop berilium. Hasil dari reaksi berantai adalah pelepasan aliran neutron cepat yang merusak rudal musuh. Melewati plutonium hulu ledaknya, neutron menyebabkan reaksi berantai prematur tanpa mencapai masa kritis.

Di AS, fenomena ini disebut "efek pop", yaitu hulu ledak kelas megaton yang meledak seperti petasan. Selain itu, pengoperasian senjata neutron disertai dengan sinar-X yang lembut, tetapi kuat, yang melelehkan cangkang muatan musuh dan menumpahkannya ke atmosfer.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7187 seconds (0.1#10.140)