Irak Kecam Keras Serangan Udara AS
A
A
A
BAGHDAD - Presiden Irak, Barham Salih dilaporkan mengutuk serangan Washington terhadap Kata'ib Hezbollah, yang merupakan bagian dari Unit Mobilisasi Rakyat (PMU) Irak. Serangan udara tersebut setidaknya menewaskan 25 orang dan melukai puluhan orang lainnya.
Salih mengutuk serangan sebagai tidak dapat diterima dan merusak bagi negara. Dia menyebut bahwa serangan itu bertentangan dengan perjanjian keamanan yang ditandatangani antara Baghdad dan Washington.
Sementara itu, juru bicara Panglima Angkatan Bersenjata Irak, Mayor Jenderal Abdul Karim Khalaf mengatakan bahwa Adel Abdul-Mahdi, Perdana Menteri sementara Irak, telah menyuarakan penolakan atas serangan itu dalam sebuah pesan kepada Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Mark Esper.
Abdul-Mahdi, seperti dilansir PressTV pada Senin (30/12/2019), juga dilporkan telah memerintahkan Komando Operasi Gabungan Irak (JOC) untuk tidak mengizinkan operasi udara atau darat terjadi di negara itu tanpa persetujuan pemerintah.
Sebelumnya, Esper mengatakan, serangan yang mereka lancarkan di Irak dan Suriah adalah aksi bela diri. Serangan ini menurut Esper adalah respon atas serangan yang dilancarkan kelompok Kata'ib Hizbullah (KH) terhadap pangkalan militer AS di Irak pekan lalu.
Esper menuturkan, pilihan untuk melakukan serangan udara dibahas dalam pertemuan yang turut dihadiri oleh Presiden AS, Donald Trump. Opsi militer, papar Esper, sejatinya bukan pilihan pertama untuk merespon serangan tersebut.
"Serangan itu berhasil. Pilot dan pesawat kembali ke markas dengan aman. Saya akan menambahkan bahwa dalam diskusi kami dengan presiden, kami membahas beberapa opsi
lain yang tersedia. Saya akan mencatat juga bahwa kami akan mengambil tindakan tambahan yang diperlukan untuk memastikan bahwa kami bertindak membela diri kami sendiri dan kami mencegah perilaku buruk lebih lanjut dari kelompok-kelompok milisi atau dari Iran," ucapnya.
Salih mengutuk serangan sebagai tidak dapat diterima dan merusak bagi negara. Dia menyebut bahwa serangan itu bertentangan dengan perjanjian keamanan yang ditandatangani antara Baghdad dan Washington.
Sementara itu, juru bicara Panglima Angkatan Bersenjata Irak, Mayor Jenderal Abdul Karim Khalaf mengatakan bahwa Adel Abdul-Mahdi, Perdana Menteri sementara Irak, telah menyuarakan penolakan atas serangan itu dalam sebuah pesan kepada Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Mark Esper.
Abdul-Mahdi, seperti dilansir PressTV pada Senin (30/12/2019), juga dilporkan telah memerintahkan Komando Operasi Gabungan Irak (JOC) untuk tidak mengizinkan operasi udara atau darat terjadi di negara itu tanpa persetujuan pemerintah.
Sebelumnya, Esper mengatakan, serangan yang mereka lancarkan di Irak dan Suriah adalah aksi bela diri. Serangan ini menurut Esper adalah respon atas serangan yang dilancarkan kelompok Kata'ib Hizbullah (KH) terhadap pangkalan militer AS di Irak pekan lalu.
Esper menuturkan, pilihan untuk melakukan serangan udara dibahas dalam pertemuan yang turut dihadiri oleh Presiden AS, Donald Trump. Opsi militer, papar Esper, sejatinya bukan pilihan pertama untuk merespon serangan tersebut.
"Serangan itu berhasil. Pilot dan pesawat kembali ke markas dengan aman. Saya akan menambahkan bahwa dalam diskusi kami dengan presiden, kami membahas beberapa opsi
lain yang tersedia. Saya akan mencatat juga bahwa kami akan mengambil tindakan tambahan yang diperlukan untuk memastikan bahwa kami bertindak membela diri kami sendiri dan kami mencegah perilaku buruk lebih lanjut dari kelompok-kelompok milisi atau dari Iran," ucapnya.
(esn)