14 Tewas dalam Demo Anti UU Kewarganegaraan, Modi Kumpulkan Para Menteri
A
A
A
NEW DELHI - Lima pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan terbaru antara polisi dan demonstran di India. Ini menjadikan jumlah korban tewas akibat kerusuhan yang dipicu oleh undang-undang kewarganegaraan yang dianggap anti Muslim menjadi 14 orang.
Korban tewas terbaru terjadi di negara bagian Uttar Pradesh bagian utara. Sebelumnya tiga orang tewas pada Kamis lalu ketika polisi menembaki pengunjuk rasa di utara Lucknow dan kota-kota Mangalore selatan.
"Empat dari demonstran, dua dari distrik Meerut dan dua dari distrik tetangga Muzaffarnaga, tewas pada Jumat karena luka tembak," kata kepala petugas medis Meerut, Rajkumar, seperti dikutip dari AFP, Sabtu (21/12/2019).
Ia menambahkan bahwa lima petugas polisi, termasuk tiga dengan luka tembak, sedang dirawat di rumah sakit.
Sementara itu seorang juru bicara kepolisian mengkonfirmasi satu orang telah tewas dan setidaknya satu orang lainnya teluka selama aksi protes di kota Firozabad. Namun, penyebab kematian belum diketahui.
Terkait dengan kondisi tersebut Perdana Menteri India Narendra Modi mengadakan pertemuan dengan dewan menterinya untuk membahas keamanan. Aksi perlawanan terhadap amandemen undang-undang kewarganegaan yang dianggap Anti Muslim ini adalah yang terkuat sejak ia pertama kali terpilih pada tahun 2014 lalu.
"PM telah menyerukan pertemuan penuh serikat dewan menteri untuk menilai situasi yang ada karena aksi protes dengan kekerasan di banyak negara bagian terhadap amandemen undang-undang kewarganegaraan," kata seorang pejabat senior India kepada Reuters yang meminta namanya tidak disebutkan.
Aksi protes terhadap undang-undang baru itu sendiri terus berlanjut pada Sabtu ini meskipun pemerintah India menggunakan jam malam dan peraturan ketat untuk menghentikan protes.
Amandemen undang-undang kewarganegaraan India telah memicu kekhawatian Perdana Menteri Narendra Modi ingin membentuk kembali India sebagai negara Hindu. Modi sendiri membantah tudingan tersebut.
UU baru itu memudahkan warga minoritas non-Muslim dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan yang menetap di India sebelum 2015 untuk mendapat kewarganegaraan India. Namun aturan itu tidak berlaku bagi Muslim dari tiga negara itu.
Pengunjuk rasa menganggap UU itu diskriminatif dan melanggar konstitusi sekuler India.
Korban tewas terbaru terjadi di negara bagian Uttar Pradesh bagian utara. Sebelumnya tiga orang tewas pada Kamis lalu ketika polisi menembaki pengunjuk rasa di utara Lucknow dan kota-kota Mangalore selatan.
"Empat dari demonstran, dua dari distrik Meerut dan dua dari distrik tetangga Muzaffarnaga, tewas pada Jumat karena luka tembak," kata kepala petugas medis Meerut, Rajkumar, seperti dikutip dari AFP, Sabtu (21/12/2019).
Ia menambahkan bahwa lima petugas polisi, termasuk tiga dengan luka tembak, sedang dirawat di rumah sakit.
Sementara itu seorang juru bicara kepolisian mengkonfirmasi satu orang telah tewas dan setidaknya satu orang lainnya teluka selama aksi protes di kota Firozabad. Namun, penyebab kematian belum diketahui.
Terkait dengan kondisi tersebut Perdana Menteri India Narendra Modi mengadakan pertemuan dengan dewan menterinya untuk membahas keamanan. Aksi perlawanan terhadap amandemen undang-undang kewarganegaan yang dianggap Anti Muslim ini adalah yang terkuat sejak ia pertama kali terpilih pada tahun 2014 lalu.
"PM telah menyerukan pertemuan penuh serikat dewan menteri untuk menilai situasi yang ada karena aksi protes dengan kekerasan di banyak negara bagian terhadap amandemen undang-undang kewarganegaraan," kata seorang pejabat senior India kepada Reuters yang meminta namanya tidak disebutkan.
Aksi protes terhadap undang-undang baru itu sendiri terus berlanjut pada Sabtu ini meskipun pemerintah India menggunakan jam malam dan peraturan ketat untuk menghentikan protes.
Amandemen undang-undang kewarganegaraan India telah memicu kekhawatian Perdana Menteri Narendra Modi ingin membentuk kembali India sebagai negara Hindu. Modi sendiri membantah tudingan tersebut.
UU baru itu memudahkan warga minoritas non-Muslim dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan yang menetap di India sebelum 2015 untuk mendapat kewarganegaraan India. Namun aturan itu tidak berlaku bagi Muslim dari tiga negara itu.
Pengunjuk rasa menganggap UU itu diskriminatif dan melanggar konstitusi sekuler India.
(ian)