Demonstran Ekuador Tawan dan Pajang Para Perwira Polisi
A
A
A
QUITO - Pada umumnya, petugas polisi menahan para demonstran anti-pemerintah dalam setiap unjuk rasa yang berujung rusuh. Namun, di Ekuador justru pengunjuk rasa anti-pemerintah yang menawan para perwira polisi dan memamerkannya.
Para perwira polisi yang ditawan dipamerkan di ibu kota Ekuador, Quito, hari Kamis waktu setempat atau lebih dari seminggu setelah negara itu jatuh ke dalam kerusuhan mematikan menyusul kenaikan harga bahan bakar dan langkah-langkah penghematan lainnya.
Para perwira dipamerkan di sebuah pusat kebudayaan di Quito, tempat para pemrotes berasal. Seorang perwira dipaksa mengibarkan bendera Ekuador di atas bahunya dan mengenakan topi yang dikenakan oleh beberapa orang pribumi. Ada juga seorang perwira wanita yang terlihat menyeka air mata dari wajahnya.
Mereka semua dipaksa melepas sepatu di depan ratusan demonstran dan diperiksa oleh petugas medis.
"Dengan darah saudara-saudara kita, kita tidak akan bernegosiasi," kata pemimpin adat Jaime Vargas saat berpidato di depan orang banyak, seperti dikutip Fox News, Jumat (11/10/2019).
Pemerintah telah menawarkan bantuan pertanian dan insentif lain untuk kelompok adat dengan harapan mengakhiri krisis. Sebagai tanggapan, Vargas menuduh anggota parlemen menipu dan mengabaikan orang miskin di negara itu.
Negara ini sedang dilanda kerusuhan, penjarahan, perusakan dan bentrokan antara demonstran anti-pemerintah dengan petugas polisi yang telah menewaskan lima orang, termasuk seorang pemimpin adat. Kantor Presiden Lenin Moreno membantah angka kematian itu, dengan mengatakan hanya dua orang yang tewas.
Dalam aksi kerusuhan lainnya, para demonstran telah memblokir jalan raya dan sebagian industri minyak negara telah ditangguhkan operasionalnya.
Pada hari Senin, massa masuk ke kantor jenderal pengawas keuangan dan merusak gedung Majelis Nasional atau Parlemen. Beberapa anggota parlemen menggambarkannya sebagai upaya untuk mengambil alih parlemen.
Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya penghapusan subsidi bahan bakar, yang merupakan bagian dari kebijakan terkait paket pinjaman USD4,2 miliar Dana Moneter Internasional (IMF).
Kelompok-kelompok pribumi menentang rencana itu, dengan mengatakan kebijakan itu akan memperdalam ketimpangan ekonomi. Namun, IMF mengatakan kebijakan itu akan menghasilkan lapangan kerja.
Presiden Lenin Moreno mengatakan subsidi bahan bakar telah sangat merugikan negara dalam beberapa tahun terakhir dan dia mendorong langkah untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Langkah dramatis pemerintah Moreno yang ditentang publik adalah mengakhiri subsidi lebih dari dua kali lipat harga diesel dan menaikkan harga bensin dalam tempo semalam.
Masalah ekonomi di Ekuador berasal dari hutang publik yang tinggi yang diwarisi oleh Moreno dari pemerintahan Presiden sayap kiri Rafael Correa yang berkuasa dari 2007 hingga 2017.
Para perwira polisi yang ditawan dipamerkan di ibu kota Ekuador, Quito, hari Kamis waktu setempat atau lebih dari seminggu setelah negara itu jatuh ke dalam kerusuhan mematikan menyusul kenaikan harga bahan bakar dan langkah-langkah penghematan lainnya.
Para perwira dipamerkan di sebuah pusat kebudayaan di Quito, tempat para pemrotes berasal. Seorang perwira dipaksa mengibarkan bendera Ekuador di atas bahunya dan mengenakan topi yang dikenakan oleh beberapa orang pribumi. Ada juga seorang perwira wanita yang terlihat menyeka air mata dari wajahnya.
Mereka semua dipaksa melepas sepatu di depan ratusan demonstran dan diperiksa oleh petugas medis.
"Dengan darah saudara-saudara kita, kita tidak akan bernegosiasi," kata pemimpin adat Jaime Vargas saat berpidato di depan orang banyak, seperti dikutip Fox News, Jumat (11/10/2019).
Pemerintah telah menawarkan bantuan pertanian dan insentif lain untuk kelompok adat dengan harapan mengakhiri krisis. Sebagai tanggapan, Vargas menuduh anggota parlemen menipu dan mengabaikan orang miskin di negara itu.
Negara ini sedang dilanda kerusuhan, penjarahan, perusakan dan bentrokan antara demonstran anti-pemerintah dengan petugas polisi yang telah menewaskan lima orang, termasuk seorang pemimpin adat. Kantor Presiden Lenin Moreno membantah angka kematian itu, dengan mengatakan hanya dua orang yang tewas.
Dalam aksi kerusuhan lainnya, para demonstran telah memblokir jalan raya dan sebagian industri minyak negara telah ditangguhkan operasionalnya.
Pada hari Senin, massa masuk ke kantor jenderal pengawas keuangan dan merusak gedung Majelis Nasional atau Parlemen. Beberapa anggota parlemen menggambarkannya sebagai upaya untuk mengambil alih parlemen.
Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya penghapusan subsidi bahan bakar, yang merupakan bagian dari kebijakan terkait paket pinjaman USD4,2 miliar Dana Moneter Internasional (IMF).
Kelompok-kelompok pribumi menentang rencana itu, dengan mengatakan kebijakan itu akan memperdalam ketimpangan ekonomi. Namun, IMF mengatakan kebijakan itu akan menghasilkan lapangan kerja.
Presiden Lenin Moreno mengatakan subsidi bahan bakar telah sangat merugikan negara dalam beberapa tahun terakhir dan dia mendorong langkah untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Langkah dramatis pemerintah Moreno yang ditentang publik adalah mengakhiri subsidi lebih dari dua kali lipat harga diesel dan menaikkan harga bensin dalam tempo semalam.
Masalah ekonomi di Ekuador berasal dari hutang publik yang tinggi yang diwarisi oleh Moreno dari pemerintahan Presiden sayap kiri Rafael Correa yang berkuasa dari 2007 hingga 2017.
(mas)