Kejam, Orangutan Kalimatan Ditembak 130 Kali dan Disabet Parang
A
A
A
JAKARTA - Seorang dokter hewan Inggris berjuang mati-matian untuk menyelamatkan orangutan yang telah ditembak 130 kali dan disabet dengan parang di Kalimantan.
Paul Ramos, dari Stratford Upon Avon, berada di Kalimantan untuk melihat penderitaan hewan-hewan yang terancam punah. Dia bekerja dengan badan amal tersebut untuk menyelamatkan mereka.
Kanto berita BBC melaporkan, Ramos awalnya bertemu dengan orangutan muda yang telah diserang secara brutal di dekat perkebunan kelapa sawit. Orangutan jantan berusia lima tahun itu sangat kurus sehingga dokter hewan awalnya mengira satwa itu betina.
Mamalia tersebut ditemukan menempel pada cabang pohon, dan ketika dia dibawa untuk dirawat, diketahui bahwa satwa itu telah ditembak 130 kali dan diserang dengan parang.
Terlepas dari upaya Paul dan polisi hutan setempat, orangutan muda menyerah pada luka-lukanya.
Ramos mengatakan insiden itu sangat memilukan. "Apa yang terjadi pada malam khusus itu mengubah hidup saya," katanya kepada BBC, yang dilansir Mirror, Senin (23/9/2019).
"Kami mendapat telepon dari penjaga taman. Ada orangutan yang terluka ditemukan di luar perkebunan kelapa sawit," ujarnya. "Jelas sudah sekarat dan kita mungkin sudah terlambat," katanya.
"Pada malam itu saya melihat hal-hal mengerikan yang mampu (manusia) lakukan, tetapi pada saat yang sama saya melihat orang-orang luar biasa melakukan hal-hal luar biasa untuk menyelamatkan hewan-hewan yang luar biasa ini," katanya.
"Ini adalah hewan dengan emosi, sejarah dan keluarga," paparnya.
Angka-angka baru yang mengkhawatirkan menunjukkan bahwa populasi orangutan turun 25 setiap hari. Menurut data World Wildlife Fund, satu abad yang lalu ada lebih dari 230.000 orangutan yang tinggal di seluruh Asia Tenggara.
Saat ini, jumlah itu menyusut menjadi 41.000 di Kalimantan dan 7.500 di Sumatra. Di kedua pulau itulah, satwa yang terancam punah itu masih dapat ditemukan.
Mereka tetap berada di bawah ancaman konstan karena petak besar hutan hujan tropis telah dirampas untuk lahan pertanian, perkebunan kelapa sawit dan pembangunan kota.
Minyak kelapa sawit digunakan dalam berbagai produk, seperti produk makanan mulai dari es krim, pizza, roti hingga cokelat, serta produk kosmetik, detergen, dan biofuel.
Tetapi sebelum perkebunan dibuka, kebakaran hutan biasanya muncul. Ketika pembakaran hutan terjadi, satwa orangutan yang terjebak terancam mati.
Paul Ramos, dari Stratford Upon Avon, berada di Kalimantan untuk melihat penderitaan hewan-hewan yang terancam punah. Dia bekerja dengan badan amal tersebut untuk menyelamatkan mereka.
Kanto berita BBC melaporkan, Ramos awalnya bertemu dengan orangutan muda yang telah diserang secara brutal di dekat perkebunan kelapa sawit. Orangutan jantan berusia lima tahun itu sangat kurus sehingga dokter hewan awalnya mengira satwa itu betina.
Mamalia tersebut ditemukan menempel pada cabang pohon, dan ketika dia dibawa untuk dirawat, diketahui bahwa satwa itu telah ditembak 130 kali dan diserang dengan parang.
Terlepas dari upaya Paul dan polisi hutan setempat, orangutan muda menyerah pada luka-lukanya.
Ramos mengatakan insiden itu sangat memilukan. "Apa yang terjadi pada malam khusus itu mengubah hidup saya," katanya kepada BBC, yang dilansir Mirror, Senin (23/9/2019).
"Kami mendapat telepon dari penjaga taman. Ada orangutan yang terluka ditemukan di luar perkebunan kelapa sawit," ujarnya. "Jelas sudah sekarat dan kita mungkin sudah terlambat," katanya.
"Pada malam itu saya melihat hal-hal mengerikan yang mampu (manusia) lakukan, tetapi pada saat yang sama saya melihat orang-orang luar biasa melakukan hal-hal luar biasa untuk menyelamatkan hewan-hewan yang luar biasa ini," katanya.
"Ini adalah hewan dengan emosi, sejarah dan keluarga," paparnya.
Angka-angka baru yang mengkhawatirkan menunjukkan bahwa populasi orangutan turun 25 setiap hari. Menurut data World Wildlife Fund, satu abad yang lalu ada lebih dari 230.000 orangutan yang tinggal di seluruh Asia Tenggara.
Saat ini, jumlah itu menyusut menjadi 41.000 di Kalimantan dan 7.500 di Sumatra. Di kedua pulau itulah, satwa yang terancam punah itu masih dapat ditemukan.
Mereka tetap berada di bawah ancaman konstan karena petak besar hutan hujan tropis telah dirampas untuk lahan pertanian, perkebunan kelapa sawit dan pembangunan kota.
Minyak kelapa sawit digunakan dalam berbagai produk, seperti produk makanan mulai dari es krim, pizza, roti hingga cokelat, serta produk kosmetik, detergen, dan biofuel.
Tetapi sebelum perkebunan dibuka, kebakaran hutan biasanya muncul. Ketika pembakaran hutan terjadi, satwa orangutan yang terjebak terancam mati.
(mas)