Trump Dilaporkan Ingin Beli Greenland, Pulau Terbesar di Dunia
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilaporkan tertarik untuk membeli membeli Greenland, pulau terbesar di dunia.
Menurut laporan Wall Street Journal (WSJ) pada hari Kamis (15/8/2019), Trump telah berulang kali melayangkan ide itu di antara para penasihatnya, dengan berbagai tingkat keseriusan.
"Dalam pertemuan, saat makan malam, dan dalam percakapan, Trump telah meminta penasihat apakah AS dapat memperoleh Greenland, mendengarkan dengan penuh minat ketika mereka membahas sumber daya yang melimpah dan kepentingan geopolitik, dan, menurut dua orang, telah meminta penasihat Gedung Putih untuk melihat ide itu," tulis WSJ.
Menurut laporan itu, beberapa penasihat Trump mendukung gagasan pembelian Greenland. Namun, ada yang menolaknya dengan alasan pulau terbesar di dunia itu hanya pesona sesaat yang tidak akan pernah membuahkan hasil.
Meskipun merupakan daratan yang sangat besar dengan hak otonom dan terletak lebih dekat dengan Amerika Utara daripada dengan Eropa, Greenland sebenarnya merupakan wilayah otonom di dalam Kerajaan Denmark.
Pulau itu memiliki populasi yang sangat kecil, yakni sekitar 56.000 orang. Sedangkan total populasi Denmark adalah 5,9 juta jiwa. Dengan gambaran seperti itu, Trump harus bernegosiasi dengan Denmark jika dia memutuskan untuk mewujudkan ketetarikannya terhadap Greenland.
Meski gagasan itu kelihatannya liar, ada alasan kuat bagi presiden AS untuk mendapatkan pulau tersebut. Greenland adalah rumah bagi sejumlah besar sumber daya alam, termasuk yang setara dengan 50 miliar barel minyak—yang menurut laporan Financial Times 2011 dan Survei Geologi AS 2008 mencakup gas alam.
Selain itu, 10 persen dari air tawar dunia terkandung dalam tutup esnya yang sangat besar. Tetapi yang paling penting, di bawah es itu terdapat cadangan yang sangat besar dari apa yang disebut "logam tanah jarang"—sumber daya penting untuk setiap industri teknologi tinggi, mulai dari ponsel hingga jet tempur.
Sekitar 90 persen "logam tanah jarang" yang langka di planet ini sekarang dikendalikan oleh China, yang memberikan kontribusi besar bagi sebagian besar ponsel dunia yang diproduksi di sana. Sumber daya alam yang langka itulah yang selama ini jadi "senjata" Beijing dalam perang dagang dengan Washington.
Tak hanya itu, Greenland berpotensi memberikan keuntungan strategis yang signifikan bagi AS, karena akan sangat meningkatkan kehadiran pasukan AS di Kutub Utara dan, pada tingkat tertentu, di Atlantik juga.
Mempertimbangkan faktor-faktor ini, tidaklah mengejutkan bahwa mantan Presiden AS Harry Truman pernah berusaha membeli Greenland seharga USD100 juta dalam bentuk emas pada tahun 1946.
Menurut Business Insider, pada saat itu, baik militer maupun Kongres AS sepakat bahwa pulau itu lokasi kunci geopolitik dan "kebutuhan militer". Denmark menolak tawaran Truman, sehingga Trump harus mengajukan tawaran yang lebih menarik jika ingin memiliki Greenland.
Baik Gedung Putih, maupun pemerintah Denmark belum bersedia mengomentari laporan ini.
Menurut laporan Wall Street Journal (WSJ) pada hari Kamis (15/8/2019), Trump telah berulang kali melayangkan ide itu di antara para penasihatnya, dengan berbagai tingkat keseriusan.
"Dalam pertemuan, saat makan malam, dan dalam percakapan, Trump telah meminta penasihat apakah AS dapat memperoleh Greenland, mendengarkan dengan penuh minat ketika mereka membahas sumber daya yang melimpah dan kepentingan geopolitik, dan, menurut dua orang, telah meminta penasihat Gedung Putih untuk melihat ide itu," tulis WSJ.
Menurut laporan itu, beberapa penasihat Trump mendukung gagasan pembelian Greenland. Namun, ada yang menolaknya dengan alasan pulau terbesar di dunia itu hanya pesona sesaat yang tidak akan pernah membuahkan hasil.
Meskipun merupakan daratan yang sangat besar dengan hak otonom dan terletak lebih dekat dengan Amerika Utara daripada dengan Eropa, Greenland sebenarnya merupakan wilayah otonom di dalam Kerajaan Denmark.
Pulau itu memiliki populasi yang sangat kecil, yakni sekitar 56.000 orang. Sedangkan total populasi Denmark adalah 5,9 juta jiwa. Dengan gambaran seperti itu, Trump harus bernegosiasi dengan Denmark jika dia memutuskan untuk mewujudkan ketetarikannya terhadap Greenland.
Meski gagasan itu kelihatannya liar, ada alasan kuat bagi presiden AS untuk mendapatkan pulau tersebut. Greenland adalah rumah bagi sejumlah besar sumber daya alam, termasuk yang setara dengan 50 miliar barel minyak—yang menurut laporan Financial Times 2011 dan Survei Geologi AS 2008 mencakup gas alam.
Selain itu, 10 persen dari air tawar dunia terkandung dalam tutup esnya yang sangat besar. Tetapi yang paling penting, di bawah es itu terdapat cadangan yang sangat besar dari apa yang disebut "logam tanah jarang"—sumber daya penting untuk setiap industri teknologi tinggi, mulai dari ponsel hingga jet tempur.
Sekitar 90 persen "logam tanah jarang" yang langka di planet ini sekarang dikendalikan oleh China, yang memberikan kontribusi besar bagi sebagian besar ponsel dunia yang diproduksi di sana. Sumber daya alam yang langka itulah yang selama ini jadi "senjata" Beijing dalam perang dagang dengan Washington.
Tak hanya itu, Greenland berpotensi memberikan keuntungan strategis yang signifikan bagi AS, karena akan sangat meningkatkan kehadiran pasukan AS di Kutub Utara dan, pada tingkat tertentu, di Atlantik juga.
Mempertimbangkan faktor-faktor ini, tidaklah mengejutkan bahwa mantan Presiden AS Harry Truman pernah berusaha membeli Greenland seharga USD100 juta dalam bentuk emas pada tahun 1946.
Menurut Business Insider, pada saat itu, baik militer maupun Kongres AS sepakat bahwa pulau itu lokasi kunci geopolitik dan "kebutuhan militer". Denmark menolak tawaran Truman, sehingga Trump harus mengajukan tawaran yang lebih menarik jika ingin memiliki Greenland.
Baik Gedung Putih, maupun pemerintah Denmark belum bersedia mengomentari laporan ini.
(mas)