Diserang Wabah Radang Otak, 103 Anak di India Tewas
A
A
A
BIHAR - Sebanyak 103 anak tewas akibat wabah radang otak (encephalitis) di negara bagian Bihar, India. Selain itu, ada 200 pasien berusia di bawah 10 tahun yang masih dirawat di dua rumah sakit. Korban tewas bisa terus bertambah karena masih banyak anak yang dalam perawatan rumah sakit. Pejabat pemerintah menyatakan sebagian besar korban itu meninggal dunia akibat hipoglikemia atau gula darah rendah.
Ribuan anak tewas akibat radang otak atau encephalitis di Bihar dan Uttar Pradesh sejak kasus pertama diketahui pada akhir 1970-an. Pemerintah Bihar mengumumkan akan menanggung biaya perawatan semua pasien yang kini dirawat. “Kami akan memberi semua dukungan pada negara bagian dan keluarga yang terkena dampak,” ungkap pernyataan Pemerintah India dilansir BBC.
Wabah itu bermula sejak Juni saat banyak korban tewas di Kota Muzaffarpur. Penyakit itu biasanya terjadi saat musim hujan dan anak-anak menjadi korban terbanyak. Hingga 2005, para dokter menyatakan mayoritas korban tewas akibat encephalitis Jepang, yakni virus yang disebarkan nyamuk.
Namun pada dekade lalu, anak-anak meninggal akibat bentuk lain virus encephalitis dan penyebab pastinya belum diketahui. Penyakit ini mengakibatkan sakit kepala dan muntah, memicu koma, disfungsi otak, kejang, serta radang jantung dan ginjal. Para dokter menyatakan anak-anak berumur antara enam bulan dan 15 tahun terkena dampak terburuk serta seperlima anak-anak yang selamat harus hidup dengan kondisi saraf lemah.
“Sulit mengatakan dengan pasti apakah anak itu meninggal akibat encephalitis karena di sana ada sejumlah alasan di balik kematian itu. Ini bisa juga karena gizi buruk, kurangnya kadar gula dan sodium, atau ketidakseimbangan elektrolit,” ujar Dr Mala Kaneria. Kaneria menjelaskan, beberapa kematian bisa diakibatkan karena makan buah leci saat perut kosong.
Buah leci mengandung racun yang menghalangi kemampuan tubuh memproduksi glukosa bisa memengaruhi anak kecil yang kadar gula darahnya sudah rendah karena mereka tidak makan malam. Kondisi para pasien anak itu sangat memprihatinkan. Di unit perawatan intensif pediatrik di Rumah Sakit Shri Krishna Medical College anak-anak terdengar menangis.
Babia Devi menangis karena putrinya Munni yang baru berumur lima tahun tergeletak di dalam kamar perawatan khusus. Devi tidak yakin putrinya bisa keluar dari rumah sakit dalam kondisi hidup. “Dokter telah memperkirakan Munni tidak akan hidup. Tapi, saya tidak tahu apa yang terjadi pada Munni. Saya tahu, dia sebelumnya sehat dan riang,” kata Devi.
Devi dan para dokter di sana juga tidak tahu pasti yang terjadi pada Munni. Tim dokter di rumah sakit itu tidak bisa memastikan apakah Munni mengidap virus encephalitis. “Yang saya tahu, dia sangat sehat sehari sebelumnya,” ujar Devi. Devi dan keluarganya segera ke rumah sakit dari desa mereka pada Sabtu (15/6) setelah Munni bangun dengan demam tinggi. “Kondisinya tidak membaik sejak saat itu. Dia tidak membuka matanya sejak kami tiba di rumah sakit,” tutur dia.
Di rumah sakit lain di Muzzaffarpur, suasana suram jelas terlihat. Tamanna Khatoon yang berusia empat tahun tergeletak di unit perawatan intensif di Muzzaffarpur Medical College. Ibunya, Ruby Khatoon, menangis di luar kamar perawatan. “Dalam dua hari terakhir, tak ada anak dari rumah sakit ini yang bisa pulih. Semua anak telah meninggal dunia,” tutur Khatoon.
Khatoon menambahkan, “Apakah saya susah payah membesarkan anak ini hanya untuk melihat dia meninggal seperti ini?” Pada 2012, sebanyak 390 orang, sebagian besar anak-anak meninggal dunia akibat wabah encephalitis di Uttar Pradesh. Lebih dari 2.000 pasien dirawat di rumah sakit.
Pada 2011, lebih dari 460 orang yang sebagian besar anak-anak di India Utara meninggal dunia dalam wabah encephalitis terburuk. Pada 2005, wabah encephalitis Jepang di Gorakhpur, Uttar Pradesh, menewaskan 1.000 orang yang sebagian besar anak-anak. Ini menjadi wabah terburuk sejak 1978. Sementara itu, gelombang panas di Bihar telah menewaskan 184 orang pada musim ini.
Data tersebut dirilis otoritas manajemen bencana Bihar, kemarin. Pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas warga di siang hari untuk mencegah banyaknya korban jiwa. Otoritas juga melarang semua pekerjaan konstruksi dan kegiatan luar ruangan antara pukul 11 siang dan 4 sore.
Ribuan anak tewas akibat radang otak atau encephalitis di Bihar dan Uttar Pradesh sejak kasus pertama diketahui pada akhir 1970-an. Pemerintah Bihar mengumumkan akan menanggung biaya perawatan semua pasien yang kini dirawat. “Kami akan memberi semua dukungan pada negara bagian dan keluarga yang terkena dampak,” ungkap pernyataan Pemerintah India dilansir BBC.
Wabah itu bermula sejak Juni saat banyak korban tewas di Kota Muzaffarpur. Penyakit itu biasanya terjadi saat musim hujan dan anak-anak menjadi korban terbanyak. Hingga 2005, para dokter menyatakan mayoritas korban tewas akibat encephalitis Jepang, yakni virus yang disebarkan nyamuk.
Namun pada dekade lalu, anak-anak meninggal akibat bentuk lain virus encephalitis dan penyebab pastinya belum diketahui. Penyakit ini mengakibatkan sakit kepala dan muntah, memicu koma, disfungsi otak, kejang, serta radang jantung dan ginjal. Para dokter menyatakan anak-anak berumur antara enam bulan dan 15 tahun terkena dampak terburuk serta seperlima anak-anak yang selamat harus hidup dengan kondisi saraf lemah.
“Sulit mengatakan dengan pasti apakah anak itu meninggal akibat encephalitis karena di sana ada sejumlah alasan di balik kematian itu. Ini bisa juga karena gizi buruk, kurangnya kadar gula dan sodium, atau ketidakseimbangan elektrolit,” ujar Dr Mala Kaneria. Kaneria menjelaskan, beberapa kematian bisa diakibatkan karena makan buah leci saat perut kosong.
Buah leci mengandung racun yang menghalangi kemampuan tubuh memproduksi glukosa bisa memengaruhi anak kecil yang kadar gula darahnya sudah rendah karena mereka tidak makan malam. Kondisi para pasien anak itu sangat memprihatinkan. Di unit perawatan intensif pediatrik di Rumah Sakit Shri Krishna Medical College anak-anak terdengar menangis.
Babia Devi menangis karena putrinya Munni yang baru berumur lima tahun tergeletak di dalam kamar perawatan khusus. Devi tidak yakin putrinya bisa keluar dari rumah sakit dalam kondisi hidup. “Dokter telah memperkirakan Munni tidak akan hidup. Tapi, saya tidak tahu apa yang terjadi pada Munni. Saya tahu, dia sebelumnya sehat dan riang,” kata Devi.
Devi dan para dokter di sana juga tidak tahu pasti yang terjadi pada Munni. Tim dokter di rumah sakit itu tidak bisa memastikan apakah Munni mengidap virus encephalitis. “Yang saya tahu, dia sangat sehat sehari sebelumnya,” ujar Devi. Devi dan keluarganya segera ke rumah sakit dari desa mereka pada Sabtu (15/6) setelah Munni bangun dengan demam tinggi. “Kondisinya tidak membaik sejak saat itu. Dia tidak membuka matanya sejak kami tiba di rumah sakit,” tutur dia.
Di rumah sakit lain di Muzzaffarpur, suasana suram jelas terlihat. Tamanna Khatoon yang berusia empat tahun tergeletak di unit perawatan intensif di Muzzaffarpur Medical College. Ibunya, Ruby Khatoon, menangis di luar kamar perawatan. “Dalam dua hari terakhir, tak ada anak dari rumah sakit ini yang bisa pulih. Semua anak telah meninggal dunia,” tutur Khatoon.
Khatoon menambahkan, “Apakah saya susah payah membesarkan anak ini hanya untuk melihat dia meninggal seperti ini?” Pada 2012, sebanyak 390 orang, sebagian besar anak-anak meninggal dunia akibat wabah encephalitis di Uttar Pradesh. Lebih dari 2.000 pasien dirawat di rumah sakit.
Pada 2011, lebih dari 460 orang yang sebagian besar anak-anak di India Utara meninggal dunia dalam wabah encephalitis terburuk. Pada 2005, wabah encephalitis Jepang di Gorakhpur, Uttar Pradesh, menewaskan 1.000 orang yang sebagian besar anak-anak. Ini menjadi wabah terburuk sejak 1978. Sementara itu, gelombang panas di Bihar telah menewaskan 184 orang pada musim ini.
Data tersebut dirilis otoritas manajemen bencana Bihar, kemarin. Pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas warga di siang hari untuk mencegah banyaknya korban jiwa. Otoritas juga melarang semua pekerjaan konstruksi dan kegiatan luar ruangan antara pukul 11 siang dan 4 sore.
(don)