Pemohon Visa AS Kini Wajb Tunjukkan Akun Media Sosial
A
A
A
WASHINGTON - Calon imigran dan pengunjung Amerika Serikat (AS) kini diwajibkan memperlihatkan akun media sosialnya sebagai syarat mendapatkan visa. Aturan baru pemerintah Presiden Donald Trump ini akan memengaruhi sekitar 15 juta orang asing pemohon visa Amerika Serikat setiap tahunnya.
Perubahan aturan itu telah diusulkan sejak Maret 2018 dan kini diberlakukan oleh Departemen Luar Negeri AS.
"Keamanan nasional adalah prioritas utama kami ketika mengadili permohonan visa, dan setiap calon pelancong dan imigran ke Amerika Serikat menjalani pemeriksaan keamanan yang ekstensif," kata departemen dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip ABC.net.au, Senin (3/6/2019).
"Kami terus bekerja untuk menemukan mekanisme guna meningkatkan proses penyaringan kami untuk melindungi warga AS, sambil mendukung perjalanan yang sah ke Amerika Serikat," lanjut departemen tersebut.
Dalam formulir aplikasi visa baru AS terdapat daftar bagi pemohon untuk mencantumkan akun sejumlah platform media sosial termasuk Facebook, Instagram, Twitter, Reddit, YouTube dan Weibo.
Pemohon visa juga diberi opsi untuk memberikan informasi tentang akun media sosial pada platform yang tidak tercantum pada formulir.
Hina Shamsi, direktur American Civil Liberties Union's National Security Project, mengatakan tidak ada bukti pemantauan media sosial yang efektif dan bahwa hal itu dapat memiliki efek "dingin" pada kebebasan berbicara dan mempromosikan sensor diri secara online.
"Upaya untuk mengumpulkan sejumlah besar informasi tentang aktivitas media sosial jutaan pemohon visa adalah satu lagi rencana administrasi Trump yang tidak efektif dan sangat bermasalah," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Ada risiko nyata bahwa pemeriksaan media sosial akan secara tidak adil menargetkan imigran dan pelancong dari negara-negara mayoritas Muslim untuk penolakan visa diskriminatif, tanpa melakukan apa pun untuk melindungi keamanan nasional," lanjut Shamsi.
Pemeriksaan media sosial, email dan nomor telepon sejatinya merupakan cara masa lalu untuk mengidentifikasi pemohon visa bagi individu yang mendapat pengawasan ekstra, seperti orang-orang yang telah melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang dikendalikan oleh organisasi teroris.
Perubahan aturan itu telah diusulkan sejak Maret 2018 dan kini diberlakukan oleh Departemen Luar Negeri AS.
"Keamanan nasional adalah prioritas utama kami ketika mengadili permohonan visa, dan setiap calon pelancong dan imigran ke Amerika Serikat menjalani pemeriksaan keamanan yang ekstensif," kata departemen dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip ABC.net.au, Senin (3/6/2019).
"Kami terus bekerja untuk menemukan mekanisme guna meningkatkan proses penyaringan kami untuk melindungi warga AS, sambil mendukung perjalanan yang sah ke Amerika Serikat," lanjut departemen tersebut.
Dalam formulir aplikasi visa baru AS terdapat daftar bagi pemohon untuk mencantumkan akun sejumlah platform media sosial termasuk Facebook, Instagram, Twitter, Reddit, YouTube dan Weibo.
Pemohon visa juga diberi opsi untuk memberikan informasi tentang akun media sosial pada platform yang tidak tercantum pada formulir.
Hina Shamsi, direktur American Civil Liberties Union's National Security Project, mengatakan tidak ada bukti pemantauan media sosial yang efektif dan bahwa hal itu dapat memiliki efek "dingin" pada kebebasan berbicara dan mempromosikan sensor diri secara online.
"Upaya untuk mengumpulkan sejumlah besar informasi tentang aktivitas media sosial jutaan pemohon visa adalah satu lagi rencana administrasi Trump yang tidak efektif dan sangat bermasalah," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Ada risiko nyata bahwa pemeriksaan media sosial akan secara tidak adil menargetkan imigran dan pelancong dari negara-negara mayoritas Muslim untuk penolakan visa diskriminatif, tanpa melakukan apa pun untuk melindungi keamanan nasional," lanjut Shamsi.
Pemeriksaan media sosial, email dan nomor telepon sejatinya merupakan cara masa lalu untuk mengidentifikasi pemohon visa bagi individu yang mendapat pengawasan ekstra, seperti orang-orang yang telah melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang dikendalikan oleh organisasi teroris.
(mas)