WHO: Transgender Bukan Gangguan Mental

Kamis, 30 Mei 2019 - 10:36 WIB
WHO: Transgender Bukan Gangguan Mental
WHO: Transgender Bukan Gangguan Mental
A A A
JENEWA - Badan kesehatan dunia, WHO, melakukan perubahan besar pada manual diagnosisnya. Salah satunya adalah tidak lagi mendisklasifikasikan transgender sebagai gangguan mental dan perilaku.

Dalam versi terbaru manual diagnosis WHO yang baru disetujui, menempatkan masalah ketidaksesuaian gender atau transgender di bawah bab tentang kesehatan seksual.

Dalam manual terbaru, disebut ICD-11, ketidaksesuaian gender didefinisikan sebagai ketidaksesuaian yang ditandai dan persisten antara gender yang dialami seseorang dan jenis kelamin yang ditugaskan.

Dalam versi sebelumnya - ICD-10 - transgender dianggap sebagai gangguan identitas gender, dalam bab yang berjudul gangguan mental dan perilaku.

"Transgender dikeluarkan dari gangguan kesehatan mental karena kami memiliki pemahaman yang lebih baik bahwa ini sebenarnya bukan kondisi kesehatan mental, dan meninggalkannya di sana menyebabkan stigma," terang Dr Lale Say, seorang ahli kesehatan reproduksi WHO.

"Jadi untuk mengurangi stigma, sementara juga memastikan akses ke intervensi kesehatan yang diperlukan, ini ditempatkan dalam bab yang berbeda," ujarnya seperti dilansir dari BBC, Kamis (30/6/2019).

Menanggapi hal ini, Direktur Hak-hak Lesbi, Gay, Biseksual dan Trangender HRW, Graeme Reide mengatakan, perubahan akan memiliki efek membebaskan pada transgender di seluruh dunia.

"Pemerintah harus segera mereformasi sistem medis dan undang-undang nasional yang mengharuskan diagnosis yang sekarang sudah ketinggalan zaman ini secara resmi," ujarnya.

Sementara itu, sembilan organisasi yang bekerja pada identitas gender mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama: "Kami butuh waktu lama untuk sampai di sini. Sampai beberapa tahun yang lalu, menghapus kategori patologis yang mempengaruhi orang-orang trans dan gender yang beragam dari daftar gangguan mental ICD-10 sepertinya mustahil."

"Hari ini, kita tahu bahwa depathologisation penuh dapat dicapai dan akan dicapai dalam hidup kita," sambung pernyataan itu.

Pernyataan itu menambahkan: "Meskipun penempatan dalam bab ini adalah peningkatan, itu tidak berarti sempurna. Misalnya, agak reduktif untuk mendefinisikan kesehatan trans yang hanya terkait dengan kesehatan seksual."

Di beberapa negara, termasuk Jepang, individu memerlukan diagnosis kesehatan mental untuk membuat perubahan yang diakui secara hukum bagi jenis kelamin mereka.

Semua negara memiliki waktu hingga Januari 2022 untuk menerapkan perubahan tersebut.

Perubahan pada manual diagnostik pertama kali diumumkan tahun lalu dan disetujui di Majelis Kesehatan Dunia Sabtu lalu.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3674 seconds (0.1#10.140)