Diperintahkan Bebaskan Kapal dan Pelaut Ukraina, Ini Jawaban Rusia
A
A
A
MOSKOW - Kementerian Luar Negeri Rusia mengomentari keputusan Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut (ITLOS) yang mewajibkan Moskow untuk membebaskan para pelaut Ukraina. Pihak Rusia menyatakan bahwa kemungkinan untuk menerapkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 untuk menyelesaikan insiden di Selat Kerch tidak mungkin.
"Sebagaimana pihak Rusia telah berulang kali nyatakan, pernyataan yang dibuat oleh Rusia dan Ukraina, ketika menandatangani dan meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, mengecualikan kemungkinan menggunakan prosedur penyelesaian sengketa Konvensi mengenai insiden 25 November 2018 di Selat Kerch," Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (26/5/2019).
Sebelumnya, pihak Rusia memberi tahu ITLOS bahwa mereka tidak akan ambil bagian dalam persidangan, karena pengadilan ini tidak memiliki yurisdiksi untuk mempertimbangkan Ukraina sehubungan dengan insiden Selat Kerch, ketika tiga kapal dari Angkatan Laut Ukraina melintasi perbatasan Rusia.
Pada 25 November, kapal perang Berdyansk dan Nikopol Ukraina, dan kapal tugboat Yany Kapu secara ilegal melintasi perbatasan laut Rusia ketika mereka berlayar menuju Selat Kerch, pintu masuk ke Laut Azov. Rusia menyita kapal-kapal Ukraina dan menahan anggota awak setelah mereka gagal menanggapi permintaan untuk berhenti. Setelah insiden itu, sebuah kasus kriminal tentang penyeberangan perbatasan dibuka di Rusia.
Moskow telah berulang kali mengecam upaya Kiev untuk menggambarkan para pelaut yang ditahan sebagai tawanan perang, menekankan bahwa mereka menghadapi tuntutan pidana. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa insiden itu adalah provokasi yang dipersiapkan sebelumnya sebagai alasan untuk menyatakan darurat militer di Ukraina, yang diumumkan setelah insiden itu dan berlangsung selama sebulan. Putin mengatakan provokasi itu mungkin terkait dengan peringkat rendah persetujuan mantan pemimpin Ukraina Petro Poroshenko sebelum pemilihan presiden.
"Sebagaimana pihak Rusia telah berulang kali nyatakan, pernyataan yang dibuat oleh Rusia dan Ukraina, ketika menandatangani dan meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, mengecualikan kemungkinan menggunakan prosedur penyelesaian sengketa Konvensi mengenai insiden 25 November 2018 di Selat Kerch," Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (26/5/2019).
Sebelumnya, pihak Rusia memberi tahu ITLOS bahwa mereka tidak akan ambil bagian dalam persidangan, karena pengadilan ini tidak memiliki yurisdiksi untuk mempertimbangkan Ukraina sehubungan dengan insiden Selat Kerch, ketika tiga kapal dari Angkatan Laut Ukraina melintasi perbatasan Rusia.
Pada 25 November, kapal perang Berdyansk dan Nikopol Ukraina, dan kapal tugboat Yany Kapu secara ilegal melintasi perbatasan laut Rusia ketika mereka berlayar menuju Selat Kerch, pintu masuk ke Laut Azov. Rusia menyita kapal-kapal Ukraina dan menahan anggota awak setelah mereka gagal menanggapi permintaan untuk berhenti. Setelah insiden itu, sebuah kasus kriminal tentang penyeberangan perbatasan dibuka di Rusia.
Moskow telah berulang kali mengecam upaya Kiev untuk menggambarkan para pelaut yang ditahan sebagai tawanan perang, menekankan bahwa mereka menghadapi tuntutan pidana. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa insiden itu adalah provokasi yang dipersiapkan sebelumnya sebagai alasan untuk menyatakan darurat militer di Ukraina, yang diumumkan setelah insiden itu dan berlangsung selama sebulan. Putin mengatakan provokasi itu mungkin terkait dengan peringkat rendah persetujuan mantan pemimpin Ukraina Petro Poroshenko sebelum pemilihan presiden.
(ian)