Meteorit Ancaman Nnyata Bumi, NASA Ingatkan Pentingnya Mitigasi
A
A
A
WASHINGTON - Bintang jatuh merupakan fenomena yang umum terjadi. Namun, tidak semua meteorit atau asteroid habis terbakar selama memasuki atmosfer bumi. Jika itu terjadi, bukan tidak mungkin akan menimbulkan bencana.
Atas ancaman itulah, Badan Penerbangan dan Antariksa (NASA) dari Amerika Serikat (AS) berulangkali memperingatkan pentingnya memitigasi bencana jatuhnya meteorit atau asteroid. Lembaga tersebut bahkan menyatakan meteor merupakan ancaman nyata terhadap kelangsungan hidup di bumi.
Peringatan ini bukan isapan jempol. Pada 2013 bongkahan batu luar angkasa berukuran 17-20 meter dan berbobot 11.000 ton menabrak bumi dan meledak di Rusia hingga melukai 1.500 orang. Ledakannya dahsyat dan 26-33 lebih besar dibanding ledakan nuklir di Hiroshima. Gelombangnya bahkan membuat alarm stasiun pengawas di Antartika berdering. Peristiwa ini diperkirakan terjadi setiap 60 tahun sekali.
“Ancaman ini nyata. Peristiwa ini bukan seperti di film Hollywood. Kita harus melindungi planet bumi yang menjadi satu-satunya planet yang dapat dihuni manusia,” ujar Administrator NASA Jim Bridenstine dalam Konferensi Pertahanan Planet di Washington DC, AS, awal pekan ini.
NASA tidak pernah berhenti melakukan penelitian mengenai cara menghentikan, menghindari, atau meminimalisasi dampak jatuhnya meteorit atau asteroid. Bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Federal (FEMA), NASA pernah merilis dokumen 18 halaman berjudul Rencana dan Strategi Penanganan Objek di Dekat Bumi.
“Dampak jatuhnya meteorit atau asteroid merupakan salah satu skenario yang perlu kita persiapkan. Kemungkinannya memang kecil, tapi konsekuensinya besar,” ujar Kepala Cabang Koordinasi Nasional FEMA Leviticus Lewis. Antisipasi dampak meteorit atau asteroid dimulai dengan peningkatan akurasi ramalan meteor.
NASA memiliki lima tahapan rencana dalam memitigasi dampak meteorit atau asteroid. Pertama, NASA perlu meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi, melacak, dan menganalisis meteorit atau asteroid yang berada di dekat bumi. Hal itu untuk mengurangi kepanikan dan membuat otoritas terkait bertindak lebih efektif.
NASA mendukung sejumlah observasi yang dilakukan dari bumi untuk memindai langit. Salah satunya Cataline Sky Survey di Tucson; Pan-STARRS1 di Maui; dan NEOWISE. Kedua, NASA berharap ada peningkatan prediksi dan integrasi informasi untuk meramalkan kemungkinan kapan dan di mana meteor jatuh.
Ketiga, NASA perlu mencari cara baru dalam mendefleksikan meteorit atau asteroid yang meluncur menuju bumi. Saat ini NASA mengembangkan robot pesawat luar angkasa bernama Badan Pengalihan Asteroid (ARM) dan akan diluncurkan pada 2021. Namun, rencana itu telah dibatalkan Pemerintah AS pada 2017.
Selain ARM, NASA membentuk Uji Coba Pengalihan Asteroid Ganda (DART) yang juga direncanakan diluncurkan pada 2021. “DART merupakan teknologi terbaru yang memiliki teknik kinetik dalam medefleksikan meteorit atau asteroid,” kata Pejabat Pertahanan Planet NASA Lindley Johnson, dilansir nbcnews.com.
Keempat, NASA meminta dunia bersatu dan bekerja sama di bawah pimpinan AS untuk mempersiapkan diri terhadap dampak serangan meteorit atau asteroid karena meteorit atau asteroid dapat jatuh di mana saja. “Kerja sama ini penting. Kita harus menghadapinya bersama,” kata pejabat Gedung Putih Aaron Miles.
Kelima, Pemerintah AS diminta memiliki rencana cadangan jika saja meteorit atau asteroid meluncur menuju bumi secara tiba-tiba. NASA dan FEMA berkolaborasi sejak 2010 untuk membentuk prosedur darurat. Mereka setidaknya memasang sistem alarm untuk memberi tahu warga terkait bencana yang sedang terjadi.
Belajar dari Peristiwa Chelyabinsk
Peristiwa terbaru dan terbesar jatuhnya meteorit terjadi di Chelyabinsk, Rusia pada 15 Februari 2013. Ledakannya dahsyat dan 26-33 lebih besar dibanding ledakan nuklir di Hiroshima, bahkan gelombangnya membuat alarm stasiun pengawas di Antartika berdering. Sekitar 1.500 orang terluka akibat pecahan kaca jendela.
Superbolide itu meluncur dengan kecepatan 69.000 kilometer per jam. Cahaya yang ditimbulkan lebih terang dibanding matahari. Beberapa saksi mengaku merasakan panas terik. Dengan tingkat velocity tinggi dan sudut rendah, bongkahan batu luar angkasa tersebut meledak di ketinggian 29,7 kilometer di atas tanah.
Sekitar 7.200 bangunan di enam kota mengalami kerusakan. Dengan massa sekitar 12.000-13.000 metrik ton dan diameter 20 meter, meteorit itu menjadi benda luar angkasa terbesar yang pernah memasuki bumi sejak 1908. Saat itu meteorit jatuh di Yeniseysk, Rusia hingga membuat hutan seluas 2.000 kilometer per segi rata.
Sehari setelah ledakan, para ahli astronomi dari seluruh dunia mendatangi Chelyabinsk untuk mencari meteorit. Tiga hari kemudian, seorang ilmuwan menemukan meteorit di dalam bongkahan es yang berlubang di Danau Chebarkul, 70 kilometer dari Chelyabinsk. Para ahli juga menemukan pecahan meteorit.
“Diameter meteorit ini berukuran 17 meter dan berbobot sekitar 10.000 metrik ton,” kata Profesor Fisika dari Universitas Western Kanada, Peter Brown. “Benda ini menembus atmosfer bumi dengan kecepatan 64.370 kilometer per jam dan meledak di ketinggian 19-24 kilometer di atas tanah,” tambahnya.
Setahun pascakejadian, para pejabat Rusia mulai memerhatikan bahaya meteorit, sekalipun ukurannya lebih kecil. Benda padat seukuran meteorit yang menerjang Chelyabinsk telah melayang di atas bumi dalam enam tahun terakhir. Namun, sejauh ini tidak ada meteorit yang memberikan ancaman besar terhadap bumi.
Atas ancaman itulah, Badan Penerbangan dan Antariksa (NASA) dari Amerika Serikat (AS) berulangkali memperingatkan pentingnya memitigasi bencana jatuhnya meteorit atau asteroid. Lembaga tersebut bahkan menyatakan meteor merupakan ancaman nyata terhadap kelangsungan hidup di bumi.
Peringatan ini bukan isapan jempol. Pada 2013 bongkahan batu luar angkasa berukuran 17-20 meter dan berbobot 11.000 ton menabrak bumi dan meledak di Rusia hingga melukai 1.500 orang. Ledakannya dahsyat dan 26-33 lebih besar dibanding ledakan nuklir di Hiroshima. Gelombangnya bahkan membuat alarm stasiun pengawas di Antartika berdering. Peristiwa ini diperkirakan terjadi setiap 60 tahun sekali.
“Ancaman ini nyata. Peristiwa ini bukan seperti di film Hollywood. Kita harus melindungi planet bumi yang menjadi satu-satunya planet yang dapat dihuni manusia,” ujar Administrator NASA Jim Bridenstine dalam Konferensi Pertahanan Planet di Washington DC, AS, awal pekan ini.
NASA tidak pernah berhenti melakukan penelitian mengenai cara menghentikan, menghindari, atau meminimalisasi dampak jatuhnya meteorit atau asteroid. Bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Federal (FEMA), NASA pernah merilis dokumen 18 halaman berjudul Rencana dan Strategi Penanganan Objek di Dekat Bumi.
“Dampak jatuhnya meteorit atau asteroid merupakan salah satu skenario yang perlu kita persiapkan. Kemungkinannya memang kecil, tapi konsekuensinya besar,” ujar Kepala Cabang Koordinasi Nasional FEMA Leviticus Lewis. Antisipasi dampak meteorit atau asteroid dimulai dengan peningkatan akurasi ramalan meteor.
NASA memiliki lima tahapan rencana dalam memitigasi dampak meteorit atau asteroid. Pertama, NASA perlu meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi, melacak, dan menganalisis meteorit atau asteroid yang berada di dekat bumi. Hal itu untuk mengurangi kepanikan dan membuat otoritas terkait bertindak lebih efektif.
NASA mendukung sejumlah observasi yang dilakukan dari bumi untuk memindai langit. Salah satunya Cataline Sky Survey di Tucson; Pan-STARRS1 di Maui; dan NEOWISE. Kedua, NASA berharap ada peningkatan prediksi dan integrasi informasi untuk meramalkan kemungkinan kapan dan di mana meteor jatuh.
Ketiga, NASA perlu mencari cara baru dalam mendefleksikan meteorit atau asteroid yang meluncur menuju bumi. Saat ini NASA mengembangkan robot pesawat luar angkasa bernama Badan Pengalihan Asteroid (ARM) dan akan diluncurkan pada 2021. Namun, rencana itu telah dibatalkan Pemerintah AS pada 2017.
Selain ARM, NASA membentuk Uji Coba Pengalihan Asteroid Ganda (DART) yang juga direncanakan diluncurkan pada 2021. “DART merupakan teknologi terbaru yang memiliki teknik kinetik dalam medefleksikan meteorit atau asteroid,” kata Pejabat Pertahanan Planet NASA Lindley Johnson, dilansir nbcnews.com.
Keempat, NASA meminta dunia bersatu dan bekerja sama di bawah pimpinan AS untuk mempersiapkan diri terhadap dampak serangan meteorit atau asteroid karena meteorit atau asteroid dapat jatuh di mana saja. “Kerja sama ini penting. Kita harus menghadapinya bersama,” kata pejabat Gedung Putih Aaron Miles.
Kelima, Pemerintah AS diminta memiliki rencana cadangan jika saja meteorit atau asteroid meluncur menuju bumi secara tiba-tiba. NASA dan FEMA berkolaborasi sejak 2010 untuk membentuk prosedur darurat. Mereka setidaknya memasang sistem alarm untuk memberi tahu warga terkait bencana yang sedang terjadi.
Belajar dari Peristiwa Chelyabinsk
Peristiwa terbaru dan terbesar jatuhnya meteorit terjadi di Chelyabinsk, Rusia pada 15 Februari 2013. Ledakannya dahsyat dan 26-33 lebih besar dibanding ledakan nuklir di Hiroshima, bahkan gelombangnya membuat alarm stasiun pengawas di Antartika berdering. Sekitar 1.500 orang terluka akibat pecahan kaca jendela.
Superbolide itu meluncur dengan kecepatan 69.000 kilometer per jam. Cahaya yang ditimbulkan lebih terang dibanding matahari. Beberapa saksi mengaku merasakan panas terik. Dengan tingkat velocity tinggi dan sudut rendah, bongkahan batu luar angkasa tersebut meledak di ketinggian 29,7 kilometer di atas tanah.
Sekitar 7.200 bangunan di enam kota mengalami kerusakan. Dengan massa sekitar 12.000-13.000 metrik ton dan diameter 20 meter, meteorit itu menjadi benda luar angkasa terbesar yang pernah memasuki bumi sejak 1908. Saat itu meteorit jatuh di Yeniseysk, Rusia hingga membuat hutan seluas 2.000 kilometer per segi rata.
Sehari setelah ledakan, para ahli astronomi dari seluruh dunia mendatangi Chelyabinsk untuk mencari meteorit. Tiga hari kemudian, seorang ilmuwan menemukan meteorit di dalam bongkahan es yang berlubang di Danau Chebarkul, 70 kilometer dari Chelyabinsk. Para ahli juga menemukan pecahan meteorit.
“Diameter meteorit ini berukuran 17 meter dan berbobot sekitar 10.000 metrik ton,” kata Profesor Fisika dari Universitas Western Kanada, Peter Brown. “Benda ini menembus atmosfer bumi dengan kecepatan 64.370 kilometer per jam dan meledak di ketinggian 19-24 kilometer di atas tanah,” tambahnya.
Setahun pascakejadian, para pejabat Rusia mulai memerhatikan bahaya meteorit, sekalipun ukurannya lebih kecil. Benda padat seukuran meteorit yang menerjang Chelyabinsk telah melayang di atas bumi dalam enam tahun terakhir. Namun, sejauh ini tidak ada meteorit yang memberikan ancaman besar terhadap bumi.
(don)