Pelawak Volodymyr Zelensky Menang Telak Pilpres Ukraina
A
A
A
KIEV - Komedian Volodymyr Zelensky memenangkan pemilihan presiden (pilpres) Ukraina secara telak. Menurut data exit poll, pelawak tersebut mengalahkan kandidat presiden petahana Petro Poroshenko dengan perbandingan perolehan suara 73,2% : 25,3%
Pemungutan suara dari pilpres tahap kedua ini berlangsung hari Minggu. Hasil resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ukraina belum keluar karena proses penghitungan suara masih berlangsung.
Jeda pilpres tahap kedua dengan tahap pertama ini hanya berlangsung tiga minggu.
Dalam konferensi pers singkat, Poroshenko mengakui kekalahannya. Dia mengatakan akan membantu presiden baru sambil menunggu pengumuman resmi KPU Ukraina dan proses pelantikan.
"Bulan depan, saya akan meninggalkan kantor kepala negara. Ini adalah keputusan mayoritas orang Ukraina. Saya menerima keputusan ini. Saya meninggalkan kantor, tetapi saya ingin menegaskan bahwa saya tidak meninggalkan politik. Saya akan berjuang untuk Ukraina," kata Poroshenko.
"Tim saya dan saya siap mendukung presiden (baru) dalam segala hal yang membuat kami dekat dengan Uni Eropa dan NATO. Dan antara pengumuman resmi hasil pemilihan dan pelantikannya, saya siap untuk menghabiskan waktu berapa pun tanpa batasan untuk membantu presiden baru bangkit dengan cepat," ujar Poroshenko, seperti dikutip Al Jazeera, Senin (22/4/2019).
Melalui akun Twitter-nya, @poroshenko, presiden yang selama ini bermusuhan dengan Rusia tersebut juga mengakui kekalahannya. "Kami berhasil memastikan pemilihan yang bebas, adil, demokratis dan kompetitif. Tidak diragukan lagi bahwa Ukraina telah menetapkan standar tinggi baru untuk kampanye pemilihan demokratis. Saya akan menerima kehendak orang-orang Ukraina," tulis dia.
Sementara itu, presiden terpilih Zelensky berjanji kepada pendukungnya untuk tidak mengecewakan mereka. "Meskipun saya belum secara resmi menjadi presiden, sebagai warga negara Ukraina saya dapat memberi tahu semua negara pasca-Soviet: Lihatlah kami! Segalanya mungkin!," katanya.
Zelensky adalah bintang dari acara situasi komedi (sitkom) televisi "Servant of the People". Dalam acara komedi tersebut, dia memerankan sosok sebagai guru yang berjuang melawan korupsi hingga akhirnya menjadi presiden. Siapa sangka di kehidupan nyata, sang pelawak benar-benar jadi presiden.
Mayoritas penduduk Ukraina menganggap Poroshenko bertanggung jawab atas kegagalan pemerintah menangani korupsi endemik di negara itu.
"Standar hidup yang rendah dan korupsi adalah masalah yang akan Anda derita di mana pun Anda tinggal di Ukraina, di Kherson, Lviv atau Donetsk. Orang-orang bermigrasi ke Polandia berbondong-bondong. Mengapa Polandia hidup lebih baik daripada kita?," kata warga setempat, Inna Bellenko kepada Al Jazeera di ibu kota Ukraina, Kiev.
"Generasi baru (tim Zelensky) semoga akan membawa ide dan kekuatan baru untuk membangkitkan negara kita dari keterpurukan. Saya percaya dia benar-benar berkomitmen untuk membangkitkan Ukraina," katanya.
Olesia, ibu dari tiga anak berusia 34 tahun yang tidak ingin memberikan nama keluarganya, mengatakan dia mengerti bahwa Ukraina mengambil "risiko besar" dengan membawa presiden baru yang belum diuji.
"Tapi kita tidak punya pilihan," katanya. "Kita harus hidup di masa lalu atau mencoba sesuatu yang baru. Dia tampak seperti orang yang baik. Kami lebih percaya padanya. Saya ingin semua orang hidup dengan baik, tidak hanya sebagian kecil (dari populasi)."
Tetyana Alekseieva, 26 tahun yang juga memilih Zelensky. "Saya berharap perubahan ini adalah untuk kebaikan. Semoga perang akan berakhir," katanya mengacu pada konflik di Ukraina timur.
"Kami tidak tahu apakah Zelensky akan lebih baik dari presiden sebelumnya, tapi saya lebih suka memberi seseorang kesempatan baru," katanya. "Kita perlu menghentikan korupsi yang ada di mana-mana sekarang. Saya harap presiden ini akan membantu."
Yuriy Kulinich, 40, yang memilih Poroshenko, mengaku takut akan ketidakpastian.
"Zelensky belum memberi kita rencana tindakannya dan sangat tidak jelas apa yang akan dia lakukan. Ada ketakutan khusus bahwa Ukraina dapat kembali ke masa (Viktor) Yanukovich sebelum Ukraina pra-Maidan," katanya, merujuk pada Presiden Ukraina pro-Rusia yang digulingkan dalam revolusi pro-Barat pada 2014.
"Akan ada balas dendam anggota Partai Daerah (Yanukovich)—pasukan pro-Rusia—dan itu menyebabkan ketegangan. Ini adalah kasus terburuk (dalam skenario). Dalam kasus terbaik, kami hanya akan berhenti dan lagi-lagi kami akan kehilangan kali ini. Tidak ada waktu lagi."
Pemungutan suara dari pilpres tahap kedua ini berlangsung hari Minggu. Hasil resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ukraina belum keluar karena proses penghitungan suara masih berlangsung.
Jeda pilpres tahap kedua dengan tahap pertama ini hanya berlangsung tiga minggu.
Dalam konferensi pers singkat, Poroshenko mengakui kekalahannya. Dia mengatakan akan membantu presiden baru sambil menunggu pengumuman resmi KPU Ukraina dan proses pelantikan.
"Bulan depan, saya akan meninggalkan kantor kepala negara. Ini adalah keputusan mayoritas orang Ukraina. Saya menerima keputusan ini. Saya meninggalkan kantor, tetapi saya ingin menegaskan bahwa saya tidak meninggalkan politik. Saya akan berjuang untuk Ukraina," kata Poroshenko.
"Tim saya dan saya siap mendukung presiden (baru) dalam segala hal yang membuat kami dekat dengan Uni Eropa dan NATO. Dan antara pengumuman resmi hasil pemilihan dan pelantikannya, saya siap untuk menghabiskan waktu berapa pun tanpa batasan untuk membantu presiden baru bangkit dengan cepat," ujar Poroshenko, seperti dikutip Al Jazeera, Senin (22/4/2019).
Melalui akun Twitter-nya, @poroshenko, presiden yang selama ini bermusuhan dengan Rusia tersebut juga mengakui kekalahannya. "Kami berhasil memastikan pemilihan yang bebas, adil, demokratis dan kompetitif. Tidak diragukan lagi bahwa Ukraina telah menetapkan standar tinggi baru untuk kampanye pemilihan demokratis. Saya akan menerima kehendak orang-orang Ukraina," tulis dia.
Sementara itu, presiden terpilih Zelensky berjanji kepada pendukungnya untuk tidak mengecewakan mereka. "Meskipun saya belum secara resmi menjadi presiden, sebagai warga negara Ukraina saya dapat memberi tahu semua negara pasca-Soviet: Lihatlah kami! Segalanya mungkin!," katanya.
Zelensky adalah bintang dari acara situasi komedi (sitkom) televisi "Servant of the People". Dalam acara komedi tersebut, dia memerankan sosok sebagai guru yang berjuang melawan korupsi hingga akhirnya menjadi presiden. Siapa sangka di kehidupan nyata, sang pelawak benar-benar jadi presiden.
Mayoritas penduduk Ukraina menganggap Poroshenko bertanggung jawab atas kegagalan pemerintah menangani korupsi endemik di negara itu.
"Standar hidup yang rendah dan korupsi adalah masalah yang akan Anda derita di mana pun Anda tinggal di Ukraina, di Kherson, Lviv atau Donetsk. Orang-orang bermigrasi ke Polandia berbondong-bondong. Mengapa Polandia hidup lebih baik daripada kita?," kata warga setempat, Inna Bellenko kepada Al Jazeera di ibu kota Ukraina, Kiev.
"Generasi baru (tim Zelensky) semoga akan membawa ide dan kekuatan baru untuk membangkitkan negara kita dari keterpurukan. Saya percaya dia benar-benar berkomitmen untuk membangkitkan Ukraina," katanya.
Olesia, ibu dari tiga anak berusia 34 tahun yang tidak ingin memberikan nama keluarganya, mengatakan dia mengerti bahwa Ukraina mengambil "risiko besar" dengan membawa presiden baru yang belum diuji.
"Tapi kita tidak punya pilihan," katanya. "Kita harus hidup di masa lalu atau mencoba sesuatu yang baru. Dia tampak seperti orang yang baik. Kami lebih percaya padanya. Saya ingin semua orang hidup dengan baik, tidak hanya sebagian kecil (dari populasi)."
Tetyana Alekseieva, 26 tahun yang juga memilih Zelensky. "Saya berharap perubahan ini adalah untuk kebaikan. Semoga perang akan berakhir," katanya mengacu pada konflik di Ukraina timur.
"Kami tidak tahu apakah Zelensky akan lebih baik dari presiden sebelumnya, tapi saya lebih suka memberi seseorang kesempatan baru," katanya. "Kita perlu menghentikan korupsi yang ada di mana-mana sekarang. Saya harap presiden ini akan membantu."
Yuriy Kulinich, 40, yang memilih Poroshenko, mengaku takut akan ketidakpastian.
"Zelensky belum memberi kita rencana tindakannya dan sangat tidak jelas apa yang akan dia lakukan. Ada ketakutan khusus bahwa Ukraina dapat kembali ke masa (Viktor) Yanukovich sebelum Ukraina pra-Maidan," katanya, merujuk pada Presiden Ukraina pro-Rusia yang digulingkan dalam revolusi pro-Barat pada 2014.
"Akan ada balas dendam anggota Partai Daerah (Yanukovich)—pasukan pro-Rusia—dan itu menyebabkan ketegangan. Ini adalah kasus terburuk (dalam skenario). Dalam kasus terbaik, kami hanya akan berhenti dan lagi-lagi kami akan kehilangan kali ini. Tidak ada waktu lagi."
(mas)