Rusia: AS 'Memeras' Negara yang Kerjasama dengan Iran
A
A
A
WINA - Perwakilan Tetap Rusia untuk Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Mikhail Ulyanov mengatakan, Amerika Serikat (AS) telah "memeras" negara-negara yang melakukan bisnis dengan Iran. Langkah ini diambil sejak Washington menarik diri dari perjanjian nuklir.
Perjanjian nuklir ditandatangani oleh Iran dan enam kekuatan dunia, yakni AS, Inggris, Prancis, Rusia, dan China ditambah Jerman pada tahun 2015. Perjanjian itu berisi larangan Iran untuk mengembangkan dan memproduksi senjata nuklir, dengan imbalan pencabutan sanksi.
AS, dibawah pimpinan Donald Trump memutuskan untuk meninggalkan perjanjian itu pada Mei tahun lalu dan kemudian mengembalikan sanksi. AS juga telah mengancam "sanksi sekunder" terhadap mereka yang berusaha mempertahankan hubungan mereka di Iran, meskipun ada larangan Amerika.
Menyusul penarikannya, Ulyanov menuturkan, AS memulai kegiatan berskala besar untuk merusak perjanjian yang melanggar Resolusi 2231 Dewan Keamanan (DK) PBB, yang mendukung dokumen internasional.
"Washington tidak hanya gagal memenuhi kewajibannya untuk menghapus sanksi terhadap Iran, tetapi juga secara ekonomi memeras negara-negara lain yang secara legal terus bekerja sama dengan Iran," kata Ulyanov, seperti dilansir PressTV pada Kamis (7/3).
Lebih lanjut Ulyanov mengatakan, Rusia memiliki pandangan yang sama dengan Sekretaris Jenderal PB, Antonio Guterres yang, dalam laporannya pada Desember 2018 kepada DK PBB, menyatakan penyesalan atas tindakan AS dan mengatakan itu bertentangan dengan Resolusi 2231.
"Akibatnya, integritas kesepakatan nuklir telah dirusak, serta keseimbangan antara ketentuan nuklir dan ekonomi. Kerusakan besar telah terjadi pada ketentuan ekonomi kesepakatan, sementara yang nuklir sedang dilaksanakan secara efektif," tukasnya.
Perjanjian nuklir ditandatangani oleh Iran dan enam kekuatan dunia, yakni AS, Inggris, Prancis, Rusia, dan China ditambah Jerman pada tahun 2015. Perjanjian itu berisi larangan Iran untuk mengembangkan dan memproduksi senjata nuklir, dengan imbalan pencabutan sanksi.
AS, dibawah pimpinan Donald Trump memutuskan untuk meninggalkan perjanjian itu pada Mei tahun lalu dan kemudian mengembalikan sanksi. AS juga telah mengancam "sanksi sekunder" terhadap mereka yang berusaha mempertahankan hubungan mereka di Iran, meskipun ada larangan Amerika.
Menyusul penarikannya, Ulyanov menuturkan, AS memulai kegiatan berskala besar untuk merusak perjanjian yang melanggar Resolusi 2231 Dewan Keamanan (DK) PBB, yang mendukung dokumen internasional.
"Washington tidak hanya gagal memenuhi kewajibannya untuk menghapus sanksi terhadap Iran, tetapi juga secara ekonomi memeras negara-negara lain yang secara legal terus bekerja sama dengan Iran," kata Ulyanov, seperti dilansir PressTV pada Kamis (7/3).
Lebih lanjut Ulyanov mengatakan, Rusia memiliki pandangan yang sama dengan Sekretaris Jenderal PB, Antonio Guterres yang, dalam laporannya pada Desember 2018 kepada DK PBB, menyatakan penyesalan atas tindakan AS dan mengatakan itu bertentangan dengan Resolusi 2231.
"Akibatnya, integritas kesepakatan nuklir telah dirusak, serta keseimbangan antara ketentuan nuklir dan ekonomi. Kerusakan besar telah terjadi pada ketentuan ekonomi kesepakatan, sementara yang nuklir sedang dilaksanakan secara efektif," tukasnya.
(esn)