Pemerintah Australia Kalah Voting di Parlemen
A
A
A
SYDNEY - Pemerintah Australia mengalami kekalahan di parlemen, kemarin, saat majelis rendah menggelar voting yang mengizinkan pencari suaka yang ditahan di pulau terpencil mendapat perawatan medis di Australia.
Kekalahan voting di parlemen itu merupakan yang pertama kali dialami pemerintah dalam 78 tahun terakhir. Anggota parlemen independen dan oposisi Partai Buruh mendukung pengesahan rancangan undang-undang (RUU) itu dengan hasil voting 75 suara mendukung dan 74 suara menolak. Hasil tersebut menjadi pukulan bagi koalisi konservatif yang berkuasa menjelang pemilu Mei.
Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison menentang keras RUU itu dengan alasan dapat merusak keamanan nasional. “Voting akan datang dan mereka akan pergi, mereka tidak menjadi masalah bagi saya,” kata Morrison di ibu kota Canberra, dilansir Reuters.
“Ke mana kita akan selalu berdiri dan rakyat Australia dapat selalu mempercayai kami untuk melakukannya, ini harus menjamin integritas kerangka kerja perlindungan perbatasan kita. Partai Buruh menunjukkan malam ini mereka tidak memiliki keberanian semacam itu,” papar Morrison.
Pemerintahan Morrison kehilangan kursi mayoritas di majelis rendah saat pemilu sela pada Oktober lalu. Koalisi Liberal-nasional yang telah berkuasa enam tahun mengalami ketidakstabilan dengan dua PM digulingkan melalui kudeta internal.
Kekalahan pemerintah itu merupakan yang pertama dalam voting majelis rendah untuk RUU sejak 1941. Seiring dengan itu, pemerintahan telah kewalahan mempertahankan keunggulan enam poin dalam survei nasional.
“Ini memalukan bagi pemerintah. Saya tidak yakin jika ini memiliki dampak besar bagi pemilih tapi saya pikir ini awal bagi apa yang hendak dicoba dan dilakukan pemeirntah dalam kampanye pemilu,” ungkap pengamat politik Rod Tiffen dari Universitas Sydney.
RUU itu harus disetujui majelis tinggi agar menjadi Undang-Undang (UU) tapi tampaknya akan didukung karena Senat menyetujui versi awal tahun lalu.
Anggota parlemen dari Partai Buruh menyatakan RUU itu merupakan langkah yang tepat. Hasil voting itu pun disambut para aktivis pencari suaka di galeri publik parlemen.
“Senang melihat parlemen Australia akhirnya memilih untuk kemanusiaan. Banyak orang bahagia sekarang karena mereka akhirnya akan mendapat perawatan medis,” tweet Behrouz Boochani, warga Iran yang ditahan di kamp yang dikelola Australia di Papua Nugini.
Kebijakan imigrasi mengharuskan para pencari suaka yang dicegat di laut dikirim ke kamp-kamp di Papua Nugini dan pulau Nauru, serta mereka tidak boleh menginjakkan kaki di Australia, meski mereka dinyatakan sebagai pengungsi. Para penentang kebijakan ini mengajukan gugatan untuk perubahan UU Migrasi tersebut. (Syarifudin)
Kekalahan voting di parlemen itu merupakan yang pertama kali dialami pemerintah dalam 78 tahun terakhir. Anggota parlemen independen dan oposisi Partai Buruh mendukung pengesahan rancangan undang-undang (RUU) itu dengan hasil voting 75 suara mendukung dan 74 suara menolak. Hasil tersebut menjadi pukulan bagi koalisi konservatif yang berkuasa menjelang pemilu Mei.
Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison menentang keras RUU itu dengan alasan dapat merusak keamanan nasional. “Voting akan datang dan mereka akan pergi, mereka tidak menjadi masalah bagi saya,” kata Morrison di ibu kota Canberra, dilansir Reuters.
“Ke mana kita akan selalu berdiri dan rakyat Australia dapat selalu mempercayai kami untuk melakukannya, ini harus menjamin integritas kerangka kerja perlindungan perbatasan kita. Partai Buruh menunjukkan malam ini mereka tidak memiliki keberanian semacam itu,” papar Morrison.
Pemerintahan Morrison kehilangan kursi mayoritas di majelis rendah saat pemilu sela pada Oktober lalu. Koalisi Liberal-nasional yang telah berkuasa enam tahun mengalami ketidakstabilan dengan dua PM digulingkan melalui kudeta internal.
Kekalahan pemerintah itu merupakan yang pertama dalam voting majelis rendah untuk RUU sejak 1941. Seiring dengan itu, pemerintahan telah kewalahan mempertahankan keunggulan enam poin dalam survei nasional.
“Ini memalukan bagi pemerintah. Saya tidak yakin jika ini memiliki dampak besar bagi pemilih tapi saya pikir ini awal bagi apa yang hendak dicoba dan dilakukan pemeirntah dalam kampanye pemilu,” ungkap pengamat politik Rod Tiffen dari Universitas Sydney.
RUU itu harus disetujui majelis tinggi agar menjadi Undang-Undang (UU) tapi tampaknya akan didukung karena Senat menyetujui versi awal tahun lalu.
Anggota parlemen dari Partai Buruh menyatakan RUU itu merupakan langkah yang tepat. Hasil voting itu pun disambut para aktivis pencari suaka di galeri publik parlemen.
“Senang melihat parlemen Australia akhirnya memilih untuk kemanusiaan. Banyak orang bahagia sekarang karena mereka akhirnya akan mendapat perawatan medis,” tweet Behrouz Boochani, warga Iran yang ditahan di kamp yang dikelola Australia di Papua Nugini.
Kebijakan imigrasi mengharuskan para pencari suaka yang dicegat di laut dikirim ke kamp-kamp di Papua Nugini dan pulau Nauru, serta mereka tidak boleh menginjakkan kaki di Australia, meski mereka dinyatakan sebagai pengungsi. Para penentang kebijakan ini mengajukan gugatan untuk perubahan UU Migrasi tersebut. (Syarifudin)
(nfl)