Perusahaan Global Bersatu Atasi Masalah Sampah Plastik

Jum'at, 18 Januari 2019 - 06:14 WIB
Perusahaan Global Bersatu Atasi Masalah Sampah Plastik
Perusahaan Global Bersatu Atasi Masalah Sampah Plastik
A A A
FRANKFURT - Perusahaan-perusahaan global termasuk BASF, DowDuPont, Procter & Gamble, dan SABIC, membentuk aliansi untuk memerangi sampah plastik.

Mereka berjanji mengucurkan dana USD1,5 miliar dalam lima tahun mendatang. Kerja sama yang disebut Aliansi Mengakhiri Sampah Plastik (AEPW) itu dirilis oleh 28 perusahaan pendiri kemarin, seiring berbagai laporan tentang krisis lingkungan yang memburuk akibat 8 juta ton sampah plastik berakhir di lautan setiap tahun.

Keberadaan sampah-sampah plastik itu memicu larangan pada beberapa produk plastik sekali pakai. “Anggota aliansi saat ini berkomitmen lebih dari USD1 miliar untuk proyek selama lima tahun mendatang. Adapun dana bagi anggota tambahan akan menjanjikan anggaran lima tahun sebesar USD1,5 miliar,” ungkap juru bicara AEPW, dilansir Reuters.

Dana itu akan digunakan untuk infrastruktur pengumpulan sampah di Afrika dan Asia, teknologi untuk daur ulang dan penggunaan kembali sampah, untuk mendidik pemerintah dan komunitas lokal, serta membersihkan wilayah yang sangat berpolusi.

Aliansi itu saat ini sebagian besar terdiri atas para produsen plastik. Mereka menyatakan, sekitar 90% sampah laut global berasal dari 10 sungai dan lebih dari setengah plastik dari darat yang berakhir di lautan berasal dari lima negara Asia, yakni China, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

AEPW menyatakan, tak ada satu pun dari grup plastik dan bahan kimia skala besar dari China, Sinochem, ChemChina, dan Sinopec yang menjadi anggotanya. Diskusi untuk mendaftar para produsen plastik asal China masih berlanjut.

IHS Markit menyatakan, dalam laporan pada Oktober bahwa 59% sampah plastik global berasal dari pengemasan. Di tengah meningkatnya kekhawatiran konsumen mengenai sampah plastik, produsen barang-barang konsumen seperti Kraft Heinz, Nestle, Unilever, dan Henkel, berjanji mendaur ulang kemasan mereka, menggunakan kembali atau membuatnya dapat menjadi kompos pada 2025 dalam dua tahun terakhir.

Procter & Gamble dan Henkel saat ini menjadi satu-satunya produsen barang-barang konsumen bermerek di antara anggota AEPW tapi juru bicara AEPW menyatakan akan ada lebih banyak yang bergabung dalam beberapa pekan mendatang. “Lokasi kantor pusat AEPW belum diputuskan dan pencarian untuk posisi chief executive officer (CEO) masih dilakukan,” papar juru bicara AEPW.

Sejak 1950, saat plastik pertama kali diproduksi, manusia telah memproduksi 9,1 miliar ton plastik. Jumlah tersebut sebanding dengan bobot sekitar 90.000 Menara Eiffel atau 1,2 miliar gajah Afrika dan dapat mengubur Kota Manhattan di Amerika Serikat (AS) sedalam dua mil. Sekitar 9% plastik telah didaur ulang dan 12% dibakar.

“Itu artinya 5,6 miliar ton mengotori planet, baik dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA), laut, maupun perdesaan,” papar laporan yang disusun para peneliti dari Bren School of Environmental Science di University of California, Santa Barbara, bersama para mitra dari penjuru dunia.

Plastik sulit didaur ulang secara alami karena membutuhkan waktu sekitar ratusan hingga ribuan tahun agar dapat terurai. Kondisi tersebut menjadikan plastik sangat merusak lingkungan, menurut para peneliti.

Pada 2050, dengan skala pengukuran sekarang, akan ada sekitar 12 miliar ton sampah plastik di TPA atau lingkungan. Para peneliti juga membandingkan 12 miliar ton itu hampir sekitar 35.000 kali bobot Empire State Building.

Data ini dihitung berdasarkan peningkatan dalam proses daur ulang dan pembakaran plastik sehingga dari kita tak lagi membuang 58% plastik, tapi berkurang menjadi hanya 6%. Adapun, sekitar 4–12 juta ton plastik berakhir di laut setiap tahun.

Dengan kebiasaan manusia yang terobsesi memproduksi plastik dan membuangnya begitu saja setelah digunakan, para peneliti memperingatkan bahwa semua plastik yang diproduksi itu tak dapat diurai alam, meski dapat dijadikan dalam bentuk butiran lebih kecil atau mikroplastik. Para peneliti menyoroti bahwa mendaur ulang plastik bukan solusi karena itu hanya menunda dan bukan menghindari sampah plastik.

Terlebih lagi, mencampur berbagai jenis plastik dalam daur ulang menciptakan plastik bekas yang memiliki nilai ekonomi dan teknis terbatas. Para pakar menjelaskan, sifat plastik menjadikan produk itu sulit atau mustahil diurai oleh alam. Itu artinya, dampak sampah plastik sangat besar.

“Manusia berlomba melakukan eksperimen tak terkontrol dalam skala global sehingga miliaran metrik ton plastik akan bertambah di ekosistem tanah dan air di penjuru dunia,” ungkap para peneliti. Banyak pihak yang menggelar kampanye untuk mengakhiri sampah plastik. Salah satu yang mendorong kampanye itu adalah Daily Mail yang mengusung tema “Larang Kantong Plastik”
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5222 seconds (0.1#10.140)