Inggris Kerahkan Sistem Pendeteksi Drone
A
A
A
LONDON - Menteri Keamanan Inggris Ben Wallace menyatakan pasukan keamanan memiliki sistem deteksi yang dapat dikerahkan ke penjuru negeri untuk memerangi ancaman drone.
Pernyataan itu muncul setelah tiga hari kekacauan di Bandara Gatwick London pada pekan lalu. “Saya dapat katakan bahwa kita mampu sekarang mengerahkan sistem deteksi ke penjuru Inggris untuk memerangi ancaman drone ini,” tweet Wallace tanpa rincian lebih lanjut, dilansir Reuters.
Tiga hari munculnya drone mengakibatkan kekacauan di bandara tersibuk kedua di Inggris. Kejadian itu menjadi yang paling parah dalam insiden sejenis. Ancaman ini pun diperkirakan semakin banyak dialami oleh pasukan keamanan dan para operator bandara di penjuru dunia.
Kepolisian menyatakan mereka mendapat informasi dari sejumlah saksi mata yang melihat drone. Mereka mencabut pernyataan dari seorang petugas kepolisian pada BBC bahwa di sana mungkin tidak ada aktivitas drone sama sekali.
Pada Minggu (23/12), kepolisian Inggris membebaskan dua orang yang awalnya ditahan dengan tuduhan menerbangkan drone. Tak ada dakwaan terhadap dua orang tersebut.
Investigasi masih berlangsung dan tidak ada satu kelompok pun yang mengaku bertanggung jawab atas insiden itu. Sejumlah drone terlihat di bandara pada Rabu (19/12) malam, memaksa otoritas menutup landasan menjelang Natal. Setiap kali bandara hendak dibuka lagi pada Kamis (20/12), sejumlah drone kembali terlihat.
Otoritas akhirnya dapat kembali mengontrol landasan setelah para pejabat menyatakan militer mengerahkan teknologi untuk menjaga wilayah itu sehingga menjamin bandara dapat beroperasi dengan aman.
Menerbangkan drone dalam radius 1 km dari batas bandara Inggris dapat dihukum hingga lima tahun penjara. “Pada orang yang memilih menggunakan drone secara sembrono atau untuk tujuan kriminal dapat dihukum lebih berat saat tertangkap,” ujar Wallace.
Ribuan pelancong mengalami penundaan atau pembatalan penerbangan akibat penutupan landasan di bandara tersebut. Otoritas Gatwick telah menghentikan penerbangan pada Rabu (19/12) pukul 22.00 GMT setelah dua drone terlihat terbang dekat ruang udara bandara.
Kepolisian yakin aksi penerbangan drone itu dilakukan secara sengaja dan lebih dari 20 unit dikerahkan untuk mencari operator drone pada Kamis (20/12) saat bandara harus menangani 115.000 penumpang.
“Keamanan publik yang utama dan kami akan mengambil semua langkah untuk menghadapi tindakan sengaja ini. Belum ada indikasi ini terkait teror,” papar pernyataan Kepolisian Sussex, dilansir Reuters.
Chief Operating Officer (COO) Gatwick Chris Woodroofe menyatakan dampak penutupan bandara berlangsung selama lebih dari 24 jam. Kepolisian dan pihak bandara melaporkan munculnya lebih dari satu drone. Woodroofe menyebut satu drone merupakan drone industri berat. “Ini jelas tidak standar, drone tipe khusus. Dengan apa yang terjadi saya yakin ini tindakan sengaja, ya,” kata Woodroofe.
“Kami juga memiliki helikopter di udara tapi himbauan polisi bahwa akan berbahaya untuk menembak jatuh drone itu karena apa yang mungkin terjadi dengan peluru yang meleset,” ujar Woodroofe. (Syarifudin)
Pernyataan itu muncul setelah tiga hari kekacauan di Bandara Gatwick London pada pekan lalu. “Saya dapat katakan bahwa kita mampu sekarang mengerahkan sistem deteksi ke penjuru Inggris untuk memerangi ancaman drone ini,” tweet Wallace tanpa rincian lebih lanjut, dilansir Reuters.
Tiga hari munculnya drone mengakibatkan kekacauan di bandara tersibuk kedua di Inggris. Kejadian itu menjadi yang paling parah dalam insiden sejenis. Ancaman ini pun diperkirakan semakin banyak dialami oleh pasukan keamanan dan para operator bandara di penjuru dunia.
Kepolisian menyatakan mereka mendapat informasi dari sejumlah saksi mata yang melihat drone. Mereka mencabut pernyataan dari seorang petugas kepolisian pada BBC bahwa di sana mungkin tidak ada aktivitas drone sama sekali.
Pada Minggu (23/12), kepolisian Inggris membebaskan dua orang yang awalnya ditahan dengan tuduhan menerbangkan drone. Tak ada dakwaan terhadap dua orang tersebut.
Investigasi masih berlangsung dan tidak ada satu kelompok pun yang mengaku bertanggung jawab atas insiden itu. Sejumlah drone terlihat di bandara pada Rabu (19/12) malam, memaksa otoritas menutup landasan menjelang Natal. Setiap kali bandara hendak dibuka lagi pada Kamis (20/12), sejumlah drone kembali terlihat.
Otoritas akhirnya dapat kembali mengontrol landasan setelah para pejabat menyatakan militer mengerahkan teknologi untuk menjaga wilayah itu sehingga menjamin bandara dapat beroperasi dengan aman.
Menerbangkan drone dalam radius 1 km dari batas bandara Inggris dapat dihukum hingga lima tahun penjara. “Pada orang yang memilih menggunakan drone secara sembrono atau untuk tujuan kriminal dapat dihukum lebih berat saat tertangkap,” ujar Wallace.
Ribuan pelancong mengalami penundaan atau pembatalan penerbangan akibat penutupan landasan di bandara tersebut. Otoritas Gatwick telah menghentikan penerbangan pada Rabu (19/12) pukul 22.00 GMT setelah dua drone terlihat terbang dekat ruang udara bandara.
Kepolisian yakin aksi penerbangan drone itu dilakukan secara sengaja dan lebih dari 20 unit dikerahkan untuk mencari operator drone pada Kamis (20/12) saat bandara harus menangani 115.000 penumpang.
“Keamanan publik yang utama dan kami akan mengambil semua langkah untuk menghadapi tindakan sengaja ini. Belum ada indikasi ini terkait teror,” papar pernyataan Kepolisian Sussex, dilansir Reuters.
Chief Operating Officer (COO) Gatwick Chris Woodroofe menyatakan dampak penutupan bandara berlangsung selama lebih dari 24 jam. Kepolisian dan pihak bandara melaporkan munculnya lebih dari satu drone. Woodroofe menyebut satu drone merupakan drone industri berat. “Ini jelas tidak standar, drone tipe khusus. Dengan apa yang terjadi saya yakin ini tindakan sengaja, ya,” kata Woodroofe.
“Kami juga memiliki helikopter di udara tapi himbauan polisi bahwa akan berbahaya untuk menembak jatuh drone itu karena apa yang mungkin terjadi dengan peluru yang meleset,” ujar Woodroofe. (Syarifudin)
(nfl)