Lavrov: AS Tidak Bisa Sendirian Selesaikan Konflik Israel-Palestina
A
A
A
MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengatakan, penyelesaian konflik Israel dan Palestina tidak akan mungkin tanpa partisipasi Amerika Serikat (AS). Tetapi, lanjut Lavrov, Washington tidak akan dapat melakukannya sendiri.
"Harus jelas, bahwa bahkan AS tidak akan dapat menegosiasikan perjanjian (damai) saja dan dengan demikian sangat penting untuk kembali ke format kelompok, ke Kuartet Timur Tengah yang bekerja sama erat dengan Liga Arab", kata Lavrov, seperti dilansir Sputnik pada Jumat (21/12).
Kuartet Timur Tengah didirikan pada 2000 oleh perwakilan dari Uni Eropa, AS, Rusia, dan PBB untuk memfasilitasi pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Palestina. Kuartet kemudian berubah menjadi forum permanen untuk menegosiasikan solusi perdamaian yang langgeng.
Lavrov kemudian mengatakan, pemerintah AS telah merancang apa yang disebut kesepakatan abad ini sejak awal kepresidenan Donald Trump, tetapi sejauh ini telah gagal untuk menyajikan rinciannya.
Dia juga mengecam kecenderungan untuk melihat semua masalah Timur Tengah melalui prisma Iran, dengan menyebut pendekatan semacam itu adalah tipikal AS dan sekutunya. Menurut Lavrov, kecenderungan semacam itu menciptakan situasi yang berpotensi mencipatakan konflik lebih lanjut antara Syiah dan Sunni.
Dirinya lalu menyampaikan keprihatinan tentang upaya untuk melemahkan dasar hukum internasional untuk negosiasi perdamaian Israel-Palestina. Dia menambahkan bahwa bahkan keputusan PBB dipengaruhi oleh upaya-upaya ini.
Palestina sendiri telah menolak upaya AS untuk secara sendirian menegosiasikan perjanjian damai dengan Israel, menyusul keputusan Trump pada Desember 2017 untuk memindahkan Kedutaan AS ke Yerusalem dan mengakui seluruh Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan Trump juga meningkatkan ketegangan antara Palestina dan Israel dan menyebabkan bentrokan besar-besaran di perbatasan Israel dengan Jalur Gaza.
"Harus jelas, bahwa bahkan AS tidak akan dapat menegosiasikan perjanjian (damai) saja dan dengan demikian sangat penting untuk kembali ke format kelompok, ke Kuartet Timur Tengah yang bekerja sama erat dengan Liga Arab", kata Lavrov, seperti dilansir Sputnik pada Jumat (21/12).
Kuartet Timur Tengah didirikan pada 2000 oleh perwakilan dari Uni Eropa, AS, Rusia, dan PBB untuk memfasilitasi pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Palestina. Kuartet kemudian berubah menjadi forum permanen untuk menegosiasikan solusi perdamaian yang langgeng.
Lavrov kemudian mengatakan, pemerintah AS telah merancang apa yang disebut kesepakatan abad ini sejak awal kepresidenan Donald Trump, tetapi sejauh ini telah gagal untuk menyajikan rinciannya.
Dia juga mengecam kecenderungan untuk melihat semua masalah Timur Tengah melalui prisma Iran, dengan menyebut pendekatan semacam itu adalah tipikal AS dan sekutunya. Menurut Lavrov, kecenderungan semacam itu menciptakan situasi yang berpotensi mencipatakan konflik lebih lanjut antara Syiah dan Sunni.
Dirinya lalu menyampaikan keprihatinan tentang upaya untuk melemahkan dasar hukum internasional untuk negosiasi perdamaian Israel-Palestina. Dia menambahkan bahwa bahkan keputusan PBB dipengaruhi oleh upaya-upaya ini.
Palestina sendiri telah menolak upaya AS untuk secara sendirian menegosiasikan perjanjian damai dengan Israel, menyusul keputusan Trump pada Desember 2017 untuk memindahkan Kedutaan AS ke Yerusalem dan mengakui seluruh Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan Trump juga meningkatkan ketegangan antara Palestina dan Israel dan menyebabkan bentrokan besar-besaran di perbatasan Israel dengan Jalur Gaza.
(esn)