Dianggap Monster, Presiden Duterte Sebut ICC Idiot
A
A
A
PORT MORESBY - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menjadi sasaran umpatan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Dia menyebut pengadilan itu diisi orang-orang idiot.
Duterte mengumat setelah dia dianggap sebagai monster terkait praktik pembunuhan massal di luar hukum selama menjalankan kebijakan perang melawan narkoba.
Berbicara di Papua Nugini pada hari Jumat, Presiden Duterte menolak untuk mengakui otoritas ICC. Menurutnya, pengadilan itu hanyalah ciptaan Uni Eropa, yang lapar untuk menyebarkan "pemerintahan internasional".
"Jadi mengapa saya membiarkan diri saya diadili oleh beberapa manusia idiot di dunia ini?," katanya.
Duterte telah lama berada dalam pantauan kelompok hak asasi manusia dan ICC karena operasi anti-narkoba yang kontroversial di negaranya. Sekitar 4.000 penjual narkoba dilaporkan dibunuh dalam operasi tersebut.
Namun, laporan yang diterima ICC menyebutkan jumlah korban tewas lebih dari 8.000. Pengadilan itu merasa perlu melakukan penyelidikan awal terhadap presiden dan para pejabat tinggi Filipina atas tuduhan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Duterte dengan lantang menyampaikan kecamannya kepada Pengadilan Kriminal Internasional yang berbasis di Belanda tersebut.
“(Mereka bilang Duterte) adalah monster. Jadi saya tidak termasuk dalam hak asasi manusia. Temukan pengadilan untuk monster," katanya, seperti dikutip Russia Today, Sabtu (17/11/2018).
Presiden telah berulang kali menggunakan bahasa yang kuat untuk menentang penyelidikan ICC. Pada bulan Oktober, dia mengatakan tidak ada cara yang bisa memaksanya membungkuk pada pengadilan tersebut. Dia bahkan mengancam akan menampar semua hakim pengadilan internasional itu.
Pemimpin Filipina ini juga mengancam para kritikus asing jika nekat datang ke negaranya dan membawa tuduhan. Menurutnya, para kritikus asing akan menjadi "target hidup" pasukannya.
Pada bulan Maret lalu, Manila mengumumkan penarikannya dari Statuta Roma, sebuah perjanjian pendirian ICC. Duterte lantas mengancam akan menangkap jaksa ICC Fatou Bensouda, menekankan bahwa badan itu tidak memiliki otoritas atas Filipina karena negara itu tidak lagi menjadi anggotanya.
Duterte mengumat setelah dia dianggap sebagai monster terkait praktik pembunuhan massal di luar hukum selama menjalankan kebijakan perang melawan narkoba.
Berbicara di Papua Nugini pada hari Jumat, Presiden Duterte menolak untuk mengakui otoritas ICC. Menurutnya, pengadilan itu hanyalah ciptaan Uni Eropa, yang lapar untuk menyebarkan "pemerintahan internasional".
"Jadi mengapa saya membiarkan diri saya diadili oleh beberapa manusia idiot di dunia ini?," katanya.
Duterte telah lama berada dalam pantauan kelompok hak asasi manusia dan ICC karena operasi anti-narkoba yang kontroversial di negaranya. Sekitar 4.000 penjual narkoba dilaporkan dibunuh dalam operasi tersebut.
Namun, laporan yang diterima ICC menyebutkan jumlah korban tewas lebih dari 8.000. Pengadilan itu merasa perlu melakukan penyelidikan awal terhadap presiden dan para pejabat tinggi Filipina atas tuduhan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Duterte dengan lantang menyampaikan kecamannya kepada Pengadilan Kriminal Internasional yang berbasis di Belanda tersebut.
“(Mereka bilang Duterte) adalah monster. Jadi saya tidak termasuk dalam hak asasi manusia. Temukan pengadilan untuk monster," katanya, seperti dikutip Russia Today, Sabtu (17/11/2018).
Presiden telah berulang kali menggunakan bahasa yang kuat untuk menentang penyelidikan ICC. Pada bulan Oktober, dia mengatakan tidak ada cara yang bisa memaksanya membungkuk pada pengadilan tersebut. Dia bahkan mengancam akan menampar semua hakim pengadilan internasional itu.
Pemimpin Filipina ini juga mengancam para kritikus asing jika nekat datang ke negaranya dan membawa tuduhan. Menurutnya, para kritikus asing akan menjadi "target hidup" pasukannya.
Pada bulan Maret lalu, Manila mengumumkan penarikannya dari Statuta Roma, sebuah perjanjian pendirian ICC. Duterte lantas mengancam akan menangkap jaksa ICC Fatou Bensouda, menekankan bahwa badan itu tidak memiliki otoritas atas Filipina karena negara itu tidak lagi menjadi anggotanya.
(mas)