Dunia Harus Intervensi Kebijakan Israel
A
A
A
YERUSALEM - Parlemen Arab menyerukan komunitas internasional untuk mengintervensi penghancuran Desa Khan Al-Ahmar di wilayah pendudukan Tepi Barat, Palestina.
Ketua Parlemen Arab Mishal Al-Salami mengirimkan surat kepada Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Dewan Keamanan PBB, dan Presiden Uni Parlemen Internasional untuk mengutuk langkah Israel terhadap rakyat Palestina.
“Keputusan Israel merupakan pembersihan etnik yang sangat kejam,” ujar Al Salami di lansir Kuna. Dia menyerukan resolusi PBB untuk pelarangan pembangunan permukiman Yahudi.
Al-Salami juga menyerukan konferensi internasional untuk mengupayakan perdamaian di bawah payung PBB. Koordinator khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah, Nickolay Evtimov Mladenov, meminta Israel tidak menghancurkan desa di kawasan Maale Adumim.
“Penghancuran desa itu mengabaikan solusi dua dan bertentangan dengan hukum internasional,” ujarnya. Pemerintah Palestina juga mengecam upaya penghancuran Desa Khan Al-Ahmar.
“Itu adalah upaya pembersihan etnik,” ungkap juru bicara Pemerintah Palestina Yousef Al-Mahmoud dilansir Wafa . Dia mengungkapkan kebijakan penghancuran desa bertujuan memaksa penduduk pribumi untuk meninggalkan tanah kelahiran.
Dia juga mengungkapkan bahwa komunitas internasional seharusnya ikut bertanggung jawab atas nasib rakyat Palestina. “Internasional harus menghentikan upaya Israel mengabaikan upaya mewujudkan perdamaian dan keamanan di kawasan ini,” papar Al-Mahmoud.
Melansir Al Jazeera, pemerintah Palestina juga mengungkapkan bahwa pemberangusan Desa Khan Al-Ahmar sebagai “proyek kolonial” Israel untuk membangun permukiman Yahudi sehingga memutuskan jarak antara Yerusalem Timur dan Tepi Barat.
“Langkah ilegal Israel mengungkap DNA kolonial dalam institusi Israel untuk mencaplok tanah Palestina,” demikian keterangan pemerintah Palestina. “Itu juga untuk memutuskan harapan berdirinya negara masa depan Pales tina,” ujarnya.
Hagai El-Ad, direktur kelompok HAM Israel B’Tselem, mengungkapkan bahwa keputusan penghancuran Desa Khan Al-Ahmar adalah keputusan tidak bermoral. Dia mengungkapkan, Mahkamah Agung Israel tidak melayani hukum, tetapi menjadi alat kepentingan pendudukan.
“Kita meminta komunitas internasional untuk bertindak menyelamatkan HAM di mana pun,” kata El-Ad. “Realitasnya, rakyat Palestina tinggal lebih dari setengah abad di bawah pendudukan militer,” katanya.
Khan Al-Ahmar terletak delapan kilometer dari Yerusalem dan berada di antara dua permukiman Israel, Maale Adumim dan Kfar Adumim. Pe merintah Israel ingin terus melakukan ekspansi. Penghancuran desa Arab Badui itu juga bertujuan memisahkan Tepi Barat dalam dua wilayah.
Pada Rabu (5/9), Mahkamah Agung Israel menyetujui penghancuran Desa Khan Al-Ahmar di Tepi Barat. “Mahkamah Agung menolak petisi yang menolak penghancuran Khan Al-Ahmar,” ungkap juru bicara Mahkamah Agung Israel, dilansir Reuters.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman memuji keputusan tersebut sebagai vonis “berani”. “Khan Al-Ahmar akan dievakuasi. Saya mengucapkan selamat kepada hakim Mahkamah Agung atas keputusan berani.
Tidak ada orang yang di atas hukum. Tidak ada yang bisa mencegah kita mengonsolidasikan ke daulatan kita,” kata Lieberman. Para penduduk Khan Al- Ahmar juga memprotes keputusan Israel tersebut. Mereka turun ke jalanan. “Kita sudah melalui semua prosedur di pengadilan. Kini kita tidak bisa melakukan apa pun,” ujar Tawfiq Jabareen, pengacara bagi warga Khan Al-Ahmar.
Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penghancuran, kata dia, adalah proses hukum. Israel tidak mengakui Khan Al-Ahmar sebagai kawasan penduduk setelah menjajah Tepi Barat pada 1967. Pada 2018, sebanyak 173 warga Arab Badui termasuk 92 anak-anak tinggal di sana. Sejak 2009, penduduk Khan Al-Ahmar menolak penghancuran desa tersebut. Desa Al-Ahmar didirikan pada 1950 oleh suku nomaden.
Pada sensus Palestina yang dilakukan Inggris pada 1931, jumlah penduduk Khan Al-Ahmar hanya 27 orang dan tiga rumah. Kebanyakan penduduk Khan Al-Ahmar berasal dari suku Jahalin. Penduduk desa tersebut migrasi dari Gurun Negev di selatan Israel.
Ketua Parlemen Arab Mishal Al-Salami mengirimkan surat kepada Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Dewan Keamanan PBB, dan Presiden Uni Parlemen Internasional untuk mengutuk langkah Israel terhadap rakyat Palestina.
“Keputusan Israel merupakan pembersihan etnik yang sangat kejam,” ujar Al Salami di lansir Kuna. Dia menyerukan resolusi PBB untuk pelarangan pembangunan permukiman Yahudi.
Al-Salami juga menyerukan konferensi internasional untuk mengupayakan perdamaian di bawah payung PBB. Koordinator khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah, Nickolay Evtimov Mladenov, meminta Israel tidak menghancurkan desa di kawasan Maale Adumim.
“Penghancuran desa itu mengabaikan solusi dua dan bertentangan dengan hukum internasional,” ujarnya. Pemerintah Palestina juga mengecam upaya penghancuran Desa Khan Al-Ahmar.
“Itu adalah upaya pembersihan etnik,” ungkap juru bicara Pemerintah Palestina Yousef Al-Mahmoud dilansir Wafa . Dia mengungkapkan kebijakan penghancuran desa bertujuan memaksa penduduk pribumi untuk meninggalkan tanah kelahiran.
Dia juga mengungkapkan bahwa komunitas internasional seharusnya ikut bertanggung jawab atas nasib rakyat Palestina. “Internasional harus menghentikan upaya Israel mengabaikan upaya mewujudkan perdamaian dan keamanan di kawasan ini,” papar Al-Mahmoud.
Melansir Al Jazeera, pemerintah Palestina juga mengungkapkan bahwa pemberangusan Desa Khan Al-Ahmar sebagai “proyek kolonial” Israel untuk membangun permukiman Yahudi sehingga memutuskan jarak antara Yerusalem Timur dan Tepi Barat.
“Langkah ilegal Israel mengungkap DNA kolonial dalam institusi Israel untuk mencaplok tanah Palestina,” demikian keterangan pemerintah Palestina. “Itu juga untuk memutuskan harapan berdirinya negara masa depan Pales tina,” ujarnya.
Hagai El-Ad, direktur kelompok HAM Israel B’Tselem, mengungkapkan bahwa keputusan penghancuran Desa Khan Al-Ahmar adalah keputusan tidak bermoral. Dia mengungkapkan, Mahkamah Agung Israel tidak melayani hukum, tetapi menjadi alat kepentingan pendudukan.
“Kita meminta komunitas internasional untuk bertindak menyelamatkan HAM di mana pun,” kata El-Ad. “Realitasnya, rakyat Palestina tinggal lebih dari setengah abad di bawah pendudukan militer,” katanya.
Khan Al-Ahmar terletak delapan kilometer dari Yerusalem dan berada di antara dua permukiman Israel, Maale Adumim dan Kfar Adumim. Pe merintah Israel ingin terus melakukan ekspansi. Penghancuran desa Arab Badui itu juga bertujuan memisahkan Tepi Barat dalam dua wilayah.
Pada Rabu (5/9), Mahkamah Agung Israel menyetujui penghancuran Desa Khan Al-Ahmar di Tepi Barat. “Mahkamah Agung menolak petisi yang menolak penghancuran Khan Al-Ahmar,” ungkap juru bicara Mahkamah Agung Israel, dilansir Reuters.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman memuji keputusan tersebut sebagai vonis “berani”. “Khan Al-Ahmar akan dievakuasi. Saya mengucapkan selamat kepada hakim Mahkamah Agung atas keputusan berani.
Tidak ada orang yang di atas hukum. Tidak ada yang bisa mencegah kita mengonsolidasikan ke daulatan kita,” kata Lieberman. Para penduduk Khan Al- Ahmar juga memprotes keputusan Israel tersebut. Mereka turun ke jalanan. “Kita sudah melalui semua prosedur di pengadilan. Kini kita tidak bisa melakukan apa pun,” ujar Tawfiq Jabareen, pengacara bagi warga Khan Al-Ahmar.
Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penghancuran, kata dia, adalah proses hukum. Israel tidak mengakui Khan Al-Ahmar sebagai kawasan penduduk setelah menjajah Tepi Barat pada 1967. Pada 2018, sebanyak 173 warga Arab Badui termasuk 92 anak-anak tinggal di sana. Sejak 2009, penduduk Khan Al-Ahmar menolak penghancuran desa tersebut. Desa Al-Ahmar didirikan pada 1950 oleh suku nomaden.
Pada sensus Palestina yang dilakukan Inggris pada 1931, jumlah penduduk Khan Al-Ahmar hanya 27 orang dan tiga rumah. Kebanyakan penduduk Khan Al-Ahmar berasal dari suku Jahalin. Penduduk desa tersebut migrasi dari Gurun Negev di selatan Israel.
(don)