Kota Hilang Berusia 4.000 Tahun dan Piramida Ditemukan di China

Minggu, 26 Agustus 2018 - 09:01 WIB
Kota Hilang Berusia...
Kota Hilang Berusia 4.000 Tahun dan Piramida Ditemukan di China
A A A
BEIJING - Para arkeolog telah menemukan sisa-sisa kota yang hilang di China, diperkirakan berusia lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Kota tersebut ditemukan di sebuah pegunungan di atas Sungai Tuwei, China.

Para arkeolog juga menemukan piramida besar yang dulunya berfungsi sebaga pusat istana, bersama dengan dinding batu pertahanan, sisa-sisa pembuatan perkakas, dan beberapa lubang yang dipenuni dengan tengkorak manusia.

Penemuan Zaman Perunggu ini menantang pemahaman pada arkeolog tentang peradaban dan permukiman pada masa China awal, yang menunjukkan dataran rendah adalah rumah bagi masyarakat yang kompleks jauh sebelum 'pusat' yang secara tradisional diasumsikan muncul di Dataran Tengah.

Kota kuno yang dijuluki Shimao ini adalah rumah bagi piramida yang berdiri setinggi 70 meter, dan dijaga oleh dinding dalam dan luar yang sangat besar.

Ribuan tahun yang lalu ketika wilayah itu berkembang, dari sekitar 2300 SM hingga 1800 SM, kota membentang sekitar 988 hektar.

Piramida itu dibangun dari bukit yang gersang, dengan 11 tangga besar meruncing ketika naik, tulis para peneliti dalam sebuah makalah yang diterbitkan untuk jurnal Antiquity.

Di luar pintu masuk, mereka menemukan alun-alun terbuka yang besar tempat ritual dan mungkin pertemuan politik diadakan.

Menurut para peneliti, istana dibangun di atas piramida besar dari tanah dengan tiang-tiang kayu dan ubin diatasnya. Diduga, bagian atas piramida ditempati oleh kelompok golongan elit yang berkuasa, yang kemungkinan juga merupakan lokasi produksi kerajinan rakyat atau industri.

Mata dan wajah batu antropomorfik ditemukan diukir di muka bangunan piramida.

"Dengan ketinggian yang mengesankan setidaknya 70 m, piramida itu dapat dilihat dari mana-mana di dalam pemukiman, dari pinggiran kota dan bahkan pinggiran pedesaan," tulis para arkeolog seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (26/8/2018).

"Jadi itu bisa saja memberikan pengingat yang konstan dan luar biasa kepada populasi Shimao dari kekuatan para elit yang berkuasa yang berada di atasnya - sebuah contoh konkret dari 'piramida sosial," sambungnya.

Para peneliti mengatakan pengorbanan massal juga merupakan hal yang biasa di Shimao, dengan enam lubang yang berisi kepala manusia yang dipenggal kepalanya ditemukan di situs pada luar benteng. Sisa-sisa manusia dan giok yang terkait dengan pengorbanan ditemukan juga di monumen Shimao lainnya.

"Giok dan pengorbanan manusia mungkin telah menanamkan dinding Shimao dengan potensi ritual dan agama, memperkuat maknanya sebagai pusat monumental, meningkatkan keefektifan pelindung dinding dan menjadikannya tempat kekuatan dalam setiap arti," tulis para peneliti.

Reruntuhan Shimao adalah situs kota batu neolitik di provinsi utara Shaanxi, China.

Situs ini pertama kali ditemukan pada tahun 1976 ketika para arkeolog mengira itu adalah kota kecil, tetapi lebih dari kota itu telah ditemukan kembali.

"Dengan luas 4 kilometer persegi, ini adalah yang terbesar dari jenisnya di China Neolitik," China.org melaporkan.

Mereka percaya kota itu memiliki dinding batu 'luar biasa' untuk struktur dalam dan luar.

Para ahli juga telah menemukan batu giok berukir berharga dalam jumlah besar, yang mengindikasikan Shimao adalah kota yang kaya dan penting pada saat itu.

Para arkeolog juga menemukan mural di situs tersebut, yang menurut mereka mungkin termasuk yang tertua di China berusia sekitar 4.000 tahun.

Khususnya, para peneliti mengatakan penemuan tersebut mengindikasikan status Shimao sebagai peradaban yang dibangun secara hati-hati.

"Penelitian ini mengungkapkan bahwa pada tahun 2000 SM, dataran tinggi yang terbuang adalah rumah bagi masyarakat yang kompleks yang mewakili jantung politik dan ekonomi," tulis para peneliti.

"Secara signifikan, ditemukan bahwa simbol-simbol inti Zaman Perunggu kelak yang terkait dengan peradaban Dataran Tengah, pada kenyataannya, dibuat lebih awal di Shimao," kata para peneliti.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0953 seconds (0.1#10.140)