Anggap Knesset Rasis, Legislator Arab Israel Mundur dari Parlemen
A
A
A
TEL AVIV - Seorang anggota parlemen Arab Israel mengundurkan diri. Ia juga mencap parlemen Israel "rasis" setelah meloloskan undang-undang baru kontroversial yang menyatakan Israel sebagai negara bangsa dari orang-orang Yahudi.
Undang-undang baru berbicara tentang Israel sebagai tanah air bersejarah orang Yahudi dan mengatakan mereka memiliki hak "unik" untuk menentukan nasib sendiri. Undang-undang ini juga mencabut status bahasa Arab yang sudah lama sebagai bahasa resmi bersama bahasa Ibrani.
Zouheir Bahloul, dari partai oposisi Zionis Union, mengatakan dia tidak bisa menghadapi cucunya mengatakan bahwa dia tetap menjadi bagian dari kamar yang sama yang mengesahkan undang-undang.
"Saya mengundurkan diri dari Knesset," ujarnya, mengacu pada parlemen Israel seperti dikutip dari AFP, Minggu (29/7/2018).
"Undang-undang negara negara secara resmi, secara konstitusional, menghilangkan populasi Arab dari jalan kesetaraan di Israel," katanya dalam bahasa Ibrani.
"Haruskah saya duduk di pagar? Haruskah saya memberi legitimasi kepada parlemen yang destruktif, rasis, ekstremis ini?" tanyanya.
Bahloul mengatakan bahwa pengunduran dirinya secara resmi akan berlaku ketika parlemen kembali dari reses musim panasnya pada bulan September, tetapi dia berjanji untuk tidak mempertimbangkan kembali keputusannya.
"Saya dengan setia berjanji bahwa saya tidak akan kembali," tegasnya.
Setelah undang-undang disetujui awal bulan ini para anggota parlemen Arab mencap undang-undang tersebut "rasis" dan merobek salinan rancangan undang-undang itu di ruang Knesset.
Populasi warga Arab sekitar 17,5 persen dari lebih dari delapan juta penduduk Israel.
Undang-undang tersebut tidak menyebutkan persamaan dan karakter demokratis Israel, menyiratkan identitas Yahudi di negara itu diutamakan.
Para pemimpin komunitas Druze Arab yang berpenduduk 130.000 orang Israel, yang tidak seperti Muslim dan Kristen tunduk pada rancangan militer, telah mengajukan gugatan terhadap undang-undang tersebut ke Mahkamah Agung negara itu.
Pada hari Jumat, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengadakan pembicaraan dengan pemimpin spiritual Druze Israel Sheikh Muafak Tarif dan seorang pensiunan jenderal Druze.
"Perdana Menteri Netanyahu tidak membuat komitmen dan mengatakan bahwa dia akan terus mengadakan konsultasi," kata kantor perdana menteri dalam sebuah pernyataan.
Juga hadir dalam pertemuan itu adalah Menteri Komunikasi Ayoob Kara, anggota partai Likud sayap kanan Netanyahu.
Ia memilih mendukung undang-undang dan sejak itu dilaporkan menerima ancaman pembunuhan.
Undang-undang baru berbicara tentang Israel sebagai tanah air bersejarah orang Yahudi dan mengatakan mereka memiliki hak "unik" untuk menentukan nasib sendiri. Undang-undang ini juga mencabut status bahasa Arab yang sudah lama sebagai bahasa resmi bersama bahasa Ibrani.
Zouheir Bahloul, dari partai oposisi Zionis Union, mengatakan dia tidak bisa menghadapi cucunya mengatakan bahwa dia tetap menjadi bagian dari kamar yang sama yang mengesahkan undang-undang.
"Saya mengundurkan diri dari Knesset," ujarnya, mengacu pada parlemen Israel seperti dikutip dari AFP, Minggu (29/7/2018).
"Undang-undang negara negara secara resmi, secara konstitusional, menghilangkan populasi Arab dari jalan kesetaraan di Israel," katanya dalam bahasa Ibrani.
"Haruskah saya duduk di pagar? Haruskah saya memberi legitimasi kepada parlemen yang destruktif, rasis, ekstremis ini?" tanyanya.
Bahloul mengatakan bahwa pengunduran dirinya secara resmi akan berlaku ketika parlemen kembali dari reses musim panasnya pada bulan September, tetapi dia berjanji untuk tidak mempertimbangkan kembali keputusannya.
"Saya dengan setia berjanji bahwa saya tidak akan kembali," tegasnya.
Setelah undang-undang disetujui awal bulan ini para anggota parlemen Arab mencap undang-undang tersebut "rasis" dan merobek salinan rancangan undang-undang itu di ruang Knesset.
Populasi warga Arab sekitar 17,5 persen dari lebih dari delapan juta penduduk Israel.
Undang-undang tersebut tidak menyebutkan persamaan dan karakter demokratis Israel, menyiratkan identitas Yahudi di negara itu diutamakan.
Para pemimpin komunitas Druze Arab yang berpenduduk 130.000 orang Israel, yang tidak seperti Muslim dan Kristen tunduk pada rancangan militer, telah mengajukan gugatan terhadap undang-undang tersebut ke Mahkamah Agung negara itu.
Pada hari Jumat, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengadakan pembicaraan dengan pemimpin spiritual Druze Israel Sheikh Muafak Tarif dan seorang pensiunan jenderal Druze.
"Perdana Menteri Netanyahu tidak membuat komitmen dan mengatakan bahwa dia akan terus mengadakan konsultasi," kata kantor perdana menteri dalam sebuah pernyataan.
Juga hadir dalam pertemuan itu adalah Menteri Komunikasi Ayoob Kara, anggota partai Likud sayap kanan Netanyahu.
Ia memilih mendukung undang-undang dan sejak itu dilaporkan menerima ancaman pembunuhan.
(ian)