OKI: Relokasi Kedubes AS Adalah Penghinaan Terhadap Hukum Internasional
A
A
A
RIYADH - Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyatakan kecaman keras atas pembukaan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Yerusalem. OKI menyebut, pembukaan yang menandai relokasi kedubes itu adalah sebuah bentuk penghinaan terhadap hukum internasional.
Dalam sebuah pernyataan OKI menuturkan, AS secara tidak sah membuka kedubesnya di Yerusalem. Di mana menurut OKI, hal itu jelas melanggar hukum dan legitimasi internasional dan merupakan penghinaan terhadap posisi masyarakat internasional mengenai Yerusalem.
"OKI dengan tegas menolak dan mengutuk dalam hal yang paling kuat keputusan ilegal ini oleh Administrasi AS dan menganggap tindakan ini sebagai serangan terhadap hak-hak sejarah, hukum, alam dan nasional rakyat Palestina, yang merongrong kedudukan PBB dan hukum internasional," kata OKI.
"Dengan demikian ini adalah penghinaan terhadap perdamaian dan keamanan internasional, seperti yang dinyatakan dalam KTT Luar Biasa OKI yang diadakan di Istanbul pada 13 Desember 2017, dan juga oleh komunitas internasional di Sidang Umum PBB yang diadakan pada 21 Desember 2017," sambungnya, seperti dikutip Sindonews dari laman resmi OKI pada Selasa (15/4).
AS, menurut OKI telah melanggar komitmennya sendiri dan menyatakan penghinaan demi penghinaan terhadap hak-hak sah Palestina, dan hukum internasional dan telah membuat sangat jelas bahwa itu tidak memperhatikan hak-hak dan sentimen umat Muslim dan menyimpulkan bahwa Administrasi AS saat ini telah membatalkan perannya sebagai broker dalam upaya perdamaian di Timur Tengah.
OKI kemudian mengatakan bahwa status Al Quds Al Sharif atau Yerusalem adalah akar dari OKI, untuk Umat Muslim, dan untuk agama-agama lain. Oleh karena itu, lanjut OKI memerlukan perlindungan dan pelestarian dari dimensi spiritual, agama dan budaya yang unik, seperti yang disampaikan dalam resolusi PBB yang relevan dan penentuan status Yerusalem harus dan harus diselesaikan melalui negosiasi sesuai dengan Resolusi PBB yang relevan.
"Kami menetapkan bahwa akan melanjutkan upaya untuk mempertahankan solusi dua negara dan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri dan negara dengan menciptakan realitas politik dan hukum yang positif dan tidak dapat diubah, dan memimpin upaya untuk merumuskan pendekatan multilateral dan kredibel untuk mengakhiri konflik atas dasar hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan," ungkapnya.
OKI menambahkan, mereka akan mengejar semua jalan hukum, politik, dan legislatif yang tersedia di tingkat nasional dan internasional untuk menghadapi dan menghentikan rezim pemukiman Israel di Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur.
Dalam sebuah pernyataan OKI menuturkan, AS secara tidak sah membuka kedubesnya di Yerusalem. Di mana menurut OKI, hal itu jelas melanggar hukum dan legitimasi internasional dan merupakan penghinaan terhadap posisi masyarakat internasional mengenai Yerusalem.
"OKI dengan tegas menolak dan mengutuk dalam hal yang paling kuat keputusan ilegal ini oleh Administrasi AS dan menganggap tindakan ini sebagai serangan terhadap hak-hak sejarah, hukum, alam dan nasional rakyat Palestina, yang merongrong kedudukan PBB dan hukum internasional," kata OKI.
"Dengan demikian ini adalah penghinaan terhadap perdamaian dan keamanan internasional, seperti yang dinyatakan dalam KTT Luar Biasa OKI yang diadakan di Istanbul pada 13 Desember 2017, dan juga oleh komunitas internasional di Sidang Umum PBB yang diadakan pada 21 Desember 2017," sambungnya, seperti dikutip Sindonews dari laman resmi OKI pada Selasa (15/4).
AS, menurut OKI telah melanggar komitmennya sendiri dan menyatakan penghinaan demi penghinaan terhadap hak-hak sah Palestina, dan hukum internasional dan telah membuat sangat jelas bahwa itu tidak memperhatikan hak-hak dan sentimen umat Muslim dan menyimpulkan bahwa Administrasi AS saat ini telah membatalkan perannya sebagai broker dalam upaya perdamaian di Timur Tengah.
OKI kemudian mengatakan bahwa status Al Quds Al Sharif atau Yerusalem adalah akar dari OKI, untuk Umat Muslim, dan untuk agama-agama lain. Oleh karena itu, lanjut OKI memerlukan perlindungan dan pelestarian dari dimensi spiritual, agama dan budaya yang unik, seperti yang disampaikan dalam resolusi PBB yang relevan dan penentuan status Yerusalem harus dan harus diselesaikan melalui negosiasi sesuai dengan Resolusi PBB yang relevan.
"Kami menetapkan bahwa akan melanjutkan upaya untuk mempertahankan solusi dua negara dan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri dan negara dengan menciptakan realitas politik dan hukum yang positif dan tidak dapat diubah, dan memimpin upaya untuk merumuskan pendekatan multilateral dan kredibel untuk mengakhiri konflik atas dasar hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan," ungkapnya.
OKI menambahkan, mereka akan mengejar semua jalan hukum, politik, dan legislatif yang tersedia di tingkat nasional dan internasional untuk menghadapi dan menghentikan rezim pemukiman Israel di Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur.
(esn)