Novichok, Racun Terhebat Rusia Pemantik Geger dengan Inggris

Kamis, 15 Maret 2018 - 09:45 WIB
Novichok, Racun Terhebat...
Novichok, Racun Terhebat Rusia Pemantik Geger dengan Inggris
A A A
MOSKOW - Inggris sedang berseteru dengan Rusia, di mana London memutuskan untuk mengusir 23 diplomat Moskow. Pengusiran itu sebagai respons atas tuduhan bahwa Moskow meracuni mantan agen ganda Sergei Skripal dengan racun saraf Novichok di Salisbury, Inggris selatan.

Skripal adalah bekas agen intelijen Rusia. Dia dihukum Kremlin karena ketahuan jadi agen ganda untuk Moskow dan London. Dia dibebaskan atau diampuni tahun 2010 melalui kesepakatan tukar tahanan mata-mata antara Rusia dan Barat. Sejak itu, Skripal dan keluarganya tinggal dan dilindungi Inggris.

Mantan agen ganda tersebut bersama putrinya, Yulia, ditemukan tak berdaya di Salisbury beberapa pekan lalu setelah terpapar racun. Pemerintah Perdana Menteri Theresa May menuduh Rusia sebagai dalang serangan racun, namun Moskow menyangkalnya dengan berdalih tak ada untungnya meracuni sosok pengkhianat.

Baca Juga: Moskow: Inggris Pilih Konfrontasi dengan Rusia!

Apapun jawaban Moskow, PM May memutuskan empat respons untuk kasus ini. Yakni, mengusir 23 diplomat Rusia, membekukan aset-aset Moskow, membekukan komunikasi tingkat tinggi dan memboikot World Cup atau Piala Dunia 2018 di Rusia.

Tak terima, Rusia berjanji membalas tindakan Inggris. Bagi Kremlin tindakan London berarti pilihan untuk konfrontasi.

Terlepas dari perseteruan kedua negara itu, racun saraf Novichok mendadak menjadi pemberitaan utama. Racun ini dinyatakan sebagai senjata kimia terhebat yang pernah dimiliki Soviet—kini bernama Rusia. Daya mematikannya sepuluh kali lebih kuat dari racun VX yang membunuh Kim Jong-nam—kakak tiri diktator Korea Utara Kim Jong-un—di Kuala Lumpur tahun lalu.

Saat Mikhail Gorbachev berkuasa di Soviet, racun atau agen saraf Novichok sangat rahasia. Pemerintah Gorbachev kala itu dilaporkan menolak penggunaan dan produksi massal senjata kimia itu.

Baca Juga: Memanas, Inggris Usir 23 Diplomat Rusia

Keberadaannya terungkap berkat pertengkaran ilmuwan berani bernama Vil Mirzayanov, yang pernah bekerja di State Union Scientific Research Institute for Organic Chemistry and Technology. Lembaga tersebut digambarkan oleh salah satu pejabat tinggi sebagai ”pemimpin dalam teknologi penghancuran kimiawi”.

Pada sore yang kelabu bulan September 1993, Mirzayanov dan seorang ilmuwan aktivis bernama Lev Fyodorov datang ke kantor Moskow di Baltimore Sun. Perang Dingin seharusnya berakhir, dan Mirzayanov semakin marah atas kerja senjata rahasia tersebut. Dia memutuskan untuk go public, dan kedua ilmuwan tersebut mengatakan kepada seorang agen mata-mata bahwa mereka telah mengatur untuk menerbitkan sebuah artikel keesokan harinya di koran Moskovsky Novosti.

Tapi, kata mereka, mereka pikir mereka bisa memastikan beberapa ukuran keamanan untuk diri mereka sendiri dengan mengungkap ceritanya di Barat. Bagaimanapun, mereka beralasan, Amerika Serikat dan Rusia sudah bersikap ramah, bantuan Amerika sangat penting bagi stabilitas Rusia dan tidak ada yang membutuhkan agen saraf.

Menurut laporan yang dilansir The Washington Post, Kamis (15/3/2018), kedua ilmuwan itu mengatakan bahwa Soviet memiliki agen saraf 10 kali lebih kuat daripada VX. Agen sarag baru itu bernama Novichok Nomor 5.

Penelitian tentang Novichok sejatinya telah dimulai pada tahun 1987, ketika Uni Soviet menyatakan akan secara sepihak menghentikan semua program senjata kimia. Racun hebat ini telah dikembangkan di institut tersebut dan diuji di tempat yang disebut Shikhani, di tenggara Rusia, dan di wilayah Nukus, Uzbekistan.

Seorang ilmuwan, Andrei Zheleznyakov, dilaporkan pernah mengalami sejumlah insiden terpapar Novichok dalam kecelakaan laboraturium lima tahun sebelumnya. Efek racun ini, menurut laporan tersebut, menumbulkan sengatan berwarna dan halusinasi. Zheleznyakov tidak pernah pulih total, dan dia meninggal setelah diwawancarai seorang agen intelijen.

Pemerintah Rusia ketika di bawah pemerintahan bawah Boris Yeltsin, mengatakan bahwa mereka tidak pernah meninggalkan penelitian tentang senjata kimia secara ketat untuk tujuan defensif. Namun, Rusia mengklaim tidak menimbun racun Novichok, tapi tidak pula merasa berkewajiban untuk melaporkan keberadaannya di bawah konvensi senjata kimia.

Hingga kini keberadaan racun hebat yang pernah dimiliki Rusia ini masih misterius.

Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, Duta Besar Rusia untuk Inggris Alexander Yakovenko menolak tuduhan bahwa Moskow meracunI Skripal seperti yang dilontarkan Perdana Menteri Theresa May. Menurutnya, tudingan tersebut tidak bisa diterima dan sebuah provokasi.

"Semua yang dilakukan hari ini (kemarin) oleh pemerintah Inggris sama sekali tidak dapat diterima dan kami menganggap ini sebuah provokasi," katanya.

Kremlin bersikap bahwa dugaan penggunaan senjata kimia harus ditangani Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) yang memiliki peraturan tentang bagaimana menangani tuduhan tersebut. Tapi, Kremlin kesal lantaran Inggris memilih untuk mengultimatum Moskow.

"Kami percaya bahwa tindakan yang diambil oleh pemerintah Inggris tidak ada hubungannya dengan situasi yang kita hadapi di Salisbury," tambahnya. "Tentu saja, kami belum siap untuk berbicara dengan cara ultimatum."
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0856 seconds (0.1#10.140)