Nepal Selidiki Kotak Hitam Pesawat

Rabu, 14 Maret 2018 - 09:56 WIB
Nepal Selidiki Kotak...
Nepal Selidiki Kotak Hitam Pesawat
A A A
KATHMANDU - Para investigator telah mendapatkan kotak hitam rekaman data penerbangan dari puing pesawat USBangla Airlines yang kecelakaan di Kathmandu, Nepal.

Kecelakaan saat pesawat mendarat di ibu kota Nepal itu menewaskan sedikitnya 49 orang di kabin termasuk kru. Maskapai asal Bangladesh dan otoritas bandara di Kathmandu saling menyalahkan setelah bencana penerbangan pada Senin (12/3) tersebut.

Hal ini menjadi kecelakaan pesawat terburuk di Nepal sejak insiden 1992 yang dialami pesawat Pakistan International Airlines (PIA) menewaskan 167 orang. “Rekaman data penerbangan telah ditemukan, kami harus menjaganya tetap aman,” ujar Raj Kumar Chettri, manajer umum bandara pada kantor berita Reuters .

Dia menambahkan, investigasi telah dimulai untuk mengetahui penyebab kecelakaan pesawat Bombardier Q400 yang membawa 71 orang dari Dhaka, Bangladesh itu. Kecelakaan terjadi saat kondisi jarak pandang melebihi 6 km dengan awan di salah satu ujung landasan pacu dan kecepatan angin ekor ringan antara enam dan tujuh knot.

Operator pesawat US-Bangla Airlines menyatakan, Kapten Abid Sultan yang mengemudikan pesawat adalah bekas pilot Angkatan Udara Bangladesh. Abid Sultan telah mendarat lebih dari 10 kali di Kathmandu dengan pergeseran arah angin dan tabrakan burung menjadi risiko paling banyak.

“Sultan memiliki lebih dari 5.000 jam terbang dan dilatih khusus mendarat di bandara itu,” papar juru bicara maskapai USBangla Airlines Kamrul Islam. Pihak maskapai juga menolak laporan media bahwa pesawat itu pernah tergelincir di bandara saat penerbangan domestik pada 2015.

“Pesawat itu tidak pernah mengalami kecelakaan apapun. Pesawat tidak memiliki masalah teknis,” ujar Kamrul Islam. Chief Executive Officer (CEO) US-Bangla Airlines Imran Asif juga membela pilot pesawat. Dia menyebut transkrip percakapan radio dengan kontrol darat di Kathmandu yang dikeluarkan laman keamanan udara Jerman, JACDEC.

“Kami menduga sinyal salah dari ruang kontrol lalu lintas Kathmandu telah mengakibatkan kecelakaan itu. Percakapan tiga menit antara pilot dan kontrol lalu lintas udara sebelum pendaratan menunjukkan bahwa mereka mengirim sinyal salah pada pilot,” kata Asif.

Transkrip yang menurut Asif dapat diakses di YouTube itu mengungkap kebingungan mengenai desain landasan pacu bagi pesawat yang hendak mendarat. Transmisi oleh menara kontrol Kathmandu menunjukkan hal itu meski diizinkan mendarat di landasan 02, penerbangan mulai menyimpang dari jalurnya.

“Kapten pesawat dan menara kontrol membahas tujuan landasan bagi pesawat tersebut,” ungkap laman JACDEC. Pada satu tahap, menara kontrol menyatakan pada kopilot perempuan untuk menuju landasan 20 meski pesawat telah diizinkan untuk landasan 02.

Kemudian kapten mengambil alih percakapan dan mengonfirmasi rencana mendarat di landasan 02. Pada satu tahap, kontrol darat menyatakan landasan 20 juga telah dibersihkan untuk pendaratan.

Pada akhirnya pesawat berupaya mendarat ke landasan yang awalnya telah diizinkan, tapi segera mengalami kecelakaan, pecah berkeping- keping, dan terbakar sehingga kedua pilot tewas. Pejabat senior penerbangan sipil Nepal Sanjiv Gautam tidak langsung mengonfirmasi keaslian transkrip percakapan itu. Dia menyatakan publikasi percakapan semacam itu melanggar hukum.

“Kami tidak tahu bagaimana itu bisa muncul ke publik. Ilegal jika percakapan semacam itu diketahui publik,” ungkap Gautam yang menjadi direktur umum OtoritasPenerbanganSipilNepal. Aktivitas penerbangan di bandara itu telah kembali normal kemarin meski puing pesawat masih berada di dekat landasan dan dijaga personel keamanan.

Pesawat US-Bangla lepas landas menuju Kathmandu dari Dhaka, kemarin, untuk membawa tujuh pejabat maskapai dan 46 keluarga penumpang yang mengalami kecelakaan.

“Apa pun yang menyebabkan kecelakaan tragis ini, kami meminta maaf. Kami berdiri bersama keluarga yang berduka karena kehilangan orang yang mereka cintai,” ungkap Asif di akun LinkedIn. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0934 seconds (0.1#10.140)