Buddha yang Hidup, Julukan Baru Presiden China Xi Jinping
A
A
A
BEIJING - Presiden China Xi Jinping menjabat sebagai pemimpin Partai Komunis serta panglima tertinggi militer. Sekarang, dia memiliki julukan baru sebagai Buddha yang masih hidup.
Julukan agung untuk Presiden Xi diberikan oleh umat Buddha etnis Tibet.
Berbicara pada hari Rabu di sela-sela pertemuan parlemen tahunan China, Wang Guosheng, pemimpin Partai Komunis China dari Provinsi Qing Qing barat laut—tempat kelahiran Dalai Lama—mengatakan bahwa warga Tibet yang tinggal di wilayah tersebut menganggap Xi sebagai Buddha.
Wang mengatakan bahwa provinsi tersebut telah mengikuti pesan Mao Zedong tentang sosok pemmberi inspirasi kepada massa untuk mencintai Partai Komunis China dan pemimpinnya. Gambar pemimpin yang dimaksud telah didistribusikan kepada orang-orang yang dilanda kemiskinan yang dipindahkan ke rumah-rumah baru.
Wang tidak bisa menentukan apakah gambar yang didistribusikan itu gambar Mao Zedong atau Xi Jinping.
“Orang-orang biasa di daerah penggembalaan mengatakan, Sekretaris Jenderal Xi adalah Bodhisattva yang hidup. Ini adalah hal yang sangat jelas untuk dikatakan,” kata Wang, seperti dikutip Reuters, Jumat (9/3/2018).
Bodhisattva adalah individu yang melakukan tindakan welas asih untuk mencapai pencerahan. Bodhisattva kerap diartikan sebagai calon Buddha. Umat Buddha Tibet menganggap pemimpin spiritual mereka yang diasingkan, Dalai Lama, sudah menjadi sosok penjelmaan Avalokitesvara, seorang Bodhisattva belas kasih.
Xi, yang akan diposisikan untuk tetap berkuasa tanpa batas waktu setelah parlemen mengubah konstitusi, dianggap sebagai pemimpin China yang paling kuat sejak era Mao Zedong.
Komentar Wang dipublikasikan di akun WeChat kantor berita Beijing yang dikelola negara bagian setempat pada Rabu malam.
Meskipun menjadi rumah leluhur Dalai Lama, Qinghai pada umumnya kurang tegang ketimbang Daerah Otonomi Tibet. Qinghai juga tidak membatasi kunjungan untuk orang asing.
Kelompok hak asasi manusia dan orang-orang buangan Tibet secara teratur mengkritik pemerintah karena tidak menghormati hak dan tradisi agama orang Tibet. Mereka kerap menganggap pemerintah China menginjak-injak budaya mereka.
Namun, pemerintah China membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa peraturannya telah menciptakan pembangunan ke daerah yang dilanda kemiskinan tersebut.
Julukan agung untuk Presiden Xi diberikan oleh umat Buddha etnis Tibet.
Berbicara pada hari Rabu di sela-sela pertemuan parlemen tahunan China, Wang Guosheng, pemimpin Partai Komunis China dari Provinsi Qing Qing barat laut—tempat kelahiran Dalai Lama—mengatakan bahwa warga Tibet yang tinggal di wilayah tersebut menganggap Xi sebagai Buddha.
Wang mengatakan bahwa provinsi tersebut telah mengikuti pesan Mao Zedong tentang sosok pemmberi inspirasi kepada massa untuk mencintai Partai Komunis China dan pemimpinnya. Gambar pemimpin yang dimaksud telah didistribusikan kepada orang-orang yang dilanda kemiskinan yang dipindahkan ke rumah-rumah baru.
Wang tidak bisa menentukan apakah gambar yang didistribusikan itu gambar Mao Zedong atau Xi Jinping.
“Orang-orang biasa di daerah penggembalaan mengatakan, Sekretaris Jenderal Xi adalah Bodhisattva yang hidup. Ini adalah hal yang sangat jelas untuk dikatakan,” kata Wang, seperti dikutip Reuters, Jumat (9/3/2018).
Bodhisattva adalah individu yang melakukan tindakan welas asih untuk mencapai pencerahan. Bodhisattva kerap diartikan sebagai calon Buddha. Umat Buddha Tibet menganggap pemimpin spiritual mereka yang diasingkan, Dalai Lama, sudah menjadi sosok penjelmaan Avalokitesvara, seorang Bodhisattva belas kasih.
Xi, yang akan diposisikan untuk tetap berkuasa tanpa batas waktu setelah parlemen mengubah konstitusi, dianggap sebagai pemimpin China yang paling kuat sejak era Mao Zedong.
Komentar Wang dipublikasikan di akun WeChat kantor berita Beijing yang dikelola negara bagian setempat pada Rabu malam.
Meskipun menjadi rumah leluhur Dalai Lama, Qinghai pada umumnya kurang tegang ketimbang Daerah Otonomi Tibet. Qinghai juga tidak membatasi kunjungan untuk orang asing.
Kelompok hak asasi manusia dan orang-orang buangan Tibet secara teratur mengkritik pemerintah karena tidak menghormati hak dan tradisi agama orang Tibet. Mereka kerap menganggap pemerintah China menginjak-injak budaya mereka.
Namun, pemerintah China membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa peraturannya telah menciptakan pembangunan ke daerah yang dilanda kemiskinan tersebut.
(mas)