Indonesia Klaim AS Cabut Sanksi Kopassus, Washington Bungkam

Rabu, 21 Februari 2018 - 04:58 WIB
Indonesia Klaim AS Cabut...
Indonesia Klaim AS Cabut Sanksi Kopassus, Washington Bungkam
A A A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengklaim pemerintah Amerika Serikat telah mencabut sanksi terhadap Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite Angkatan Darat Indonesia. Namun, Washington masih enggan mengonfirmasi pencabutan sanksi tersebut.

Kopassus dijatuhi sanksi oleh AS atas tuduhan melakukan pembunuhan warga sipil dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua Barat, Aceh dan Timor Leste (sebelumnya Timor Timur saat masih jadi provinsi Indonesia). Akibat sanksi itu, Kopassus dilarang melakukan latihan militer bersama pasukan AS selama 19 tahun terakhir.

Klaim pencabutan sanksi itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan yang juga mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko pada hari Senin. Menurutnya, pencabutan sanksi itu dikonfirmasi sendiri oleh Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph Donovan dalam sebuah pertemuan di Istana Kepresidenan.

Baca Juga: Menhan AS Takjub Lihat Kopassus Minum Darah Kobra

Kebijakan AS itu diambil setelah Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu meminta Menteri Pertahanan AS James Mattis untuk mengakhiri larangan latihan Kopassus bersama militer AS. Permintaan itu disampaikan Menhan Ryamizard saat Menhan Mattis berkunjung bulan lalu.

Pemerintah Indonesia telah berkali-kali melobi agar larangan tersebut dicabut, namun belum berhasil sepenuhnya meski sudah mendapat dukungan penuh dari Pentagon. Mantan presiden Barack Obama pada 2010 mencabut larangan kontak langsung militer AS dengan Kopassus, meskipun sekitar 6.000 anggota pasukan elite TNI-AD itu masih dilarang bepergian ke AS maupun berlatih dengan pasukan AS.

Moeldoko menyatakan, Dubes Donovan telah menekankan pentingnya kerja sama antara kedua angkatan bersenjata dalam menjaga stabilitas di kawasan Asia Pasifik. ”AS bermaksud untuk membuka kembali sebuah pelatihan militer dengan Kopassus,” kata Moeldoko dalam sebuah pernyataan.

Namun Kedutaan Besar AS di Jakarta masih enggan untuk mengonfirmasi klaim Moeldoko soal pencabutan sanksi terhadap Kopassus itu.

“Seiring perjalanan Menhan Mattis ke Indonesia, kami berkomitmen untuk memperdalam kerja sama pertahanan kami dengan Indonesia dan mencari peluang untuk keterlibatan lebih lanjut di berbagai wilayah. Semua kegiatan pelatihan dilakukan sesuai dengan hukum AS,” kata pihak kedutaan.

”Kami mendukung upaya Indonesia untuk mempromosikan perlindungan hak asasi manusia dan penegakan peraturan perundangan-undangan, dan kami terus mendiskusikan pentingnya pertanggungjawaban atas pelanggaran di masa lalu,” lanjut pihak kedutaan, seperti dilansir The Australian, Rabu (21/2/2018).

Berdasarkan “Leahy Law” pasukan Amerika dicegah untuk memberikan bantuan atau pelatihan kepada unit-unit pasukan asing yang dianggap terlibat dalam pelanggaran HAM, kecuali jika pasukan yang bersangkutan bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang dituduhkan.

Menhan Mattis pada bulan lalu mengatakan bahwa Kopassus telah berhasil mengubah sudut pandang dan menyingkirkan kesan dari unit yang bertanggung jawab atas tindakan keras terhadap aktivis mahasiswa di bawah rezim Soeharto, kematian aktivis kemerdekaan dan separatis di Timor Lorosa'e (Timor Leste), Aceh dan Papua.

Australia juga memutuskan hubungan dengan Kopassus setelah anggota pasukan elite TNI-AD itu dituduh menembaki tentara Australia yang dikirim ke Timor Timur menjelang jajak referendum kemerdekaan pada tahun 2002. Larangan tersebut juga mengacu pada tuduhan bahwa Kopassus terlibat penghilangan dan pembunuhan aktivis politik dan warga sipil.

Namun, militer Australia menjalin kembali hubungan dengan Kopassus setelah serangan bom mematikan di Bali dan di Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Canberra merasa keterampilan Kopassus dapat menyelamatkan nyawa orang-orang Australia di Indonesia dari ancaman.

Sementara itu, juru bicara Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan bahwa militer Indonesia belum memenuhi janjinya untuk mengadili para perwira tinggi militer yang bertanggung jawab atas penculikan dan pembunuhan di Papua, Timor Timur dan Aceh.

Menurutnya, para perwira tingggi militer yang dituduh melakukan pelanggaran HAM terus menikmati posisi strategis di korps militer dan di pemerintahan Presiden Joko Widodo.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9637 seconds (0.1#10.140)