Duterte Perintahkan Tentara Tembak Pemberontak Wanita di Kemaluan
A
A
A
MANILA - Presiden Rodrigo Duterte memicu kecaman kelompok HAM setelah memerintahkan tentara Filipina untuk menembak para pemberontak wanita di organ kemaluan mereka. Juru bicaranya menyatakan perintah Presiden Filipina itu hanya lelucon.
Perintah yang dianggap melecehkan kaum perempuan itu dilontarkan Duterte pada Rabu, 7 Februari 2018. Dia geram terhadap kelompok pemberontak komunis.
“Katakan kepada tentara, ‘Ada perintah baru datang dari walikota. Kami tidak akan membunuh Anda. Kami hanya akan menembak vagina Anda’,” kata Duterte yang sebelumnya memang menjabat sebagai Walikota Davao. ”Jika tidak ada vagina, itu akan sia-sia,” lanjut dia yang dilansir sejumlah media setempat.
Kantor Komunikasi Kepresidenan merilis transkrip resmi dari pernyataan Duterte yang ditujukan kepada Angkatan Bersenjata Filipina (AFP). Namun, transkrip yang dirilis telah diedit, di mana kata “vagina” diganti dengan tanda hubung.
Presiden yang berjuluk “The Punisher” atau “Penghukum” ini kerap jadi sasaran kecaman kelompok HAM setelah mengobarkan perang melawan narkoba yang memicu pembunuhan di luar hukum. Ribuan orang tewas selama perang melawan narkoba berlangsung. Kelompok HAM mendesak pengadilan pidana internasional membuka penyelidikan awal terhadap pemimpin Filipina itu.
Setelah perintah kontroversial itu memicu kecaman, juru bicara Duterte, Harry Roque, mengklaim apa yang disampaikan presiden hanya lelucon belaka.Roque justru menuduh para wanita yang protes telah bereaksi berlebihan. ”Maksud saya, itu lucu, ayo, tertawa saja,” katanya, seperti dikutip The Straits Times, Senin (12/2/2018).
Menurut transkrip resmi dari acara tanggal 7 Februari 2018, kerumunan orang yang hadir di acara itu pada kenyataannya tertawa.
Kelompok feminis dan HAM meluapkan kemarahan atas komentar Duterte.
“Pernyataan tegas terbaru Duterte secara terbuka mendorong kekerasan terhadap perempuan, berkontribusi pada impunitas terhadap hal tersebut, dan selanjutnya menegaskan dirinya sebagai figur macho-fasis yang paling berbahaya di pemerintahan saat ini,” kecam Gabriela, sebuah organisasi feminis, dalam sebuah pernyataan.
”Dia mendorong AFP fasis untuk melakukan lebih banyak pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran berat hukum humaniter internasional, dan mengambil (tindakan) terorisme negara terhadap perempuan dan masyarakat ke tingkat yang baru.”
Dalam sebuah pernyataan, Carlos Conde, seorang peneliti untuk Human Rights Watch (HRW), juga mengecam perintah Duterte.”(Pernyataan) yang terbaru dalam serangkaian pernyataan misoginis, menghina dan merendahkan yang telah dia buat tentang wanita. Ini mendorong kekuatan negara untuk melakukan kekerasan seksual selama konflik bersenjata, ini adalah pelanggaran hukum humaniter internasional,” katanya.
Perintah yang dianggap melecehkan kaum perempuan itu dilontarkan Duterte pada Rabu, 7 Februari 2018. Dia geram terhadap kelompok pemberontak komunis.
“Katakan kepada tentara, ‘Ada perintah baru datang dari walikota. Kami tidak akan membunuh Anda. Kami hanya akan menembak vagina Anda’,” kata Duterte yang sebelumnya memang menjabat sebagai Walikota Davao. ”Jika tidak ada vagina, itu akan sia-sia,” lanjut dia yang dilansir sejumlah media setempat.
Kantor Komunikasi Kepresidenan merilis transkrip resmi dari pernyataan Duterte yang ditujukan kepada Angkatan Bersenjata Filipina (AFP). Namun, transkrip yang dirilis telah diedit, di mana kata “vagina” diganti dengan tanda hubung.
Presiden yang berjuluk “The Punisher” atau “Penghukum” ini kerap jadi sasaran kecaman kelompok HAM setelah mengobarkan perang melawan narkoba yang memicu pembunuhan di luar hukum. Ribuan orang tewas selama perang melawan narkoba berlangsung. Kelompok HAM mendesak pengadilan pidana internasional membuka penyelidikan awal terhadap pemimpin Filipina itu.
Setelah perintah kontroversial itu memicu kecaman, juru bicara Duterte, Harry Roque, mengklaim apa yang disampaikan presiden hanya lelucon belaka.Roque justru menuduh para wanita yang protes telah bereaksi berlebihan. ”Maksud saya, itu lucu, ayo, tertawa saja,” katanya, seperti dikutip The Straits Times, Senin (12/2/2018).
Menurut transkrip resmi dari acara tanggal 7 Februari 2018, kerumunan orang yang hadir di acara itu pada kenyataannya tertawa.
Kelompok feminis dan HAM meluapkan kemarahan atas komentar Duterte.
“Pernyataan tegas terbaru Duterte secara terbuka mendorong kekerasan terhadap perempuan, berkontribusi pada impunitas terhadap hal tersebut, dan selanjutnya menegaskan dirinya sebagai figur macho-fasis yang paling berbahaya di pemerintahan saat ini,” kecam Gabriela, sebuah organisasi feminis, dalam sebuah pernyataan.
”Dia mendorong AFP fasis untuk melakukan lebih banyak pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran berat hukum humaniter internasional, dan mengambil (tindakan) terorisme negara terhadap perempuan dan masyarakat ke tingkat yang baru.”
Dalam sebuah pernyataan, Carlos Conde, seorang peneliti untuk Human Rights Watch (HRW), juga mengecam perintah Duterte.”(Pernyataan) yang terbaru dalam serangkaian pernyataan misoginis, menghina dan merendahkan yang telah dia buat tentang wanita. Ini mendorong kekuatan negara untuk melakukan kekerasan seksual selama konflik bersenjata, ini adalah pelanggaran hukum humaniter internasional,” katanya.
(mas)