Musuh Politik: Putin Berusaha Jadi Kaisar Seumur Hidup
A
A
A
MOSKOW - Pemimpin oposisi utama Rusia, Alexei Navalny, menyerang Presiden Vladimir Putin menjelang pemilihan presiden. Musuh politik Putin itu menuduhnya beerusaha menjadi kaisar seumur hidup.
Pada bulan Maret Rusia akan menggelar pemilihan presiden (pilpres). Namun, Putin yang kembali maju sebagai kandidat diprediksi akan terpilih lagi untuk masa jabatan keempatnya sebagai presiden Rusia.
Navalny—yang telah lama menjadi kritikus yang vokal terhadap Putin—mengatakan bahwa pilpres tersebut bukanlah pemilu yang sebenarnya atau rekayasa.
“Ini bukan pemilu dan peran saya akan menjelaskan kepada orang-orang bahwa prosedur ini, yang mereka sebut pemilu, sebenarnya hanya diadakan untuk menunjuk kembali Putin,” katanya.
”Kami akan membuktikan ini dan meyakinkan orang bahwa tidak mungkin mengenali jajak pendapat atau rezim ini,” imbuh dia, seperti dikutip IB Times, Jumat (19/1/2018).
Pada bulan Desember, Komite Pemilu Pusat memutuskan bahwa tuduhan penggelapan tidak memungkinkan bagi Navalny maju pilpres untuk melawan Putin.
Dia selalu membantah tuduhan tersebut dan menuduh balik para pejabat rezim Putin membuat fabrikasi.
Dia telah mendesak rakyat Rusia untuk memboikot pilpres dan demonstrasi sebagai gantinya.
”Putin ingin menjadi kaisar seumur hidup, rombongannya, orang-orang yang menjadi miliarder dan individu terkaya di dunia, mereka menginginkan hal yang sama,” katanya.
Putin adalah presiden untuk dua masa antara 2000 dan 2008, sebelum membuka jalan bagi perdana menteri (PM) saat ini Dimitry Medvedev yang memerintah selama empat tahun bersama Putin sebagai PM.
Kemudian pada tahun 2012 pasangan tersebut bertukar gelar yang memungkinkan Putin untuk memulai periode kedua secara berturut-turut sebagai presiden.
Pada bulan Maret Rusia akan menggelar pemilihan presiden (pilpres). Namun, Putin yang kembali maju sebagai kandidat diprediksi akan terpilih lagi untuk masa jabatan keempatnya sebagai presiden Rusia.
Navalny—yang telah lama menjadi kritikus yang vokal terhadap Putin—mengatakan bahwa pilpres tersebut bukanlah pemilu yang sebenarnya atau rekayasa.
“Ini bukan pemilu dan peran saya akan menjelaskan kepada orang-orang bahwa prosedur ini, yang mereka sebut pemilu, sebenarnya hanya diadakan untuk menunjuk kembali Putin,” katanya.
”Kami akan membuktikan ini dan meyakinkan orang bahwa tidak mungkin mengenali jajak pendapat atau rezim ini,” imbuh dia, seperti dikutip IB Times, Jumat (19/1/2018).
Pada bulan Desember, Komite Pemilu Pusat memutuskan bahwa tuduhan penggelapan tidak memungkinkan bagi Navalny maju pilpres untuk melawan Putin.
Dia selalu membantah tuduhan tersebut dan menuduh balik para pejabat rezim Putin membuat fabrikasi.
Dia telah mendesak rakyat Rusia untuk memboikot pilpres dan demonstrasi sebagai gantinya.
”Putin ingin menjadi kaisar seumur hidup, rombongannya, orang-orang yang menjadi miliarder dan individu terkaya di dunia, mereka menginginkan hal yang sama,” katanya.
Putin adalah presiden untuk dua masa antara 2000 dan 2008, sebelum membuka jalan bagi perdana menteri (PM) saat ini Dimitry Medvedev yang memerintah selama empat tahun bersama Putin sebagai PM.
Kemudian pada tahun 2012 pasangan tersebut bertukar gelar yang memungkinkan Putin untuk memulai periode kedua secara berturut-turut sebagai presiden.
(mas)