Pendukung Pemerintah Iran Gelar Demo Tandingan
A
A
A
TEHERAN - Kelompok propemerintah menggelar unjuk rasa di sejumlah kota besar di Iran, Rabu (3/1/2018). Demonstrasi itu merupakan aksi tandingan, setelah kelompok anti-pemerintah menggelar unjuk rasa. Para demonstran menegaskan dukungan mereka kepada pemerintahan Presiden Iran Hassan Rouhani.
Kantor Berita FARS melaporkan, masyarakat mencoba mengakhiri protes yang dilakukan kelompok anti-pemerintah. Kumpulan massa itu digelar di kota-kota besar. Sebagian dari mereka mengibarkan bendera Iran dan mengangkat foto Rouhani. Demonstrasi tandingan semacam ini sudah biasa terjadi di Iran. "Setiap kali kami mengalami demonstrasi atau kerusuhan, pasti selalu ada perlawanan dari institusi pro-pemerintah," kata Ramin Mosgtagim, koresponden LA Times Teheran.
Dia menambahkan, "Pemerintah memiliki para pendukung, jadi tidak mengejutkan jika mereka berdiri kukuh dan memperoleh dukungan pada saat seperti ini." Sejak sepekan lalu, sedikitnya 21 orang tewas akibat bentrokan antara kelompok massa anti-pemerintah dan pasukan keamanan. Lebih dari 450 orang juga ditangkap. Demonstrasi ini terjadi di lebih dari 10 kota. Jumlah pasti para pengunjuk rasa anti-pemerintah itu tidak diketahui. Namun, menurut polisi, jumlahnya berangsur berkurang.
Presiden Prancis Emmanuel Macron berkomunikasi dengan Presiden Rouhani pada Selasa (2/1) untuk mengungkapkan keprihatinan mengenai situasi di Iran. Macron meminta pihak terkait menahan diri. Kedua kepala negara itu juga menyepakati penundaan kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis ke Teheran.
Sementara itu, Duta Besar (Dubes) Amerika Serikat (AS) untuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Nikki Haley memuji para demonstran penentang pemerintah di Iran. Haley mengatakan, AS akan melakukan pertemuan darurat dengan Dewan Keamanan (DK) PBB di New York dan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Jenewa untuk membahas kondisi di Iran. "Masyarakat Iran menangis mencari kebebasan. Semua orang yang mencintai kebebasan harus mendukung mereka," kata Haley.
Pernyataan itu langsung dikutuk para pemimpin Iran. Pemerintah Iran mengatakan, AS secara tidak langsung mencoba mendorong terjadinya demonstrasi yang lebih besar di Iran. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei juga angkat bicara. Dia menuduh musuh Iran sebagai dalang di balik kerusuhan itu.
Para demonstran yang memprotes adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan makanan terkadang bentrok dengan polisi. Unjuk rasa ini awalnya terjadi di Mashhad dan kemudian menyebar ke kota lainnya. Aksi protes kali ini lebih besar dari demonstrasi pada 2009, saat jutaan orang turun ke jalanan di Teheran. Kini, masyarakat Iran melakukan protes hampir di seluruh pelosok Iran.
Ellie Geranmayeh dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri mengatakan aksi protes kali ini lebih luas hingga ke wilayah yang biasanya berpolitik pasif. "Demonstrasi terjadi di provinsi kecil dan besar, hingga provinsi kecil yang tidak diketahui orang Iran sekali pun," tandas Geranmayeh.
Para pengunjuk rasa kali ini berasal dari kelas bawah. Menurut Reza Marashi dari National Iranian American Council (NIAC), hal ini menunjukkan kepemimpinan Rouhani telah gagal.
Sementara Turki menyatakan respons Presiden Iran Hassan Rouhani terhadap unjuk rasa anti-pemerintah itu sudah tepat dan Ankara mendukung stabilitas Iran. Pernyataan Turki itu merupakan yang pertama kali muncul di kawasan untuk mendukung pemerintah Iran.
Menurut sumber di kantor kepresidenan Turki, Presiden Tayyip Erdogan telah membahas unjuk rasa anti-pemerintah di Iran itu dengan Rouhani melalui percakapan telepon. "Presiden Iran menjelaskan kepada Erdogan bahwa dia berharap unjuk rasa akan berakhir dalam beberapa hari lagi," ungkap sumber tersebut, dikutip kantor berita Reuters.
Komentar simpati Erdogan ini muncul setelah membaiknya hubungan antara Turki dan Iran yang telah bekerja sama mengurangi kekerasan di Suriah. Adapun pada pertengahan Januari mendatang, Trump akan memegang keputusan untuk memberikan sertifikat kepada Iran mengenai kesepakatan nuklir atau tidak. Berdasarkan kesepakatan yang tertera, proses tersebut harus diperbaharui setiap 90 hari.
Pemerintah AS kemungkinan akan memilih melanjutkan penjatuhan sanksi kepada Iran. Meski demikian, Iran menolak didikte AS. Rouhani menyatakan, program rudal akan terus dilanjutkan karena tidak melanggar peraturan yang ada di dalam kesepakatan nuklir.
Kantor Berita FARS melaporkan, masyarakat mencoba mengakhiri protes yang dilakukan kelompok anti-pemerintah. Kumpulan massa itu digelar di kota-kota besar. Sebagian dari mereka mengibarkan bendera Iran dan mengangkat foto Rouhani. Demonstrasi tandingan semacam ini sudah biasa terjadi di Iran. "Setiap kali kami mengalami demonstrasi atau kerusuhan, pasti selalu ada perlawanan dari institusi pro-pemerintah," kata Ramin Mosgtagim, koresponden LA Times Teheran.
Dia menambahkan, "Pemerintah memiliki para pendukung, jadi tidak mengejutkan jika mereka berdiri kukuh dan memperoleh dukungan pada saat seperti ini." Sejak sepekan lalu, sedikitnya 21 orang tewas akibat bentrokan antara kelompok massa anti-pemerintah dan pasukan keamanan. Lebih dari 450 orang juga ditangkap. Demonstrasi ini terjadi di lebih dari 10 kota. Jumlah pasti para pengunjuk rasa anti-pemerintah itu tidak diketahui. Namun, menurut polisi, jumlahnya berangsur berkurang.
Presiden Prancis Emmanuel Macron berkomunikasi dengan Presiden Rouhani pada Selasa (2/1) untuk mengungkapkan keprihatinan mengenai situasi di Iran. Macron meminta pihak terkait menahan diri. Kedua kepala negara itu juga menyepakati penundaan kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis ke Teheran.
Sementara itu, Duta Besar (Dubes) Amerika Serikat (AS) untuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Nikki Haley memuji para demonstran penentang pemerintah di Iran. Haley mengatakan, AS akan melakukan pertemuan darurat dengan Dewan Keamanan (DK) PBB di New York dan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Jenewa untuk membahas kondisi di Iran. "Masyarakat Iran menangis mencari kebebasan. Semua orang yang mencintai kebebasan harus mendukung mereka," kata Haley.
Pernyataan itu langsung dikutuk para pemimpin Iran. Pemerintah Iran mengatakan, AS secara tidak langsung mencoba mendorong terjadinya demonstrasi yang lebih besar di Iran. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei juga angkat bicara. Dia menuduh musuh Iran sebagai dalang di balik kerusuhan itu.
Para demonstran yang memprotes adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan makanan terkadang bentrok dengan polisi. Unjuk rasa ini awalnya terjadi di Mashhad dan kemudian menyebar ke kota lainnya. Aksi protes kali ini lebih besar dari demonstrasi pada 2009, saat jutaan orang turun ke jalanan di Teheran. Kini, masyarakat Iran melakukan protes hampir di seluruh pelosok Iran.
Ellie Geranmayeh dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri mengatakan aksi protes kali ini lebih luas hingga ke wilayah yang biasanya berpolitik pasif. "Demonstrasi terjadi di provinsi kecil dan besar, hingga provinsi kecil yang tidak diketahui orang Iran sekali pun," tandas Geranmayeh.
Para pengunjuk rasa kali ini berasal dari kelas bawah. Menurut Reza Marashi dari National Iranian American Council (NIAC), hal ini menunjukkan kepemimpinan Rouhani telah gagal.
Sementara Turki menyatakan respons Presiden Iran Hassan Rouhani terhadap unjuk rasa anti-pemerintah itu sudah tepat dan Ankara mendukung stabilitas Iran. Pernyataan Turki itu merupakan yang pertama kali muncul di kawasan untuk mendukung pemerintah Iran.
Menurut sumber di kantor kepresidenan Turki, Presiden Tayyip Erdogan telah membahas unjuk rasa anti-pemerintah di Iran itu dengan Rouhani melalui percakapan telepon. "Presiden Iran menjelaskan kepada Erdogan bahwa dia berharap unjuk rasa akan berakhir dalam beberapa hari lagi," ungkap sumber tersebut, dikutip kantor berita Reuters.
Komentar simpati Erdogan ini muncul setelah membaiknya hubungan antara Turki dan Iran yang telah bekerja sama mengurangi kekerasan di Suriah. Adapun pada pertengahan Januari mendatang, Trump akan memegang keputusan untuk memberikan sertifikat kepada Iran mengenai kesepakatan nuklir atau tidak. Berdasarkan kesepakatan yang tertera, proses tersebut harus diperbaharui setiap 90 hari.
Pemerintah AS kemungkinan akan memilih melanjutkan penjatuhan sanksi kepada Iran. Meski demikian, Iran menolak didikte AS. Rouhani menyatakan, program rudal akan terus dilanjutkan karena tidak melanggar peraturan yang ada di dalam kesepakatan nuklir.
(amm)