Gelontorkan Rp168 Triliun, China Berambisi Wujudkan Kota Spons

Minggu, 31 Desember 2017 - 09:37 WIB
Gelontorkan Rp168 Triliun,...
Gelontorkan Rp168 Triliun, China Berambisi Wujudkan Kota Spons
A A A
BEIJING - Jakarta dan kota-kota besar di Tanah Air yang selalu berurusan dengan banjir, perlu meniru apa yang dilakukan kota-kota di China. Untuk menghadapi ancaman bencana hidrologi itu pemerintah Negeri Tirai Bambu saat ini tengah menerapkan konsep "kota spons".

Konsep kota spons sebenarnya hampir sama dengan kota hijau. Dalam konsep kota spons, sirkulasi air hujan akan diimitasi. Air hujan akan dibiarkan terserap ke dalam tanah atau tumbuhan. Satu di antara caranya ialah menanam tumbuhan di permukaan bangunan, memperbanyak pori-pori termasuk di jalanan, dan menggali parit di sisi jalan raya sehingga air hujan dapat tertampung. Selain itu, kota juga dilengkapi danau atau embung untuk menyimpan air.

Pemerintah China serius mewujudkan kota spons. Sejak diluncurkan pada 2015, China menarget konsep kota spons diterapkan di 30 kota seperti Shanghai, Wuhan, dan Xiamen. Pada 2020 mendatang China berharap 80% wilayah urban akan menyerap dan menggunakan sedikitnya 70% air hujan. Seperti dilansir China Daily, sampai sekarang kota-kota itu telah menerima anggaran lebih dari USD12 miliar (Rp162,8 triliun). Dana yang dikeluarkan pemerintah pusat sekitar 15-20%, sisanya berasal dari pemerintah lokal atau perusahaan swasta.

Nanhui New City di Pudong, Shanghai, akan menjadi kota spons paling besar. Dalam dua tahun terakhir pemerintah kota menghabiskan USD119 juta untuk menanam tumbuh-tumbuhan di atap gedung, membangun tanah basah untuk gudang air hujan, dan mengonstruksi jalan berpori yang dapat ditembus air (permeable). Shanghai menerapkan konsep itu dengan skala mencapai 4,3 juta kaki persegi.

Pada April perusahaan utilitas Suez Environment mulai memasang sistem drainase baru sepanjang tujuh mil persegi di Chongqing. Otoritas terkait pemerintah lokal dapat mengawasi got dan gorong-gorong secara real time untuk memitigasi risiko banjir melalui sensor yang di pasang. Hal itu diungkapkan Suez di situs resmi mereka. Sebagian besar proyek pembangunan di China kini tidak boleh keluar dari konsep "hijau". Tanah basah dan bioswales menjadi suatu kewajiban.

Taman Yanweizhou di Jinhua, China Timur, yang dibuka pada 2014 juga memiliki konsep anti-banjir. Taman itu berfungsi sebagai tempat penadah air hujan sehingga kota tidak banjir. Dalam foto yang dipublikasikan Business Insider, Taman Yanweizhou tampak digenangi air ketika Jinhua mengalami hujan yang sangat deras, sedangkan kota di sekitarnya dapat terbebas dari genangan air. Dengan struktur yang terdiri atas tanah dan pepohonan, air tersebut akan terserap seiring dengan bergulirnya waktu.

Namun, proyek kota spons tidak sepenuhnya berjalan mulus. Berdasarkan China Institute of Water Reseources and Hydropower Research, institusi di bawah Kementerian Sumber Daya Air, proyek itu menghadapi tantangan seperti kurangnya material hijau. Model perencanaan juga terlalu homogen dan tidak spesifik. Selain itu, China sedang berada di tengah pertumbuhan krisis utang di daerah-daerah sehingga aliran dana untuk proyek itu sedikit terhambat. Namun, mereka tetap optimistis.

"Meskipun banyak tantangan, peluang untuk membangun lingkungan urban yang lebih aman, hijau, dan holistis tetap ada," ungkap institut tersebut.

Konsep kota spons lahir dari persoalan banjir yang mendera kota-kota di China. Dengan meningkatnya kemajuan wilayah urban dan perubahan iklim, banjir semakin tidak dapat dihindari dan memburuk di setiap tahun. Beberapa kawasan bahkan menjadi sangat rentan dan sulit diselamatkan. Pada 2010, peristiwa longsor akibat hujan deras dan banjir menewaskan sekitar 700 orang di China. Sebanyak 300 orang lainnya juga hilang.

Pada Juli silam, hujan deras disertai angin kencang juga menerjang selatan China hingga mengakibatkan banjir bandang. Sebanyak 56 orang tewas dan ratusan rumah luluh lantak. Pada Abad XX, musibah banjir sudah menjadi rutinitas tahunan. Seperti dilansir The Economist, jumlah kota yang dilanda banjir di China meningkat dua kali lipat sejak 2008.

Pada 2013, lebih dari 200 kota digenangi air hujan. Hal ini di karenakan pembangunan kota yang cepat tidak diimbangi pembangunan drainase. Situasinya semakin memburuk karena pembangunan kota di China berkembang lebih pesat daripada pembangunan infrastruktur pendukung. Sungai dan danau juga diubah menjadi daratan. Luas lahan tanah di China pun bertambah dua kali lipat sejak 1998. Hanya saja, sebagian besar kawasannya ditutupi beton dan aspal.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0749 seconds (0.1#10.140)