Larangan Transgender Jadi Tentara AS Digugat
A
A
A
WASHINGTON - Lima tentara transgender Amerika Serikat (AS) melakukan upaya hukum untuk membatalkan aturan yang melarang kaum transgender menjadi tentara. Larangan tersebut diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump melalui Twitter bulan lalu.
Penggugat anonim dari angkatan darat, angkatan udara dan penjaga pantai itu menggugat Trump dan beberapa pejabat AS. Mereka mengatakan ribuan tentara transgender telah membuka jati diri mereka sejak militer AS mengatakan mereka dapat mengabdi dan sekarang menghadapi masa depan yang tidak pasti.
Trump mengatakan bahwa kaum transgender akan "mengganggu" militer. Namun belum jelas apakah langkah formal untuk memberlakukan larangan tersebut telah dilakukan atau bagaimana hal itu akan mempengaruhi keterlibatan secara personil.
Salah satu penggugat mengatakan bahwa dia merasa lega bisa datang ke perwira komandannya setelah keputusan tahun lalu untuk mengizinkan personil transgender untuk bertugas secara terbuka di militer.
"Pengalaman saya positif dan saya lebih berani dari sebelumnya untuk terus melayani, saya sudah menikah dan memiliki tiga anak, dan militer adalah hidup saya, tapi sekarang, saya khawatir dengan masa depan keluarga saya," katanya seperti dikutip dari BBC, Jumat (11/8/2017).
Gugatan tersebut diajukan ke pengadilan federal Washington dan juga menyeret Menteri Pertahanan James Mattis sebagai terdakwa. Gugatan ini diajukan oleh kelompok advokasi Pusat Nasional untuk Hak-Hak Lesbian (NCLR) dan GLBTQ Legal Advocates & Defenders (GLAD).
"Tentara transgender menghadapi potensi kehilangan profesi, mata pencaharian dan manfaat pasca-militer dan pensiun mereka," kata Shannon Minter dari NCLR.
"Beberapa personil transgender telah berada di militer selama 20 tahun dan telah bertempur di Irak dan Afghanistan," tambah Minter.
"Pelecehan presiden terhadap pasukan khusus ini hanya akan melemahkan dan merendahkan semangat angkatan bersenjata kita," pungkasnya.
Kelompok hak asasi lainnya mengatakan bahwa mereka menunggu pemerintahan Trump memberlakukan larangan tersebut sebelum mengajukan tuntutan hukum, lapor New York Times.
Dalam tweetnya, Trump mengatakan bahwa militer harus berfokus pada kemenangan yang menentukan dan luar biasa dan tidak dapat dibebani dengan biaya medis yang luar biasa dan gangguan yang dilakukan kaum transgender di militer.
Ia menambahkan bahwa keputusan tersebut datang setelah berkonsultasi dengan para jenderal dan ahli militer.
Baca Juga: Trump Larang Transgender Jadi Tentara AS
Rand Corporation yang independen memperkirakan bahwa sekitar 4.000 tentara aktif dan cadangan AS adalah transgender, walaupun beberapa juru kampanye menempatkan angka tersebut lebih tinggi dari 10.000.
Rand memperkirakan bahwa masuknya orang transgender ke militer akan menyebabkan peningkatan pengeluaran kesehatan sebesar 0,13% sekitar USD 8,4 juta.
Juni lalu, pemerintahan Obama memberi militer jangka waktu setahun untuk mulai menerima anggota baru transgender. Namun pada bulan Juni, Mattis menyetujui penundaan enam bulan lebih lanjut.
Penggugat anonim dari angkatan darat, angkatan udara dan penjaga pantai itu menggugat Trump dan beberapa pejabat AS. Mereka mengatakan ribuan tentara transgender telah membuka jati diri mereka sejak militer AS mengatakan mereka dapat mengabdi dan sekarang menghadapi masa depan yang tidak pasti.
Trump mengatakan bahwa kaum transgender akan "mengganggu" militer. Namun belum jelas apakah langkah formal untuk memberlakukan larangan tersebut telah dilakukan atau bagaimana hal itu akan mempengaruhi keterlibatan secara personil.
Salah satu penggugat mengatakan bahwa dia merasa lega bisa datang ke perwira komandannya setelah keputusan tahun lalu untuk mengizinkan personil transgender untuk bertugas secara terbuka di militer.
"Pengalaman saya positif dan saya lebih berani dari sebelumnya untuk terus melayani, saya sudah menikah dan memiliki tiga anak, dan militer adalah hidup saya, tapi sekarang, saya khawatir dengan masa depan keluarga saya," katanya seperti dikutip dari BBC, Jumat (11/8/2017).
Gugatan tersebut diajukan ke pengadilan federal Washington dan juga menyeret Menteri Pertahanan James Mattis sebagai terdakwa. Gugatan ini diajukan oleh kelompok advokasi Pusat Nasional untuk Hak-Hak Lesbian (NCLR) dan GLBTQ Legal Advocates & Defenders (GLAD).
"Tentara transgender menghadapi potensi kehilangan profesi, mata pencaharian dan manfaat pasca-militer dan pensiun mereka," kata Shannon Minter dari NCLR.
"Beberapa personil transgender telah berada di militer selama 20 tahun dan telah bertempur di Irak dan Afghanistan," tambah Minter.
"Pelecehan presiden terhadap pasukan khusus ini hanya akan melemahkan dan merendahkan semangat angkatan bersenjata kita," pungkasnya.
Kelompok hak asasi lainnya mengatakan bahwa mereka menunggu pemerintahan Trump memberlakukan larangan tersebut sebelum mengajukan tuntutan hukum, lapor New York Times.
Dalam tweetnya, Trump mengatakan bahwa militer harus berfokus pada kemenangan yang menentukan dan luar biasa dan tidak dapat dibebani dengan biaya medis yang luar biasa dan gangguan yang dilakukan kaum transgender di militer.
Ia menambahkan bahwa keputusan tersebut datang setelah berkonsultasi dengan para jenderal dan ahli militer.
Baca Juga: Trump Larang Transgender Jadi Tentara AS
Rand Corporation yang independen memperkirakan bahwa sekitar 4.000 tentara aktif dan cadangan AS adalah transgender, walaupun beberapa juru kampanye menempatkan angka tersebut lebih tinggi dari 10.000.
Rand memperkirakan bahwa masuknya orang transgender ke militer akan menyebabkan peningkatan pengeluaran kesehatan sebesar 0,13% sekitar USD 8,4 juta.
Juni lalu, pemerintahan Obama memberi militer jangka waktu setahun untuk mulai menerima anggota baru transgender. Namun pada bulan Juni, Mattis menyetujui penundaan enam bulan lebih lanjut.
(ian)