Lawan Sanksi AS, Iran akan Perkuat Senjata Defensif
A
A
A
TEHERAN - Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan kepada kabinetnya bahwa Teheran harus memperkuat senjata defensif sebagai perlawanan terhadap sanksi yang akan dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS).
Rancangan undang-undang (RUU) penjatuhan sanksi baru oleh AS itu telah disetujui parlemen Washington. Selain Iran, RUU itu menargetkan Rusia dan Korea Utara.
”Kami akan mengambil langkah yang kami anggap perlu sesuai dengan kepentingan negara, dan kita akan melanjutkan jalan kita tanpa memperhatikan sanksi dan kebijakan mereka (AS),” kata Presiden Rouhani.
Dia menambahkan bahwa Iran akan melanjutkan pembangunan militernya meski mendapat tekanan dari negara asing manapun.
”Kita harus selalu memperkuat pertahanan kita dan akan memperkuat semua senjata defensif kita, terlepas dari pandangan orang lain,” lanjut Rouhani yang dilansir dari kantor berita Fars, Kamis (27/7/2017).
RUU sanksi baru AS itu menargetkan 18 entitas dan individu yang terkait dengan program rudal nasional, pengadaan peralatan militer dan Korps Garda Revolusi Islam Iran.
Iran dan AS merupakan musuh bebuyutan sejak Revolusi Islam pecah di Teheran tahun 1979. Hingga kini, kedua negara tidak menjalin hubungan diplomatik.
Kebekuan hubungan kedua negara sempat mencair ketika Iran mencapai kesepakatan nuklir dengan enam negara di dunia termasuk AS pada pada tahun 2015.
Namun hubungan itu kembali memanas ketika Donald Trump terpilih sebagai presiden AS. Presiden Trump mengancam akan membatalkan kesepakatan nuklir yang dia sebut sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah ada".
Dalam kesepakatan nuklir itu, Iran bersedia mengekang program nuklirnya dengan imbalan sanksi atau embargo ekonomi oleh Barat dicabut.
Rancangan undang-undang (RUU) penjatuhan sanksi baru oleh AS itu telah disetujui parlemen Washington. Selain Iran, RUU itu menargetkan Rusia dan Korea Utara.
”Kami akan mengambil langkah yang kami anggap perlu sesuai dengan kepentingan negara, dan kita akan melanjutkan jalan kita tanpa memperhatikan sanksi dan kebijakan mereka (AS),” kata Presiden Rouhani.
Dia menambahkan bahwa Iran akan melanjutkan pembangunan militernya meski mendapat tekanan dari negara asing manapun.
”Kita harus selalu memperkuat pertahanan kita dan akan memperkuat semua senjata defensif kita, terlepas dari pandangan orang lain,” lanjut Rouhani yang dilansir dari kantor berita Fars, Kamis (27/7/2017).
RUU sanksi baru AS itu menargetkan 18 entitas dan individu yang terkait dengan program rudal nasional, pengadaan peralatan militer dan Korps Garda Revolusi Islam Iran.
Iran dan AS merupakan musuh bebuyutan sejak Revolusi Islam pecah di Teheran tahun 1979. Hingga kini, kedua negara tidak menjalin hubungan diplomatik.
Kebekuan hubungan kedua negara sempat mencair ketika Iran mencapai kesepakatan nuklir dengan enam negara di dunia termasuk AS pada pada tahun 2015.
Namun hubungan itu kembali memanas ketika Donald Trump terpilih sebagai presiden AS. Presiden Trump mengancam akan membatalkan kesepakatan nuklir yang dia sebut sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah ada".
Dalam kesepakatan nuklir itu, Iran bersedia mengekang program nuklirnya dengan imbalan sanksi atau embargo ekonomi oleh Barat dicabut.
(mas)