Media Asing Ikut Soroti Panasnya Pilkada Jakarta

Selasa, 18 April 2017 - 11:57 WIB
Media Asing Ikut Soroti Panasnya Pilkada Jakarta
Media Asing Ikut Soroti Panasnya Pilkada Jakarta
A A A
JAKARTA - Situasi "panas" putaran kedua pilkada Jakarta tidak hanya menjadi pemberitaan media lokal. Media asing sekelas CNN pun ikut menyoroti ketegangan yang terjadi di Ibu Kota. Dalam pemberitaannya, CNN menyebut pemilihan gubernur Jakarta menjadi ujian bagi masyarakat Indonesia yang toleran.

Ketegangan sudah terasa sejak putaran pertama pilkada yang dihelat pada 15 Februrari lalu. Calon petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendapatkan suara hampir 43% suara, tepat di depan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Anis Baswedan.

"Ada cukup banyak yang dipertaruhkan, karena sebagian besar berasal dari bagaimana pemilihan itu dibentuk, (bukan) isu bagaimana Jakarta itu sendiri akan dijalan tetapi lebih kepada politik identitas," kata seorang peneliti di Australia Murdoch University Asia Research Center, Ian Wilson.

"Saya pikir banyak orang China Jakarta merasa cemas tentang apa yang akan terjadi terlepas dari hasilnya nanti," imbuhnya seperti dikutip dari CNN, Selasa (18/4/2017).

Ketegangan di mulai pada November 2016 setelah Ahok membuat pernyataan yang ditafsirkan sebagai penghinaan terhadap Al Quran dan Islam. Ahok pun diadili dengan dakwaan penistaan terhadap agama. Pada bulan Maret, ribuan demonstran berkumpul di Jakarta menuntut penahanan atas Ahok.

"Pemilihan (Pilkada) sedang dibingkai dalam istilah-istilah semi apokaliptik bahwa jika Anis Baswedan kalah maka itu berarti kafir ini, kelompok konspirasi China akan berkuasa dan akan menjadi bencana," tutur Wilson.

Seorang analis mengatakan Anis Baswedan sendiri menghindari retorika agresif pada paruh pertama kampanye di mana kelompok islam tidak mengindahkannya.

"Ada nenek ini yang meninggal dan dia memilih Ahok dan dia (dilaporkan) tidak mendapatkan haknya dimakamkan sebagai Muslim," kata Tobias Basuki, seorang peneliti di Pusat Studi Strategis dan Internasional, sebuah think tank Indonesia.

"(Kelompok Islamis) menggunakan banyak pesan agama yang sangat terang-terangan. Sangat terang-terangan. Ada berbagai pesan yang menunjukkan orang mengumpat di dalam masyarakat dengan mengatakan Anda tidak dapat memilih untuk non-Muslim dan seterusnya," imbuhnya

Dengan jajak pendapat menunjukkan persaingan ketat antara dua kandidat dan ketegangan agama berjalan tinggi, kedua kubu memiliki alasan untuk cemas.

Wilson mengatakan ada kemungkinan hal itu mungkin akan berujung pada tindak kekerasan.

Pilkada DKI sendiri tidak hanya mempertaruhkan toleransi beragama. Mata para pemimpin nasional Indonesia mengarah pada pilkada DKI Jakara. Siapa yang memenangkan posisi Gubernur DKI Jakarta diyakini akan turut memengaruhi pemilu berikutnya di tahun 2019.

Seperti diketahui, Ahok "sekutu" dari Presiden Indonesia Joko Widodo alias Jokowi. Pada kenyataanya, Ahok adalah pasangan Jokowi saat mantan Wali Kota Solo itu maju sebagai Calon Gubernur Jakarta pada 2012 lalu dan menang.

Setelah Jokowi memenangkan pilkada DKI dan dengan cepat terpilih menjadi presiden pada 2014, dunia politik Indonesia pun mempunyai pandangan berbeda mengenai gubernur Jakarta. Mereka melihat gubernur Jakarta sebagai langkah menuju Istana.

Kemenangan Anies Baswedan dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta nanti akan dipandang sebagai pukulan telak bagi Jokowi.

"Ini akan menjadi kemenangan politik besar untuk (mantan calon presiden 2014) Prabowo Subianto, yang telah sangat transparan dalam memberikan dukungannya untuk Anies," kata Wilson.

Apakah Anies dipersiapkan untuk menjadi presiden pada tahun 2019, atau menjadi wakil Prabowo, Basuki mengatakan kemenangan mantan menteri pendidikan itu di Jakarta akan semakin memberanikan kelompok Islam.

"Jika Anies (terpilih), kelompok-kelompok yang menjajakan pengaruh Islam akan lebih besar, dan penggunaan agama akan jauh lebih digemari dalam pemilihan lokal menuju pemilu 2019," katanya.

Meskipun ketegangan agama dan ras cukup tinggi dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta, hal itu bukan satu-satunya alasan bagi Ahok berada dalam kesulitan.

Menurut seorang profesor di Australian National University's Coral Bell School of Asia Pacific Affairs, Greg Fealy, Ahok sangat kasar, gaya agresifnya dalam menjalan pemerintahan membuat banyak warga Jakarta tidak bersimpatik.

"Dia sangat agresif, vokal, karakternya sedikit nekat yang sangat dibutuhkan oleh Jakarta, tapi karakternya telah menciptakan banyak antipati terhadapnya," kata Fealy.

Tidak hanya itu, banyak warga miskin Jakarta yang memilih Jokowi/Ahok pada tahun 2012 lalu dengan harapan mendapatkan pemerintahan gaya baru telah menjadi target penggusuran besar-besaran di bawah pemerintahannya.

"Mereka memiliki keluhan yang sangat spesifik terhadap gubernur, mereka merasa ada pengkhianatan dari kontrak politik. Saya berpikir mereka merasakan ketidakadilan terhadap lingkungan mereka," kata Wilson.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6718 seconds (0.1#10.140)