Senator Rusia Prediksi Peningkatan Ketegangan di Turki Paska Referendum
A
A
A
MOSKOW - Ketua Parlemen Tinggi Rusia, Konstantin Kosachev memprediksi akan adanya peningkatan ketegangan paska digelarnya referendum di Turki. Referendum di Turki dimenangkan oleh sisi Presiden Turki Tayyip Erdogan, yang mendukung perubahan konsitusi di negara tersebut.
Kosachev menyatakan, kemungkinan besar akan muncul penolakan dari kubu-kubu yang mendukung hubungan lebih dekat dengan Uni Eropa (UE), dan mereka yang tidak ingin adanya perubahan konstitusi di Turki. Kubu-kubu itu diprediksi akan memberikan perlawanan yang cukup kuat.
"Hasil voting ini tidak mungkin memberikan Erdogan kenyamanan, karena pendukungnya tidak secara mengesankan melampaui lawan-lawannya," kata Kosachev, sepeti dilansir Tass pada Senin (17/4).
"Dia tidak benar-benar bebas, sehingga ia harus mengambil risiko. Kondisinya sekarang masih cukup baik, tetapi perlawanan akan tumbuh di antara tokoh kelas berat yang mendukung interaksi yang dekat dengan Eropa dan orang-orang yang berdiri untuk sistem parlementer yang menyeimbangkan kekuasaan Presiden," sambungnya.
Pada saat yang sama, Kosachev mengungkapkan keyakinan, meskipun akan adanya perlawanan keras, Erdogan akan bertindak dengan cara yang benar dan sesuai.Dia kemudian mengharapkan (UE) untuk bersikap kritis terhadap hasil referendum Turki ini.
"Dalam kasus apapun, respon pertama Brussels tampaknya cukup jelas, yakni tidak ada tempat di UE untuk Turki baru ini," ucapnya.
Turki menggelar referendum untuk mengamandemen konstitusi yang berujung pada berubahnya sistem parlementer menjadi presidensial. Selain itu, berdasarkan perubahan ini, jumlah kursi di Parlemen akan dinaikkan dari 550 kursi menjadi 600, persyaratan usia untuk maju sebagai calon dalam pemilihan Parlemen akan diturunkan dari awal 25 tahun menjadi 18 tahun, pihak berwenang dari Dewan Humum Yudisial akan berubah, dan sejumlah perubahan lainnya.
Kosachev menyatakan, kemungkinan besar akan muncul penolakan dari kubu-kubu yang mendukung hubungan lebih dekat dengan Uni Eropa (UE), dan mereka yang tidak ingin adanya perubahan konstitusi di Turki. Kubu-kubu itu diprediksi akan memberikan perlawanan yang cukup kuat.
"Hasil voting ini tidak mungkin memberikan Erdogan kenyamanan, karena pendukungnya tidak secara mengesankan melampaui lawan-lawannya," kata Kosachev, sepeti dilansir Tass pada Senin (17/4).
"Dia tidak benar-benar bebas, sehingga ia harus mengambil risiko. Kondisinya sekarang masih cukup baik, tetapi perlawanan akan tumbuh di antara tokoh kelas berat yang mendukung interaksi yang dekat dengan Eropa dan orang-orang yang berdiri untuk sistem parlementer yang menyeimbangkan kekuasaan Presiden," sambungnya.
Pada saat yang sama, Kosachev mengungkapkan keyakinan, meskipun akan adanya perlawanan keras, Erdogan akan bertindak dengan cara yang benar dan sesuai.Dia kemudian mengharapkan (UE) untuk bersikap kritis terhadap hasil referendum Turki ini.
"Dalam kasus apapun, respon pertama Brussels tampaknya cukup jelas, yakni tidak ada tempat di UE untuk Turki baru ini," ucapnya.
Turki menggelar referendum untuk mengamandemen konstitusi yang berujung pada berubahnya sistem parlementer menjadi presidensial. Selain itu, berdasarkan perubahan ini, jumlah kursi di Parlemen akan dinaikkan dari 550 kursi menjadi 600, persyaratan usia untuk maju sebagai calon dalam pemilihan Parlemen akan diturunkan dari awal 25 tahun menjadi 18 tahun, pihak berwenang dari Dewan Humum Yudisial akan berubah, dan sejumlah perubahan lainnya.
(esn)