Kejaksaan Terus Usut Skandal Korsel

Selasa, 17 Januari 2017 - 18:54 WIB
Kejaksaan Terus Usut...
Kejaksaan Terus Usut Skandal Korsel
A A A
SEOUL - Kejaksaan khusus Korea Selatan (Korsel) mengajukan surat perintah penahanan pemimpin Samsung Group Jay Y Lee yang dituduh membayar suap jutaan dolar pada teman dekat Presiden Park Geun-hye.

Tim investigator telah memeriksa Lee selama 22 jam pekan lalu sebagai tersangka skandal korupsi yang membuat parlemen memakzulkan Presiden Park. Kantor kejaksaan khusus menuduh Lee membayar suap senilai USD36,42 juta (Rp486 miliar) pada yayasan yang didirikan Choi Soon-sil, teman dekat Park.

Suap itu, menurut kejaksaan, untuk menjamin keberhasilan merger dua perusahaan afiliasi Samsung pada 2015 dan memperkuat kontrol Lee pada bisnis keluarga tersebut. Lee, 48, secara de facto memimpin Samsung Group setelah ayahnya, Lee Kun-hee, berhalangan karena serangan jantung pada 2014. Lee juga dituduh melakukan penggelapan dan sumpah palsu, menurut dokumen dakwaan yang diajukan kejaksaan pada pengadilan untuk meminta surat perintah penahanan terhadapnya.

“Kantor kejaksaan khusus dalam membuat keputusan untuk meminta surat perintah penahanan itu mempertimbangkan bahwa meski kondisi ekonomi negara ini penting tapi menegakkan keadilan lebih utama,” papar juru bicara kejaksaan khusus Lee Kyu-chul, dikutip kantor berita Reuters .

Kyu-chul menjelaskan, kejaksaan memiliki bukti yang menunjukkan Park dan Choi membagi keuntungan yang didapat dari pembayaran suap tersebut. Lee akan hadir di pengadilan distrik pusat Seoul pada Rabu (18/1) pagi. Pengadilan akan memutuskan apakah akan memberikan surat perintah penahanan atau tidak.

Samsung memiliki pendapatan hingga USD230 miliar dan setara dengan sekitar 17% ekonomi Korsel. Perusahaan itu menyangkal tuduhan bahwa Lee membayar suap tersebut. “Sulit memahami keputusan kejaksaan khusus tersebut,” papar pernyataan Samsung melalui email.

Kejaksaan juga masih memeriksa apakah dukungan Samsung untuk yayasan dan perusahaan yang didirikan Choi itu terkait dengan keputusan Badan Pensiun Nasional (NPS) pada 2015 untuk mendukung merger kontroversial antara Samsung C&T Corp dan Cheil Industries Inc senilai USD8 miliar. Samsung mengakui memberikan dana untuk yayasan milik Choi, tapi berulang kali menyangkal tuduhan melobi untuk melancarkan proses merger.

“Sulit untuk menerima tuntutan kejaksaan bahwa ada permintaan tidak layak untuk dukungan terkait merger atau kontrol suksesi,” ungkap pernyataan Samsung. ChairmanNPSMoonHyungpyo telah didakwa menyalahgunakan wewenang dan memberi kesaksian palsu.

Bulan lalu dia mengakui, memerintahkan badan pensiun terbesar ketiga di dunia itu untuk mendukung merger Samsung C&T Corp dan Cheil Industries pada 2015 saat dia menjadi menteri kesehatan yang mengawasi NPS. Kantor kejaksaan khusus menyatakan dalam dokumen dakwaan terhadap Moon bahwa Park melalui ajudannya memerintahkan Moon memastikan merger antara dua perusahaan Samsung itu dapat berhasil.

Park, 64, saat ini masih menjabat sebagai presiden tapi sudah tidak menjalankan tugas sehari-hari. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) akan menentukan apakah voting pemakzulan oleh parlemen itu sah atau tidak. Jika pemakzulan itu sah, maka Park harus mundur dari jabatannya dan menjadi presiden pertama Korsel yang terpilih secara demokratis yang dipaksa melepas jabatan.

Presiden Park menyangkal bersalah tapi mengakui lalai dalam berteman dengan Choi yang sudah dekat dengannya selama empat dekade. Choi yang kini ditahan dan menjalani proses pengadilan itu pun menyangkal tuduhan bersalah dalam kasus itu. Kejaksaan memilih tidak meminta surat perintah penahanan terhadap tiga eksekutif Samsung yang telah mereka periksa, yakni Vice Chairman Choi Gee-sung yang dianggap sebagai mentor Lee.

Jika Lee ditahan, maka Gee-sung diperkirakan menjadi pemimpin sementara Samsung. Kasus tersebut membuat saham Samsung Electronics melemah 2,14%. Para investor menyatakan, meski bisnis Samsung dikelola oleh para CEO profesional dan tidak akan mengganggu basis operasionalnya, jika Lee ditahan, maka ketidakhadirannya akan memperlambat proses pembuatan kebijakan di perusahaan itu.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0946 seconds (0.1#10.140)