Netanyahu Dukung Pembentukan UU Soal Adzan di Israel
A
A
A
YERUSALEM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengaku mendukung rancangan undang-undang (RUU) mengenai pengaturan adzan di wilayah Israel dan wilayah pendudukan Israel. RUU akan berisi batasan penggunaan sistem panggilan publik untuk melakukan adzan.
RUU ini muncul dikarenakan banyaknya aduan dari warga Israel, baik di dalam negara ataupun di wilayah pendudukan mengenai keras dan seringnya suara adzan terdengar. Para warga Israel menggambarkannya sebagai sebuah hal yang menyiksa.
"Saya tidak bisa menghitung berapa kali, terlalu banyak warga telah mengadu ke saya. Dari semua bagian masyarakat Israel, dari semua agama, dengan keluhan tentang kebisingan dan penderitaan yang disebabkan dari pengeras suara untuk panggilan doa (shalat)," kata Netanyahu, seperti dilansir Al Jazeera pada Senin (14/11).
Sekitar 17,5 persen warga Israel adalah orang Arab, dan sebagian besar dari mereka Muslim. Warga Arab Israel, khususnya beragama Islam menyebut warga Yahudi. yang merupakan warga mayoritas di Israel kerap melakukan tindakan diskriminasi terhadap mereka.
Institut Demokrasi Israel menyatakan penolakan atas pembetukan RUU tersebut. Badan think-thank itu mengatakan, RUU itu akan mencederasi kebebasan beragama di Israel, dan pembentukan RUU ini terlalu berbau politis.
"Tujuan nyata dari RUU ini adalah bukan untuk mencegah kebisingan, melainkan untuk menciptakan suara yang akan merugikan semua masyarakat dan upaya untuk membangun realitas antara Yahudi dan Arab," kata seorang pejabat Institut Demokrasi Israel, Nasreen Hadad Haj-Yahya.
RUU ini muncul dikarenakan banyaknya aduan dari warga Israel, baik di dalam negara ataupun di wilayah pendudukan mengenai keras dan seringnya suara adzan terdengar. Para warga Israel menggambarkannya sebagai sebuah hal yang menyiksa.
"Saya tidak bisa menghitung berapa kali, terlalu banyak warga telah mengadu ke saya. Dari semua bagian masyarakat Israel, dari semua agama, dengan keluhan tentang kebisingan dan penderitaan yang disebabkan dari pengeras suara untuk panggilan doa (shalat)," kata Netanyahu, seperti dilansir Al Jazeera pada Senin (14/11).
Sekitar 17,5 persen warga Israel adalah orang Arab, dan sebagian besar dari mereka Muslim. Warga Arab Israel, khususnya beragama Islam menyebut warga Yahudi. yang merupakan warga mayoritas di Israel kerap melakukan tindakan diskriminasi terhadap mereka.
Institut Demokrasi Israel menyatakan penolakan atas pembetukan RUU tersebut. Badan think-thank itu mengatakan, RUU itu akan mencederasi kebebasan beragama di Israel, dan pembentukan RUU ini terlalu berbau politis.
"Tujuan nyata dari RUU ini adalah bukan untuk mencegah kebisingan, melainkan untuk menciptakan suara yang akan merugikan semua masyarakat dan upaya untuk membangun realitas antara Yahudi dan Arab," kata seorang pejabat Institut Demokrasi Israel, Nasreen Hadad Haj-Yahya.
(esn)