Tolak Putusan Arbitrase Laut China Selatan, Reputasi China Bisa Rusak
A
A
A
JAKARTA - Sikap China yang tidak bersedia mengakui dan mematuhi putusan Pengadilan Arbitrase soal Laut China Selatan dianggap sudah merendahkan hukum internasional. Sikap Beijing itu justru akan merusak reputasi China di mata internasional.
Putusan Pengadilan Arbitrase yang keluar Juli 2016 lalu tidak mengakui klaim China atas kawasan Laut China Selatan yang disengketakan dengan Filipina. Sebaliknya, China telah diputuskan melanggar wilayah Filipina.
China marah dengan putusan itu dan sempat menuding putusan Pengadilan Arbitrase merupakan rekayasa Amerika Serikat (AS).
"Terkait hal ini, untuk melemahkan legitimasi terhadap putusan arbitrase, China telah meluncurkan kampanye publik secara global, yang terkesan merendahkan dasar hukum dari pengadilan internasional. Hal ini tentu sangat disayangkan," kata pengamat hukum internasional dari Universitas Hofstra, Julian Ku, Selasa (6/9/2016).
Menurutnya, China dalam sejumlah kesempatan menyatakan bahwa pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda, itu tidak memiliki yuridiksi dan kekuatan hukum yang jelas. Ini yang menjadi dasar China enggan mengakui putusan soal sengketa Laut China Selatan.
Julian melanjutkan, klaim China atas wilayah Laut China Selatan, yang dilanjutkan dengan pelaksanaan beberapa proyek reklamasi di kawasan itu telah menyebabkan kerusakan lahan terumbu karang seluas 16 km persegi. Tindakan ini juga tentu merusak ekosistem asli atas laut yang memiliki potensi maritim yang sangat besar.
"Sikap China yang mengabaikan putusan pengadilan Arbitrase juga bisa menjadi pemicu kerusakan reputasi negara di mata internasional," katanya.
Putusan Pengadilan Arbitrase yang keluar Juli 2016 lalu tidak mengakui klaim China atas kawasan Laut China Selatan yang disengketakan dengan Filipina. Sebaliknya, China telah diputuskan melanggar wilayah Filipina.
China marah dengan putusan itu dan sempat menuding putusan Pengadilan Arbitrase merupakan rekayasa Amerika Serikat (AS).
"Terkait hal ini, untuk melemahkan legitimasi terhadap putusan arbitrase, China telah meluncurkan kampanye publik secara global, yang terkesan merendahkan dasar hukum dari pengadilan internasional. Hal ini tentu sangat disayangkan," kata pengamat hukum internasional dari Universitas Hofstra, Julian Ku, Selasa (6/9/2016).
Menurutnya, China dalam sejumlah kesempatan menyatakan bahwa pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda, itu tidak memiliki yuridiksi dan kekuatan hukum yang jelas. Ini yang menjadi dasar China enggan mengakui putusan soal sengketa Laut China Selatan.
Julian melanjutkan, klaim China atas wilayah Laut China Selatan, yang dilanjutkan dengan pelaksanaan beberapa proyek reklamasi di kawasan itu telah menyebabkan kerusakan lahan terumbu karang seluas 16 km persegi. Tindakan ini juga tentu merusak ekosistem asli atas laut yang memiliki potensi maritim yang sangat besar.
"Sikap China yang mengabaikan putusan pengadilan Arbitrase juga bisa menjadi pemicu kerusakan reputasi negara di mata internasional," katanya.
(mas)