Erdogan Teteskan Air Mata di Pemakaman Korban Kudeta Turki
A
A
A
ISTANBUL - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyeka air matanya yang menetas ketika menghadiri pemakaman massal korban kudeta militer yang gagal. Pemakaman juga diwarnai pekikan takbir dan teriakan hukuman mati untuk Fethullah Gulen yang dituduh dalang kudeta.
Presiden Erdogan bersedih atas kematian temannya Erol Olcak dan anaknya yang berusia 16 tahun. Keduanya ditembak mati di jembatan Bosphorus saat protes melawan kudeta militer pada hari Jumat malam.
Selain Erol Olcak, İlhan Varank, saudara dari Kepala Pengawas Pemerintah Erdogan juga ikut dimakamkan. Dia adalah seorang profesor ilmu komputer yang ditembak mati militer Turki.
Ketika orang-orang yang menghadiri pemakaman massal bersedih, orang-orang beteriak; ”Fethullah akan datang dan membayar.”
Beberapa warga juga meneriakkan takbir; “Allahu Akbar”. Serta teriakan; “Kami ingin hukuman mati” yang ditujukan pada Fethullah Gulen.
Sementara itu, Erdogan berkomentar singkat kepada wartawan atas kemarahan rakyat Turki.”Dalam demokrasi, Anda tidak bisa mendorong keinginan masyarakat pada satu sisi,” katanya.
“Kami tidak (bisa) setelah balas dendam,” lanjut dia, seperti dikutip Daily Mail, Senin (18/7/2016).
Fethullah Gulen, ulama oposisi Turki yang dituduh Pemerintah Erdogan sebagai dalang upaya kudeta saat ini tinggal di pengasingan di Pennsylvania, AS. Meski jadi musuh politik Erdogan, Gulen membantah mendalangi kudeta. Dia bahkan mengecam kudeta militer di negara asalnya tersebut.
Tak terima dituduh Pemerintah Erdogan, Gulen menuduh balik bahwa Erdogan dan partainya AKP, telah meluncurkan operasi palsu dengan merekayasa kudeta terhadap pemerintahnya sendiri. Gulen lantas membandingkan Erdogan dengan Adolf Hitler karena upaya kudeta itu menewaskan 265 orang.
”Ada kemungkinan bahwa hal itu bisa menjadi kudeta yang direkayasa oleh Partai AKP-Erdogan, dan itu bisa dimaksudkan untuk tuduhan lanjut terhadap Gulenists dan militer,” kata Gulen kepada wartawan.
Gulen yang jadi pemimpin gerakan rakyat Hizmet dulunya adalah teman atau sekutu politik Erdogan. Namun, sejak belasan tahun lalu Gulen jadi musuh politik Erdogan dan meninggalkan Turki.
Gulen memegang Green Card AS tetapi dia bukan warga negara Amerika. Dia tidak peduli jika Pemerintah AS mendeportasi dirinya setelah Erdogan meminta Obama untuk menangkap dirinya dan dipulangkan ke Turki.
”Saya tidak percaya bahwa dunia membutuhkan tuduhan yang dibuat oleh Presiden Erdogan terhadap saya secara serius,” ujar ulama oposisi berusia 75 tahun itu.
Presiden Erdogan bersedih atas kematian temannya Erol Olcak dan anaknya yang berusia 16 tahun. Keduanya ditembak mati di jembatan Bosphorus saat protes melawan kudeta militer pada hari Jumat malam.
Selain Erol Olcak, İlhan Varank, saudara dari Kepala Pengawas Pemerintah Erdogan juga ikut dimakamkan. Dia adalah seorang profesor ilmu komputer yang ditembak mati militer Turki.
Ketika orang-orang yang menghadiri pemakaman massal bersedih, orang-orang beteriak; ”Fethullah akan datang dan membayar.”
Beberapa warga juga meneriakkan takbir; “Allahu Akbar”. Serta teriakan; “Kami ingin hukuman mati” yang ditujukan pada Fethullah Gulen.
Sementara itu, Erdogan berkomentar singkat kepada wartawan atas kemarahan rakyat Turki.”Dalam demokrasi, Anda tidak bisa mendorong keinginan masyarakat pada satu sisi,” katanya.
“Kami tidak (bisa) setelah balas dendam,” lanjut dia, seperti dikutip Daily Mail, Senin (18/7/2016).
Fethullah Gulen, ulama oposisi Turki yang dituduh Pemerintah Erdogan sebagai dalang upaya kudeta saat ini tinggal di pengasingan di Pennsylvania, AS. Meski jadi musuh politik Erdogan, Gulen membantah mendalangi kudeta. Dia bahkan mengecam kudeta militer di negara asalnya tersebut.
Tak terima dituduh Pemerintah Erdogan, Gulen menuduh balik bahwa Erdogan dan partainya AKP, telah meluncurkan operasi palsu dengan merekayasa kudeta terhadap pemerintahnya sendiri. Gulen lantas membandingkan Erdogan dengan Adolf Hitler karena upaya kudeta itu menewaskan 265 orang.
”Ada kemungkinan bahwa hal itu bisa menjadi kudeta yang direkayasa oleh Partai AKP-Erdogan, dan itu bisa dimaksudkan untuk tuduhan lanjut terhadap Gulenists dan militer,” kata Gulen kepada wartawan.
Gulen yang jadi pemimpin gerakan rakyat Hizmet dulunya adalah teman atau sekutu politik Erdogan. Namun, sejak belasan tahun lalu Gulen jadi musuh politik Erdogan dan meninggalkan Turki.
Gulen memegang Green Card AS tetapi dia bukan warga negara Amerika. Dia tidak peduli jika Pemerintah AS mendeportasi dirinya setelah Erdogan meminta Obama untuk menangkap dirinya dan dipulangkan ke Turki.
”Saya tidak percaya bahwa dunia membutuhkan tuduhan yang dibuat oleh Presiden Erdogan terhadap saya secara serius,” ujar ulama oposisi berusia 75 tahun itu.
(mas)