Said: Dunia Harus Bersatu Padu Lawan Teroris
A
A
A
JAKARTA - Gelombang bom bunuh diri yang melanda Arab Saudi di penghujung Ramadhan menunjukkan kalau aksi teror mengintai setiap belahan dunia. Karenanya, Politisi PDI Perjuangan, Said Abdullah menyerukan kepada seluruh umat manusia di dunia untuk bersatu padu melakukan aksi nyata melawan dan membasmi gerakan terorisme.
"Tempat suci masjid Nabawi di Madinah al Munawwarah dan dua kota lain di Arab Saudi, yakni Jeddah dan Qatif sudah menjadi sasaran aksi teror di bulan suci Ramadhan yang diberkahi. Sungguh sulit untuk diterima akal sehat, mengapa tempat suci umat Islam pun tak luput dari aksi keji ini,” ujar Said di Jakarta, Selasa (5/7/2016).
Menurutnya, aksi teror menjelang berakhirnya bulan puasa meneguhkan pandangan bahwa terorisme adalah musuh agama dan kemanusiaan, di mana dunia Islam pun menjadi korban. Untuk itu, kerjasama internasional yang solid dalam memerangi kejahatan global itu sangat diperlukan. “Aksi teroris ini musuh dunia, termasuk aksi bom bunuh diri di Mapolres Solo,” tuturnya.
Said menyatakan, harus ada gerakan nyata untuk mengantisipasi aksi teror, tak cukup hanya dengan kecaman dan kutukan. Umat manusia di dunia, kata Said, tidak boleh lengah dan berdiam diri. Dibutuhkan tindakan konkrit dalam gerakan memerangi aksi teror ini.
“Teror demi teror sebagai sebuah gerakan kekerasan telah terjadi dimana-mana dan menjadi gejala di setiap negara, baik negara maju atau negara berkembang di Timur Tengah, bahkan di negeri kita sendiri, sebagaimana aksi teror di Mapolres Solo,” tuturnya.
Meski aksi teror harus dilawan, tapi tidak cukup jika kekerasan dibalas dengan kekerasan, karena hasilnya tiada berujung dan akhirnya menjadi spiral kekerasan. Untuk itu, pendekatan keadilan politik dan ekonomi harus menjadi salah satu cara guna membasmi aksi terorisme.
Dia menjelaskan, teror demi teror yang melanda Bangladesh, Irak, Pakistan dan Arab Saudi bisa terjadi karena negara gagal mengelola keberagaman. Perbedaan dalam agama, ketidakadilan ekonomi, dan problem politik akan menjadi ladang subur aksi teror.
Politisi asal Sumenep Madura ini meyakini, pelaku terorisme menggunakan agama sebagai kendaraan. Padahal, masyarakat dunia percaya, agama apapun tidak mengajarkan kekerasan. “Ujung dari semua ini adalah ketidakadilan politik, ekonomi dan mampetnya keberagaman,” ujarnya.
"Tempat suci masjid Nabawi di Madinah al Munawwarah dan dua kota lain di Arab Saudi, yakni Jeddah dan Qatif sudah menjadi sasaran aksi teror di bulan suci Ramadhan yang diberkahi. Sungguh sulit untuk diterima akal sehat, mengapa tempat suci umat Islam pun tak luput dari aksi keji ini,” ujar Said di Jakarta, Selasa (5/7/2016).
Menurutnya, aksi teror menjelang berakhirnya bulan puasa meneguhkan pandangan bahwa terorisme adalah musuh agama dan kemanusiaan, di mana dunia Islam pun menjadi korban. Untuk itu, kerjasama internasional yang solid dalam memerangi kejahatan global itu sangat diperlukan. “Aksi teroris ini musuh dunia, termasuk aksi bom bunuh diri di Mapolres Solo,” tuturnya.
Said menyatakan, harus ada gerakan nyata untuk mengantisipasi aksi teror, tak cukup hanya dengan kecaman dan kutukan. Umat manusia di dunia, kata Said, tidak boleh lengah dan berdiam diri. Dibutuhkan tindakan konkrit dalam gerakan memerangi aksi teror ini.
“Teror demi teror sebagai sebuah gerakan kekerasan telah terjadi dimana-mana dan menjadi gejala di setiap negara, baik negara maju atau negara berkembang di Timur Tengah, bahkan di negeri kita sendiri, sebagaimana aksi teror di Mapolres Solo,” tuturnya.
Meski aksi teror harus dilawan, tapi tidak cukup jika kekerasan dibalas dengan kekerasan, karena hasilnya tiada berujung dan akhirnya menjadi spiral kekerasan. Untuk itu, pendekatan keadilan politik dan ekonomi harus menjadi salah satu cara guna membasmi aksi terorisme.
Dia menjelaskan, teror demi teror yang melanda Bangladesh, Irak, Pakistan dan Arab Saudi bisa terjadi karena negara gagal mengelola keberagaman. Perbedaan dalam agama, ketidakadilan ekonomi, dan problem politik akan menjadi ladang subur aksi teror.
Politisi asal Sumenep Madura ini meyakini, pelaku terorisme menggunakan agama sebagai kendaraan. Padahal, masyarakat dunia percaya, agama apapun tidak mengajarkan kekerasan. “Ujung dari semua ini adalah ketidakadilan politik, ekonomi dan mampetnya keberagaman,” ujarnya.
(ian)